17 - INGATAN

83 7 8
                                    

"Raka?"

"Kirana?"

Arka melihat kedua orang yang saling menggumam nama satu sama lain itu secara bergantian. Kirana. Ini kali pertama ia benar-benar melihat kakak Kirani itu secara langsung. Dia cantik—sedikit lebih cantik dari Kirani. Namun, Kirani tampak jauh lebih pandai berpakaian.

"Ayo, Arka, kita pergi!"

Hanya beberapa detik kedua orang itu bertukar pandang, tetapi Raka memilih untuk beranjak meninggalkan gadis itu. Arka mengikuti arah Raka berjalan. Ia sempat berbagi pandang dengan gadis yang bisa menarik perhatian lelaki manapun.

Oh! Tidak!

Arka tidak sedang tertarik pada Kirana. Dia ... hanya kembali mengingat kembali sesuatu tentang sepasang mata bulat yang entah mengapa terasa begitu familiar baginya. Jika Kirana—juga Kirani—bukan saudaranya, lantas di mana dia pernah melihat sepasang mata itu?

Entah Kirana, entah Kirani, Arka hanya yakin ... pernah melihat salah satu dari mereka di masa lalu.

"HEH!"

"Ah?!"

Arka terkejut ketika seseorang menarik lengannya tanpa aba-aba kala ia berjalan dari gerbang menuju koridor utama. Ditemukannya Kia di dalam pandangannya begitu ia menengok ke pemilik tangan yang masih menggenggam lengannya.

"Kalo jalan tuh jangan sambil ngelamun, Ka. Tuh," Kia menunjuk sesuatu di depan dengan dagunya, "elo nyaris nginjek kotoran kucing."

Arka mengalihkan pandangannya ke arah yang sebelumnya ditunjuk Kia. Ia lantas menoleh ke arah gadis berambut pendek itu, cengengesan, kemudian berkata, "Eh, iya. Hampir aja."

Kia menggeleng-gelengkan kepalanya. Gadis itu lantas mengajak adik kelasnya melanjutkan langkahnya menuju koridor. "Oh, ya, kemarin, thanks, ya udah jengukin gue. Kirani ngasi tau elo, kan, pas gue udah keluar?"

"Iya. Di-SMS sama Kak Kirani kalo Kak Kia udah keluar dari rumah sakit."

"Gue yang nyuruh dia. Sengaja bukan gue yang langsung SMS-in lo."

"Kenapa gitu, Kak?"

Kia tertawa kecil. "Ya, gue pengen aja biar elo berdua SMS-an gitu. Kemarin, pas Kirani nge-SMS lo, kalian SMS-an tentang hal lain, ngga?"

"Ngga," Arka menyahut sekenanya, membuat Kia menghela napas.

"Payah ah!"

"Payah gimana?" Lagi, Arka bertanya.

"Kalian berdua ngga ada kemajuan. Masih kayak kakak-adik kelas."

"Emang ...," Arka sengaja membuat jeda, "Kak Kia maunya Arka sama Kirani kayak apa?"

"Pacaran!" sambar Kia.

Detak jantung Arka berhenti untuk satu detik ketika satu kata itu menyentuh gendang telinganya. "Pacaran?" ulangnya.

Kia mengangguk.

Embusan karbondioksida secara perlahan keluar dari mulut Arka. "Tunggu, Kak, Arka mau nanya." Kia tidak merespons, seolah memberi kesempatan bagia Arka untuk meneruskan ucapannya. "Kak Kia ... kenapa, sih, pengen Arka pacaran sama Kak Kirani?"

"Emang elo ngga mau?" Kia tersenyum. "Kirani itu cantik, lho. Primadona sekolah."

"Iya, tau kok, Kak," timpal Arka. "Cuma ... gimana, ya, ngomongnya? Eum ..., Kak Kia kan belum ada dua bulan kenal sama Arka. Kak Kia belum tau Arka orangnya gimana? Kok bisa-bisanya, sih, Kak Kia biarin Kak Kirani yang jelas-jelas teman baik Kak Kia, pacaran sama orang asing kayak Arka."

FROM THE PAST [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang