23 - TERUNGKAP

80 4 1
                                    

From: Ibu

Ka, kamu di mana? Tante Ayu bentar lagi tiba di rumah sakit, katanya. Tunggu di depan, ya. Anterin ke ruangan Nana.

Arka berdiri di depan rumah sakit, memandang ke arah gerbang tempat angkot biasanya menurunkan penumpang yang ingin ke rumah sakit. Sesekali ia mengalihkan pandangannya ke arah orang-orang yang datang dengan kondisi yang tidak sehat. Bahkan, dalam keadaan mempertahankan nyawa ketika sebuah ambulans masuk ke area rumah sakit dengan suara sirine yang membuat bulu kuduk Arka meremang.

Dalam hati Arka bersyukur. Selama sembilan tahun ia masih mampu mempertahankannya nyawanya. Meski itu harus dibayar dengan kehilangan orang-orang yang bertalian darah dengannya.

"Iya, Kak. Ini udah selesai ketemu sama dokternya."

"..."

"Kia mintanya mulai Rabu aja."

Arka segera memutar tubuhnya ke belakang begitu mendengar seseorang menyebut nama Kia. Suaranya pun terdengar seperti suara Kia. Dan, benar saja! Seorang gadis berambut pendek berdiri tidak jauh dari Arka.

"Iya. Senin, Rabu, Jumat. Itu jadwal fixed buat Kia—udah dulu, Kak. Nanti Kia telpon." Arka mendapati Kia buru-buru mengakhiri panggilannya begitu pandangan mereka bertemu. "A-Arka? Ng-ngapain lo di sini?"

Arka mendengar nada suara Kia begitu bergetar, lengkap dengan gelagat kikuk yang menyadarkan Arka bahwa ada sesuatu yang coba disembunyikan Kia darinya. Bersikap seolah dia tidak mendengar segala obrolan Kia dengan Raka—begitu yang ditebak Arka, pemuda enam belas tahun itu tersenyum. Tidak lama, ia menyahut, "Nana masuk rumah sakit, Kak. Kecelakaan tadi pagi."

"O-oh," respons Kia, masih dalam mode terkejut. Ah, sial! Kenapa gue harus ketemu Arka, sih, di sini?

"Terus, gimana keadaannya?" lanjut Kia, berusaha mengalihkan perasaan cemas, apakah barusan Arka mendengar pembicaraannya dengan Raka atau tidak.

"Masih belum siuman," jawab Arka. "Kak Kia sendiri lagi ngapain di sini?"

Kia tahu Arka akan menanyakan hal itu.

"A-ah, itu ... lagi nemenin Mamah berobat." Kia mencoba menyangkal.

"Mamah Kak Kia atau ... Kak Kia sendiri yang berobat?"

Dan Kia lekas mengalihkan pandangannya dari Arka begitu pertanyaan yang terkesan menuntut itu terdengar oleh indranya. Kia tahu dirinya tidak bisa menyembunyikan sesuatu yang dirahasiakannya dari Arka.

"Kak?"

Sesaat, Kia merutuk tindakannya yang memilih untuk menunggu ibunya di sini, bukannya di mobil. Ah, Mamah juga, sih, pake ke toilet segala. Duh, gimana, nih? Mesti jawab apa?

"Kak Kia?"

Kia mengembuskan karbondioksida dari mulutnya. "Err ... sebenarnya ..." Kia tampak ragu. Haruskah ia mengatakan ini pada Arka?

"Kenapa, Kak?"

Duh, Arka juga pake kepo segala lagi!

"Jadi ...," tutur Kia, "sebenarnya ... gue ... yang berobat, Ka."

Sudah terlanjur! Kia tidak punya pilihan selain berkata jujur kepada Arka.

"Emang Kak Kia sakit apa?" tanya Arka lagi. "Tadi, Arka dengar Kak Kia punya jadwal berobat hari Senin, Rabu, Jumat. Apa parah?"

Lagi, Kia mengembuskan karbondioksida dari mulutnya. "Gagal ginjal. Udah parah. Sekarang ..., gue harus menjalani cuci darah buat ngeganti tugas ginjal gue."

FROM THE PAST [SELESAI]Where stories live. Discover now