25 - PASANGAN SERASI

103 7 6
                                    

Kirani berada di dalam ruang ganti kafe. Sejenak mematut dirinya di depan cermin yang nyaris setinggi tubuhnya, gadis itu mengembangkan senyum manakala ia menemukan namanya terbordir rapi di sisi kanan bagian dada kaus hitamnya, lengkap dengan bordiran "Happy Wally" di bagian kiri. Baju seragam yang dijanjikan Raka pada sekitar satu minggu yang lalu, baru tadi diberikan padanya.

Kirani senang, ia bisa bekerja dengan baik di sini.

"Kalo udah selesai, cepat keluar, ya, Ran?" Seorang rekan sesama pelayan berkata kepada Kirani. Gadis berambut panjang itu hanya mengangguk pelan.

Buru-buru gadis itu menyatukan rambutnya ke dalam satu ikatan pita berwarna merah. Di hari keduanya bekerja, Raka menyuruhnya untuk mengikat rambut. "Lo keliatan ngga rapi dengan rambut terurai seperti itu. Bagaimana kalau ada rambutmu yang terjatuh ke makanan pelanggan? Lo mau gaji lo gue potong?"

Tentu saja Kirani tidak mau.

Setelah selesai dengan rambutnya, gadis itu beranjak dari ruang ganti. Di ruang utama kafe, hanya ada dua pelanggan yang mengisi dua meja. Di meja delapan, seorang pria yang tampak sibuk dengan laptop-nya. Dilihat dengan keberadaan buku-buku di atas meja, mungkin ia sedang mengerjakan tugas. Sementara itu, di meja nomor dua, seorang gadis yang mengenakan dress merah muda, sedari tadi memandang ke luar jendela, sesekali memandang jam tangannya. Mungkin sedang menunggu seseorang.

Satu minggu bekerja, Kirani sudah tahu jam-jam saat kafe ini ramai dikunjungi. Di shift-nya, shift dua, pukul lima sore sampai pukul sembilan malam adalah saat-saat ramai. Sudah bisa ditebak, pengunjungnya di dominasi remaja seumuran Kirani. Selama seminggu, Kirani sudah beberapa kali bertemu dengan teman sekelasnya di kafe ini.

"Susah juga, ya, kerja sambil sekolah."

Rekan di shift dua yang bertugas sebagai kasir, Tara, menopang dagu sembari memandang Kirani yang berkutat dengan tugas sekolahnya. Kirani mengalihkan sebentar pandangannya ke arah perempuan yang tiga tahun lebih tua darinya itu. "Ya, mau gimana lagi, Mbak? Kalo saya ngga kerja, gimana saya bisa sekolah? Kalo saya ngga sekolah, gimana saya bisa dapat kerjaan yang lebih baik?"

"Iya, sih," respons Tara. "Gue jadi ngerasa sedikit lebih beruntung daripada elo. Seenggaknya, gue ngga perlu kerja kayak elo sampai gue tamat SMA. Elo, baru kelas sebelas, udah kerja banting tulang."

Sambil menekan-nekan tombol kalkulator, Kirani berkata, "Saya malah lebih beruntung dari anak-anak yang biasa jadi tukang parkir dadakan di depan, Kak. Masih SMP, udah kerja."

"Hidup keras, ya, Ran?"

Dan, Kirani hanya mengembangkan senyum di wajahnya.

"Saya mau ke luar dulu." Raka tiba-tiba berdiri di depan counter kasir, sontak membuat Tara dan Kirani menengok ke arahnya. "Kalo ada yang cari saya, suruh telpon aja. Mungkin saya agak lama di luar."

"Oh, oke, Bos," Tara menyahut.

Raka sempat melirik ke arah Kirani, membuat kontak mata di antara mereka untuk sepersekian detik. Sampai, Raka kembali menatap Tara dan berkata, "Ya, sudah. Kerja dengan baik."

"Iya, Bos."

Sepeninggal Raka, Tara menoleh ke arah Kirani, menemukan gadis SMA itu sedang memandangi punggung Raka yang mulai menjauh. Tara berdeham cukup keras, sukses membuat Kirani terperanjat.

"Lo ... belakangan sering pulang sama Bos Raka, 'kan?"

Kirani hanya merespons dengan sebuah senyuman, cukup untuk membenarkan apa yang Tara tebak barusan. "Bos Raka cuma kasian sama saya soalnya saya ngga punya motor buat pulang. Temen-temen yang satu shift, ngga ada yang searah sama rumah saya, Mbak. Jadi, ya, gitu, Bos Raka nawarin buat nganterin saya pulang."

FROM THE PAST [SELESAI]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें