18 - THE HELP

76 9 1
                                    

"Tapi satu, kalo gue pindah dan elo ngga ikut sama gue, itu artinya kita bakal hidup terpisah. Itu artinya, kita bakal hidup sendiri-sendiri dan gue ngga bakal biayain hidup lo di sini."

Ucapan Kirana itu terus terngiang-ngiang di telinga Kirani. Gadis itu tidak tahu harus mengambil keputusan seperti apa. Apa dia harus ikut dengan Kirana? Apa dia harus pindah? Apa selamanya ia akan membiarkan kakaknya itu terus melarikan dirinya dari Raka?

Sejak tadi, Kirani hanya berbaring di atas tempat tidurnya, berguling ke kanan dan ke kiri, bingung dengan pikirannya. Jika menuruti Kirana, artinya dia harus pindah. Jika tidak, bagaimana ia menjalani hidupnya yang selama ini ditopang oleh Kirana?

Dia harus mencari uang untuk membeli makan-minumnya.

Dia harus bekerja untuk membayar uang sekolahnya.

Untuk sejenak, gadis itu sadar ada banyak yang ditutupi Kirana selama ini.

Namun, Kirani sudah lelah memulai semuanya dari nol setiap kali Kirana mengajaknya pindah. Dia harus mencari rumah baru bersama kakaknya, mencari sekolah baru untuknya, dan dia harus mencari teman baru agar ... paling tidak ada sesuatu yang membuatnya betah. Dan di sini, dia punya Kia.

Kirani bergerak mengambil posisi duduk, lantas meraih ponselnya yang berada tidak jauh dari bantalnya. Dengan lincah ia menekan sederet nomor yang bisa menghubungkannya pada Kia.

Maaf, nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif.

Kirani mendecak. Ah, kenapa Kia harus menonaktifkan ponselnya di saat ia butuh gadis itu?

Belum ada lima detik sejak Kirani memutuskan panggilannya, suara Ariana Grande terdengar. Sejenak ia terkesiap, kemudian melirik layar ponselnya untuk mencari tahu siapa yang menelepon. Sesaat, Kirani diam, memutukan menjawab atau tidak panggilan dari seseorang yang masih berusaha menghubunginya di sana.

Ia menarik oksigen, lalu mengembuskannya pelan.

"Ya, Arka, ada apa?"

***

Arka duduk di salah satu bangku taman di area hutan kota alun-alun ditemani ransel yang berisi buku paket akuntansi dan seperangkat "alat tempur" untuk membabat habis setumpuk tugas akuntansi yang diberikan Pak Santoso. Tadi, dia menelepon Kirani untuk meminta gadis itu mengecek pekerjaannya dalam menyusun Jurnal Penyesuaian sebelum dikumpul besok. Sebenarnya, Arka ingin bertemu di rumah Kirani saja, tetapi kakak kelasnya itu meminta untuk bertemu di taman kota.

Apa penyebabnya, Arka tidak tahu.

Arka sedang iseng menengok ke kanan-kiri ketika dilihatnya Kirani berjalan ke arahnya. Dalam balutan kaus lengan panjang berwarna abu misty dan jins, Kirani menghampiri adik kelas yang sedari jauh telah menyambutnya dengan senyum.

"Udah lama, Ka?"

Arka menggeleng pelan. "Baru lima menitan kok, Kak," Arka menyahut. "Ini ... ngga ngerepotin, kan, kalo ketemuan di luar?"

"Ngga. Lagian gue yang minta, 'kan?" respons Kirani. "By the way, mana tugas lo yang mau gue cekin?"

"Ah, bentar." Arka melepas salah satu tali ranselnya, membawa benda berwarna merah itu ke depan tubuhnya, lantas mengeluarkan beberapa lembar kertas dan buku paket akuntansinya dari sana. "Ini, Kak."

Kirani mengecek satu per satu dari tiga jurnal penyesuaian yang dikerjakan Arka dari tiga perusahaan yang berbeda yang sengaja dikerjakan Arka di kertas buram. Dengan teliti gadis itu mengecek tiap aku dan mencocokkannya dengan daftar transaksi yang ada di buku paket. Sesekali, ia mengajak Arka membicarakan hal-hal random, hanya memberi kesan agar tidak terlalu serius.

FROM THE PAST [SELESAI]Where stories live. Discover now