10 - PERTEMUAN

79 8 0
                                    

"Guru kamu di mana, Dek?" tanya Arka kepada gadis mungil di sebelahnya.

"Tidak tau, Kak. Tadi Ibu kan sudah kasi nomer telepon Bu Guru ke Kak Arka. Telepon aja, Kak."

Menghela napas pelan, Arka lantas menghubungi Bu Tanti, guru sebuah taman kanak-kanak tempat Nana bersekolah. Tidak mau kalah dengan murid-murid SD, SMP, dan SMA, murid-murid Taman Kanak-kanak se-Kota Bekasi pun ingin merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdakaan Republik Indonesia dengan mengadakan pawai baju adat di sebuah lapangan di tengah kota.

"Oh, iya, Bu, tau. Saya akan membawa Nana ke sana."

Usai memutuskan panggilannya, Arka mengajak Nana menuju tempat teman-teman Nana berkumpul. Digenggamnya tangan mungil gadis berusia enam tahun yang sore ini memakai baju bodo, baju adat Sulawesi Selatan, menjaganya agar tidak hilang di tengah keramaian.

Arka tidak tahu harus berbuat apa begitu ia tiba di tempat berkumpul teman-teman Nana. Dia seperti seorang duda muda beranak satu yang terjebak di antara ibu-ibu yang rempong memaksimalkan penampilan anak-anaknya. Bedak yang terlalu tebal, alis yang terlalu hitam, dan lipstick yang terlalu merah, Arka kaget melihat ibu-ibu mendandani anak-anaknya seperti ondel-ondel.

Arka lantas memerhatikan wajah Nana yang masih setia berdiri di sebelahnya, memandangi bagaimana teman-temannya didandani sedemikian rupa. Arka bersyukur, Ibu Lilis tidak membuat Nana seperti ondel-ondel berbaju bodo.

"Loh? Arka?"

Pemuda berambut hitam itu mengalihkan pandangan ke asal suara. Seketika membulatkan kedua mata begitu menemukan Kia bersama dua orang laki-laki, satu berusia lebih dari dua puluh tahun, satu lagi seumuran Nana.

"Kak Kia? Apa yang—"

Kalimat Arka tidak selesai sebab Kia memotongnya dengan berkata, "Elo nganterin adek lo ikut pawai?"

"Iya, Kak," Arka menyahut. "Kakak juga?"

"Iya, nih. Disuruh Mamah jagain Rayyan." Kia menunjuk laki-laki kecil yang sore ini memakai baju adat daerah Papua. "Oh, ya," Kia melanjutkan, "Kak Raka, kenalin ini adik kelas yang waktu itu nolongin Kia, namanya Arka."

"Arka ..." Arka mengulurkan tangannya, hendak berjabat dengan kakak laki-laki Kia.

Sejenak Raka memandangi Arka, berhasil membuat pemuda kelas sepuluh itu canggung. Melihat kakaknya tidak kunjung membalas uluran tangan Arka, Kia menegur, Kak!"

Raka terkesiap. "O-oh, i-iya, Raka. Kakaknya Kia." Raka menyambut tangan Arka, "Makasih udah nolongin adek gue waktu itu."

Keduanya saling berjabat erat, berbagi senyum dan pandangan.

"Sama-sama, Kak. Senang berkenalan dengan Kak Raka."

***

Arka duduk di bawah rimbun dedaunan sebuah pohon, berkumpul dengan anggota barisan gerak jalan SMA Harapan Bangsa di tengah lapangan bersama kelompok barisan gerak jalan dari sekolah lain. Tidak jauh dari mereka, Pak Bowo dan Kia sibuk menghubungi anggota lain yang belum datang.

Setelah lomba gerak jalan indah antar SMP di pagi hari dan pawai murid-murid taman kanak-kanak di sore hari, kali ini giliran lomba gerak jalan indah antar murid-murid SMA. Siang ini, seluruh peserta lomba gerak jalan indah berkumpul di lapangan. Beberapa sekolah telah bergerak melalui rute yang telah ditentukan. Sementara para peserta dari sekolah lainnya masih menunggu untuk keluar dari lapangan sesuai nomor urutnya.

"Iya, cepetan, ya. Udah mau keluar lapangan, nih!"

"HA? MASIH DI RUMAH? ASTAGA! CEPETAN KE LAPANGAN!"

FROM THE PAST [SELESAI]Where stories live. Discover now