Tetapi gadis itu dibikin tersentak sedikit ketika tiba-tiba seorang gadis datang lantas duduk di sebelahnya. Berbeda dengan orang-orang yang justru mulai mencari tempat teduh karena khawatir pada hujan yang sepertinya akan segera turun, gadis itu justru terlihat tenang berada di sebelah Khansa. Khansa meliriknya sekilas, menatap pada dandanannnya yang tidak bisa dibilang biasa saja.

Gadis itu terlihat lebih muda dari Khansa. Wajahnya manis, dengan fitur yang terkesan innocent. Rambutnya dicat pirang, dengan sentuhan warna merah muda lembut di bagian ujung. Dia mengenakan mantel seolah-olah tengah berada di sudut sebuah kota di Benua Eropa. Kuku-kuku jarinya diwarnai dengan warna merah darah. Ekspresinya dingin, tetapi ketika dia menoleh dan secara tidak sengaja—atau justru sengaja?—beradu pandang dengan Khansa, senyum hangat langsung merekah di bibirnya.

"Hai."

Khansa memandang tidak mengerti. "Hai?"

Gadis itu tertawa. "Aku ngomong sama kamu."

"Kita saling kenal?"

"Nggak." Dia mengedikkan bahunya dengan santai. "Tapi aku curiga kita akan kenalan nggak sampai lima menit lagi."

Khansa mengerutkan dahi.

"Kamu suka menggambar?"

Wajah Khansa kontan bersemu. "Cuma coret-coret."

"Coret-coret?" salah satu alis gadis itu terangkat. "Hm. Coret-coret yang nggak biasa banget, kalau begitu. Coretanmu mengingatkan aku sama sesuatu."

"Apa?"

"Death."

"Maksud kamu?" Khansa hampir menarik kesimpulan jika gadis di depannya ini mungkin saja punya masalah penyakit mental stadium awal.

Seraya terkekeh, gadis itu merogoh saku mantelnya dan mengeluarkan tumpukan kartu yang Khansa kenali sebagai kartu tarot. Jemari lentiknya mencabut satu kartu, kemudian menunjukkannya pada Khansa. Sesuatu yang sia-sia, karena Khansa tidak pernah melihat kartu tarot dan tidak mengerti apa pun itu gambar yang ada disana. Dia hanya melihat sosok ksatria berkuda yang membawa sebuah panji di tangan kiri. Sekilas, memang sosok ksatria itu mirip dengan sketsa acak-acakan yang dia buat di atas lembaran buku sketnya.

"Death

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Death. Itu nama kartu ini."

"Berarti itu kebetulan."

"Nggak ada yang kebetulan di dunia ini." Gadis aneh itu menukas kalem, berhenti sejenak ketika angin meniup dahan pohon tempat mereka bernaung. Embusnya cukup kuat hingga mampu membuat beberapa helai daun kecokelatan rontok, jatuh perlahan menembus udara hingga berakhir di depan sepatu mereka. "Bahkan daun yang jatuh pun punya maksud tersendiri. Entah itu pertanda badai akan datang, atau kabar gembira untuk makhluk-makhluk mikroskopik yang ada di tanah."

Khansa mengerjapkan mata, selama sesaat seperti tengah bicara dengan Calvin yang memang hobi membawa-bawa istilah rumit dunia ilmu pengetahuan setiap kali mereka mengobrol.

NOIRWhere stories live. Discover now