Setelah melalui serangkaian perdebatan yang tidak perlu, akhirnya mereka memutuskan membagi rombongan ke dalam dua mobil. Mobil Chandra akan diisi oleh Chandra, Siena, Rana dan Cetta. Sementara mobil lainnya alias mobil Sebastian akan digunakan oleh Sebastian, Suri dan Calvin—yang telah diserahi amanat untuk menjaga Suri dari jangkauan tangan maupun tatap Sebastian. Sebastian sendiri harus beberapa kali menyabarkan diri saat melihat bagaimana ketiga kakak Suri memerlukan waktu yang cukup lama untuk bersiap-siap. Entah itu karena Cetta ngotot untuk mampir di minimarket lebih dulu guna membeli pembalut luka diselingi ucapan, "Rana sama Suri itu orangnya gampang jatuh." atau karena Calvin sibuk mengepak beberapa kotak yoghurt stroberinya sampai Chandra yang ogah berangkat tanpa sunglasses kebanggaannya. Belum lagi ditambah agenda menjemput Rana dan Siena di rumah masing-masing.

Sebastian hampir marah. Pada situasi normal, dia akan langsung melajukan mobil dan kembali ke rumah untuk menghabiskan sisa hari di tempat tidur. Tetapi, senyum Suri membuatnya jadi tidak tega. Gadis itu pasti sudah menanti sangat lama untuk hari ini. Sebastian tidak bisa mengacaukannya begitu saja. Dia tidak peduli pada Suri, sungguh, namun dia juga tidak sejahat itu.

Pada akhirnya mereka pun berangkat. Kemacetan ibukota langsung menghadang, tetapi untungnya tidak terlalu parah. Meski butuh perjuangan, mereka berhasil tiba di Dufan dengan selamat. Merasa telah mendelegasikan tugas menjaga adik bungsu tercinta pada Calvin si pemuda tanpa gandengan, Cetta dan Rana langsung pergi secara terpisah, begitupun Siena dan Chandra. Suri ditinggal bertiga dengan Sebastian dan Calvin.

Suri kesal dengan keberadaan Calvin. Dia ingin berdua saja bersama Sebastian. Tetapi Suri juga tidak tega meninggalkan kakak keduanya bersama abang-abang penjual kacamata. Calvin sudah cukup mengenaskan dengan statusnya sebagai jomblo akut dua tahun belakangan, masa masih harus ditinggal ngobrol dengan tukang kacamata? Lagipula, Calvin terlihat senang bisa jalan-jalan dengan Suri setelah sekian lama. Terakhir kali mereka piknik keluarga adalah saat Bunda masih ada. Setelah Bunda meninggal, Ayah menahan kesedihan dengan menyibukkan diri dan jarang pulang ke rumah. Walau kesal, Suri mengerti. Rumah mereka menyimpan terlalu banyak kenangan tentang Bunda.

"Naik bianglala, yuk!" Calvin berseru, merangkul leher adik perempuannya. Melihat itu, Sebastian langsung mendengus.

"Abang, jangan rangkul-rangkul. Nanti kita dikira pacaran."

"Ih, biasanya juga kamu senang kan abang rangkul." Calvin cemberut. "Ayo kita naik bianglala!"

"Aku udah gede. Aku nggak mau naik bianglala."

"Hah? Terus apa?"

"Aku mau naik roller coaster." Suri tertawa, spontan melepaskan rangkulan tangan Calvin dan meraih lengan Sebastian sebagai gantinya. "Kamu suka kan naik roller coaster?"

"Eits! Kok pegang-pegang!" Calvin melotot pada tangan Suri yang masih menggelendot manja pada lengan Sebastian. "Suri, haram hukumnya bersentuhan kalau belum sah!"

"Abang bilang gitu deh sama Abang Chandra dan Abang Cetta."

"Suri—"

Suri sama sekali tidak mendengarkan Calvin. Gadis itu menarik Sebastian pergi, membuat Calvin terperangah di tempatnya berdiri dengan mata terbeliak tak percaya. Ada luka dalam pandangannya. Seumur-umur dia menjomblo, baru kali ini kesendirian terasa begitu tidak menyenangkan.

n  o  i  r

Kata sebagian besar orang Jakarta, Dufan itu tempat wisata sejuta umat. Hampir tidak ada orang Jakarta yang tidak pernah ke Dufan. Bahkan saking seringnya, pergi ke Dufan jadi terasa membosankan. Tetapi itu tidak berlaku bagi Cetta dan Rana. Selamanya, Dufan akan selalu punya posisi spesial buat mereka. Keduanya pertama kali bertemu saat Cetta tengah melakukan photoshoot endorse di Dufan. Dan di Dufan pula, tepatnya di depan rumah cermin, Cetta meminta Rana menjadi kekasihnya.

NOIRWhere stories live. Discover now