Namun waktu ia mendekati lebih dulu Nyo Ko sudah memperhatikan gerak-geriknya, jangankan Nyo Ko sudah ber-jaga2, sekalipun mendadak musuh membokong, dalam tingkat kepandaian Nyo Ko sekarang juga sukar hendak merobohkannya, jika turuti watak Nyo Ko yang tak mau kalah sedikitpun dengan orang lain, pasti kontan dia batas hantam orang, kalau tidak bikin Siu-bun tersungkur, tentu pula "Jiau-yao-hiat" ia tutuk balik.

Cuma sesudah percakapannya dengan Ui Yong itu, hatinya sedang gembira, maka ia menddak tak enak merobohkan orang di hadapan orang banyak, ia pikir jeIek2" Bu-si Hengte adalah anak murid paman dan bibinya.
Sebab itu, diam2 ia hanya jalankan darahnya secara terbalik menurut ilmu ajaran Auwyang Hong.
Betul saja, ketika jari Siu-bun ditutukkan, meski Hiat-to yang diarah sangat jitu, tetapi Nyo to anggap seperti tak terjadi apa2 saja.
Sekali kena, bukannya Nyo Ko roboh atau tertawa seperti yang diharapkan, bahkan pemuda ini hanya tersenyum terus duduk kembali ke tempatnya tadi. Keruan saja Bu Siu bun ter-heran2. terpaksa iapun kembali kemejanya.
"Koko, kenapa ilmu ajaran Supek tidak manjur?" demikian ia tanya saudaranya dengan suara tertahan.
"Apa? Tak manjur?" sahut Bu Tun-si bingung Lalu Siu-bun menceritakan pengalamannya tadi
"Ah, tentu jarimu tak benar atau Hiat-to yang kau arah menceng," ujar Tun-si.
"Menceng? Mana bisa, lihat nih," bantah Siu-bun.
Berbareng ia angkat jarinya terus bergaya menutuk ke pinggang sang kakak, baik gayanya mau pun tenaganya, semuanya tepat dan jitu, sedikitpun tidak salah seperti apa yang diajarkan Supek mereka.
"Ha, tadinya aku kira It-yang-ci tentu permainan yang amat lihay, huh agaknya juga tak berguna," terdengar Kwe Hu mencemoohkan dengan mulut menjengkit.
Karena sindiran ini. Tun-si merasa penasaran mendadak ia berdiri dan menuang dua cawan arak, iapun mendekati Nyo Ko.
"Nyo-toako, sudah lama kita tak bertemu kini bersua kembali, sungguh harus dibuat girang, maka siaute juga ingin suguh kau secawan," demikian ia kata.
Diam2 Nyo Ko tertawa geli, adiknya sudah ke bentur batu, apa sang kakak juga ingin ketumbuk tembok?Maka iapun tak menolak, dengan sumpit jepit dulu sepotong daging dan tangan yang lain ia sambut arak suguhan orang sambil ucapkan terima kasih.
Tun-si lebih kasar lagi dari pada sang adik, tanpa tedeng aling2 lagi mendadak ia ulur tangan kanan dan secepat kilat menjojoh ke pinggang Nyo Ko.
Sekali ini Nyo Ko tak perlu jalankan darahnya secara terbalik lagi, dengan tenang saja ia luruskan tangannya yang memegang sumpit itu, ia gunakan potongan daging sampi yang dia cepit tadi sebagai tameng di pinggangnya yang diarah.
Saking cepatnya Nyo Ko bertindak, maka sama sekali Tun-si tak berasa, ketika jarinya kena menjojoh, dengan tepat menembus potongan daging sampi itu.
"Minum arak dengan jojoh daging sampi paling enak," kata Nyo Ko tertawa sambil meletakkan sumpitnya.
Waktu Tun-si angkat tangannya, ia lihat daging sampi itu masih mencantol di jarinya dengan air kuwah masih menetes, ia menjadi serba salah, dibuang sayang, tak dibuang bikin malu saja, ia pelototi Nyo Ko dengan gemas, lalu cepat2 kembali ke mejanya.
Melihat jari orang bertambah sepotong daging, Kwe Hu menjadi heran.
"Apakah itu?" demikian ia tanya.
Tentu saja Tun-si merah jengah tak bisa menjawab.
Begitulah selagi pemuda ini serba salah kehilangan muka, tiba2 terlihat seorang pengemis tua telah angkat cawan arak sambil berdiri.
Nyata pengemis tua ini bukan lain adalah Loh Yu-ka, pangcu baru Kay-pang.
"Seperti saudara2 sudah mendengar tadi, Ang-lopangcu telah mengirim perintah bahwa bangsa Mongol semakin nyata akan menjajah ke selatan, maka para saudara diminta berjuang mati2an untuk melawan musuh," demikian ia angkat bicara sesudah ajak minum para kesatria. "Kini para kesatria dari seluruh jagat hampir semua berkumpul di sini semua orang berhati setia negara, maka kita harus merundingkan suatu daya-upaya untuk mencegah penjajah bangsa asing itu, dan supaya peristiwa Ong-Khong (maksudnya kedua raja Song yang ditawan negeri Kim) tak terulang lagi."
Karena beberapa patah kata ini, keadaan hadirin seketika ramai lagi dan sama menyatakan akur.
Dalam pada itu terlihat seorang tua dengan jenggot putih perak telah berdiri juga.
"Kata pribahasa, ular tanpa kepala tak bisa berjalan, percuma saja kalau kita hanya ber-cita2 tinggi, tetapi tiada seorang pemimpin yang bijaksana, tentu pekerjaan kita akan sia2," demikian ia kata, suaranya lantang bagai genta, "Kini para kesatria berkumpul di sini, harus kita angkat seorang yang bernama tinggi, seorang gagah yang dihormati semua orang untuk menjadi pemimpin dan kita semua akan mendengar perintahnya."
Seketika suara sorak-sorai riuh gemuruh lagi, segera pula ada yang berteriak: "Baiklah, engkau orang tua saja yang menjadi pemimpinnya !"
"Ya, tak perlu lagi angkat yang lain !" sambung yang lain.
Tetapi orang tua itu bergelak tertawa.
"Haha, aku si tua bangka ini terhitung manusia macam apa?" ,demikian katanya, "Selama ini di kalangan Kangouw mengakui ilmu silat lima tokoh : Tang-sia, Se-tok, Lam-te, Pak-kay, Tiong-sin-thong adalah yang paling tinggi Tiong-sin-thong Ong Tiong-yang sudah lama meninggal Tang-sia dan Se-tok bukan orang golongan kita, sedang Lam-te jauh di negeri Tay-li, dengan sendirinya ketua serikat ini kecuali Pak-kay Ang-locianpwe tiada yang lebih sesuai lagi."
Memang Ang Chit-kong adalah jago utara yang tertinggi dan betul2 memenuhi harapan semua orang, maka tepuk tangan segera gemuruh lagi tanpa ada yang berlainan pendapat.
"Ya, Ang-locianpwe sudah pasti cocok untuk menjadi Ketua serikat para kesatria ini, kecuali dia, siapa lagi yang bisa taklukkan semua orang dengan ilmu silatnya dan melebihi orang Iain dengan budi pekertinya?"
Demikian tiba2 di antara orang banyak itu ada seorang lagi yang berteriak, meski suaranya sangat keras, tetapi waktu pandangan orang diarahkan ke tempat datangnya suara, orangnya ternyata tidak kelihatan. Kitanya orang itu adalah seorang cebol yang sangat pendek hingga tertutup oleh orang di sekitarnya.
"Siapakah itu yang bicara ?" segera ada yang bertanya.
Dengan cepat si cebol itu melompat ke atas meja, maka tertampaklah perawakannya yang tingginya tiada satu meter, umurnya dekat setengah abad, sebaliknya wajahnya bercahaya penuh semangat.
Sebenarnya banyak yang hendak tertawai si cebol ini, tetapi demi nampak sinar matanya yang tajam, suara tertawa mereka telah tertelan kembali mentah2.
"Cuma tindak-tanduk Ang-lopangcu sangat aneh, dalam sepuluh tahun sukar untuk ketemu dia sekali kalau dia orang tua tak di tempat, lalu jabatan Ketua serikat ini harus dipegang siapa?" demikian si cebol itu berkata pula.
Betul juga pikir semua orang. "Scgala apa yang kita perbuat kini seluruhnya adalah untuk membela tanah air, sedikitpun kita tak punya kepentingan pribadi, maka kita harus angkat seorang Ketua muda, supaya kalau Ang-lopangcu tidak ada, kita lantas tunduk pada wakilnya ini."
"Bagus, bagus !" demikian terdengar sorak-sorai lagi dengan ramai. Lalu banyak lagi yang ber-teriak2 mengemukakan calonnya, "Kwe Cing, Kwe-tayhiap saja!"
"Paling baik Loh-pangcu !"
"Liok-cengcu, tuan rumah ini saja!"
"Tidak, sebaiknya Ma-kaucu dari Coan-cin-kau!"
"Atau Pangcu dari Thi-cio-pang saja!" Begitulah terdengar seruan yang simpang-siur, Selagi suasana rada kacau, tiba2 dari luar ruangan kelihatan bayangan orang berkelebat, empat tojin telah lari masuk dengan cepat, ternyata mereka adalah Hek Tay-thong, Sun Put-ti, Thio Ci-keng dan In Ci-peng berempat.
Melihat mereka sudah pergi dan mendadak kembali lagi, Nyo Ko menjadi heran, sebaliknya Kwe Cing dan Liok Khoan-eng girang luar biasa.
Lekas2 mereka meninggalkan meja dan menyambutnya.
"Ada musuh hendak mengacau ke sini, kami sengaja datang memberi kabar, hendaklah kalian berlaku waspada dan ber-jaga2," demikian Hek Tay-thong bisiki Kwe Cing.
Kong-ling-cu Hek Tay-thong dalam Coan-cin kau terhitung jagoan kelas terkemuka, di kalangan Kangouw orang yang berilmu silat lebih tinggi dari dia bisa dihitung dengan jari, kini cara mengucapkan berita itu kedengarannya rada gemetar dan kuatir, maka Kwe Cing pikir tentu yang akan datang ini pasti musuh tangguh adanya.
"Apa Auwyang Hong?" demikian Kwe Cing tanya dengan suara rendah.
"Bukan, tetapi orang Mongol yang aku sendiri pernah jatuh ditangannya itu," sahut Hek Tay-thong.
"Pangeran Hotu?" kata Kwe Cing dengan hati lega.
Dan sebelum Hek Tay-thong buka suara lagi, mendadak di luar terdengar suara tiupan tanduk yang ber-talu2, menyusul mana diselingi pula oleh suara genta yang ter-putus2 nyaring.
"Sambut tetamu agung!" segera Liok Khoan-eng berteriak.
Baru saja berhenti suaranya, tahu2 di depan ruangan pendopo itu sudah berdiri beberapa puluh orang yang beraneka macam lagaknya, ada yang tinggi besar, ada yang pendek kecil.
Para kesatria yang hadir ini sebenarnya lagi sorak-sorai dalam pesta pora yang ria, kini mendadak nampak munculnya orang begitu banyak, mereka rada heran, tetapi mereka sangka orang juga hendak menghadiri Eng-hiong-yan ini, setelah melihat tiada kenalan di antara orang2 itu, kemudianpun tak diperhatikan lebih jauh.
Berlainan dengan Kwe Cing yang sudah tinggi ilmu silatnya dan tajam penglihatannya, segera ia tahu gelagat tidak sewajarnya.
"Jang datang ini terlalu keras, mereka tidak mengandung maksud baik," demikian ia bisiki sang isteri Ui Yong.
Habis itu iapun berbangkit suami isteri mereka bersama Liok Khoan-eng lantas menyambut keluar.
Kwe Cing mengenali orang yang bermuka cakap berdandan sebagai putera bangsawan itu adalah Pengeran Hotu dari Mongol, sedang padri yang berjubah merah dan berkopiah emas, mukanya kurus, adalah Ciangkau atau ketua Bit-cong dari Tibet, Darba namanya.
Kedua orang ini dahulu sudah pernah dijumpainya di Tiong-yang-kiong di Cong-lam-san, meski mereka terhitung jago kelas satu, tetapi ilmu silatnya masih lebih rendah dari pada dirinya, maka tak perlu ditakuti.
Cuma di tengah2 kedua orang ini masih berdiri lagi seorang padri Tibet yang juga tinggi kurus dan berjubah merah pula, kepalanya gundul licin berminyak, ubun2 atau mercu kepala tampak dekuk ke dalam.Melihat macamnya orang, Kwe Cing dan Ui Yong telah saling pandang, pernah mereka dengar dari Ui Yok-su yang berbicara tentang ilmu silat aneh kaum Lama sekte Bit-cong di Tibet bahwa kalau sudah terlatih sampai tingkatan yang sangat tinggi, mercu kepala bisa sedikit dekuk ke dalam, kini melihat ubun2 orang ini begitu dalam dekuk-nya, apa mungkin ilmu silatnya sudah sampai tingkatan yang sukar diukur?
Tetapi di kalangan Kang-ouw kenapa selama ini hanya terdengar Tang-sia, Se-tok, Lam-te, Pak-kay dan Tiong-sin-thong, sebaliknya tak pernah dengar bahwa di Tibet terdapat seorang jago seperti dia ini?
Karena itulah, mereka berdua diam2 berlaku waspada, lalu mereka membungkuk memberi hormat sambil mengucapkan selamat datang dan menyilakan duduk.
Segera Liok Khoan-eng memberi tanda perintah, para centeng segera sibuk menyediakan meja baru dan daharan2.
Bu-si Hengte sudah biasa membantu bapak dan ibu guru mereka mengurusi pekerjaan rumah tangga, Iebih2 Bu Siu-bun yang serba cepat dan giat, maka kedua saudara Bu segera pimpin para centeng itu mengatur tempat dan sediakan beberapa meja yang terhormat buat tamu agung, mereka pun minta maaf pada tetamu yang duluan supaya suka menggeser sedikit tempat luang.
Dalam pada itu, melihat Nyo Ko ikut2 hadir dalam perjamuan ini, dalam pandangan Kwe Hu rasanya kurang senang, "Hm, kau terhitung Eng-hiong macam apa? Meski Enghiong seluruh jagat mati ludas juga tidak bergilir pada dirimu?" demikian ia membatin. Habis ini ia kedipi Bu Siu-bun sambil mulutnya merot2 ke jurusan Nyo Ko. Maka tahulah Siu-bun maksud si gadis, segera Nyo Ko didekatinya,
"Nyo-toako, tempat ini hendaklah digeser sedikit," demikian ia kata.
Habis ini, tanpa menunggu apa Nyo Ko bilang boleh atau tidak, segera ia suruh centeng memindahkan mangkok sumpit si Nyo Ko ke suatu tempat di pojok.
Tentu saja hati Nyo Ko terbakar, tetapi iapun tidak bicara, melainkan diam2 ia tertawa dingin.
Sementara itu terdengar Pengeran Hotu telah buka suara.
"Suhu, ini kuperkenalkan engkau kepada dua Enghiong dari Tionggoan yang namanya gilang-gemilang..."
Kwe Cing terkejut, pikirnya: "Oh, kiranya paderi Tibet tinggi kurus ini adalah gurunya."
Dalam pada itu dilihatnya paderi Tibet itu sedang manggut2, kedua matanya melek tidak meram tidak, pangeran Hotu lantas menyambung lagi: "dan yang ini adalah Kwe Cing, Kwe-tayhiap yang pernah menjadi Ceng-se-goanswe di negeri Mongol kita, Dan yang ini lagi adalah Ui-pangcu."
Ketika mendengar Hotu menyebut "Ceng-se-goanswe" mendadak paderi itu pentang kedua matanya hingga menyorotkan sinar tajam, ia pandang beberapa saat pada Kwe Cing, habis itu kelopak matanya menurun pula setengah menutup, sebaliknya terhadap Pangcu dari Kay-pang ternyata sama sekali tak diperhatikannya.
"lni adalah guruku, orang Tibet menyebutnya Kim-lun Hoat-ong dan oleh Hong-thayhou (ibusuri) negeri MongoI sekarang diangkat dengan gelar Houkok Taysu," demikian Pangeran Hotu berkata lagi dengan suara lantang, (Houkok Taysu = imam besar pelindung negara)
Karena kerasnya suara, seluruh hadirin dengan jelas dapat mendengarnya hingga semua orang merasa heran dan saling pandang, kata mereka dalam hati: "Baru saja kita berunding untuk melawan penjajahan Mongol ke selatan, kenapa mendadak lantas datang seorang Koksu (iman negara) dari Mongol?"
Kwe Cing sendiri karena memang kurang cerdas, maka seketika ia menjadi bingung cara bagaimana harus melayani tetamu yang tak diundang ini, tiada jalan lain ia hanya menuang arak dan mengajak minum pada mereka seorang demi seorang sambil mengucapkan selamat datang dan kata2 kagum.
Setelah tiga keliling menyuguh arak, tiba2 Pangeran Hotu berdiri, waktu kipas lempitnya ia pentang, tertampaklah pada kipasnya terlukiskan setangkai bunga Bo-tan yang indah sekali.
"Kedatangan kami guru dan murid hari ini untuk menghadiri Eng-hiong-yan ini walaupun dilakukan dengan muka tebal karena tidak diundang, tetapi mengingat bisa berkumpul dengan para kesatria begini banyak, terpaksa kamipun tak pikirkan lagi malu atau tidak," demikian ia bicara.
"Perjamuan demikian ini memang susah diadakan, waktunya pun susah dicari, kini kebetulan kesatria dari seluruh jagat berkumpul di sini, menurut pendapatku harus diangkat seorang Beng-cu (ketua serikat) dari para kesatria untuk memimpin Bu-Iim dan menjadi kepala para orang gagah di bumi ini, entah bagaimana pikiran kalian dengan pendapatku ini?"
"Usulmu memang tepat," seru si cebol tadi, "Tadi kami baru saja angkat Ang-lopangcu sebagai Beng-cu dan kini sedang pilih wakil ketuanya, bagaimana pendapat saudara tentang soal ini?"
"Ang Chit-kong sudah lama mati, kini pilih setan sebagai Beng-cu, apa kau anggap kami ini setan juga?" sela Darba tiba2 sambil berdiri
Karena kata2nya ini, seketika para kesatria itu menjadi gempar, lebih2 para anggota Kay-pang luar biasa gusarnya, mereka pada ber-teriak2.
"Baikiah, jika Ang Chit-kong belum mati, sekarang juga silakan dia tampil ke muka untuk bertemu," kata Darba pula.
Loh Yu-ka tak bisa kuasai dirinya lagi, sambil angkat tinggi2 tongkat bambu "Pak-kau-pang", segera ia berdiri.
"Selamanya Ang-pangcu berkelana dengan tiada tentu kediamannya, kau bilang mau bertemu dengan dia, apa kau anggap gampang permintaan mu ini?" demikian debatnya.
"Hm," tiba2 Darba menjengek "Jangankan mati-hidupnya Ang Chit-kong sekarang sukar diketahui, sekalipun dia berada di sini sekarang juga dengan ilmu silatnya maupun namanya, apa bisa dia memadai Suhuku Kim-Iun Hoat-ong?"
Hendaklah dengarkan para kesatria yang hadir ini, Beng-cu pilihan Eng-hiong-yan hari ini, kecuali Kim-lun Hoat-ong tiada orang lain lagi yang bisa menjabatnya."
Sampai di sini, para kesatria menjadi tahulah maksud tujuan kedatangan orang2 ini, terang mereka mendapat tahu bahwa Eng-hiong-yan ini bakal mengambil keputusan yang tidak menguntungkan pihak Mongol, maka mereka sengaja datang mengacau dan ikut berebut kedudukan Beng-cu, jika dengan ilmu silatnya Kim-lun Hoat-ong berhasil merebut kedudukan Beng-cu, meski para orang gagah perkasa dari Tionggoan tak takluk pada perintahnya, namun sedikitnya sudah melemahkan kekuatan bangsa Han, dalam perlawanannya terhadap Mongol.
Dalam keadaan demikian, seketika mereka sama memandang Ui Yong, mereka kenal kepandaian Ui Yong yang banyak tipu akalnya, mereka pikir walaupun tetamu berpuluh orang ini setinggi langit ilmu silatnya, tetapi menghadapi lawan ribuan orang yang hadir ini, tak peduli satu lawan satu ataupun secara keroyokan, pasti pihak kita tak ikan terkalahkan Maka biarlah dengarkan saja perintah Ui-pangcu serta menurut petunjuknya.
Melihat gelagatnya, Ui Yong sendiri sudah tahu utusan ini sukar diselesaikan tanpa menggunakan kekerasan, maka segera iapun mulai bicara.
"Para kesatria yang hadir di sini memang sudah angkat Ang-lopangcu sebagai Beng-cu, sebaiknya Taysu (maksudnya Darba) ini mendukung Kim-lun Hoat-ong sebagai calonnya, Kalau Ang-lopangcu ada di sini, sebenarnya bisa saksikan beliau mengukur tenaga dengan Kim-lun Hoat-ong! tetapi beliau justru pergi-datang tiada ketentuan tempatnya, pula tak menyangka bahwa hari ini bakal kedatangan tamu agung hingga tak bisa menunggu di sini sebelumnya, kelak kalau beliau tahu akan kejadian ini, pasti dia akan menyesal tak terhingga.
Baiknya di antara Ang-lopangcu maupun Kim-lun Hoat-ong masing2, sudah menurunkan anak murid. Nah, sekarang biarlah murid kedua belah pihak saja yang mewakilkan guru mereka untuk bertanding?"
Sebagian besar para kesatria dari Tionggoan ini cukup kenal kepandaiannya Kwe Cing yang maha tinggi, pula umurnya sedang kuat2nya, jago2 tertinggi pada jaman ini agaknya tiada lagi yang bisa menangkan dia, sekalipun Ang Chit-kong sendiri yang datang juga belum pasti bisa lebih kuat dari pada Kwe Cing, kini kalau bertanding dengan murid Kim-lun Hoat-ong, maka kemenangan sudah pasti dalam genggaman sendiri, tidak nanti bakal kalah, maka seketika mereka sama berseru akur, hingga genteng rumah tergetar oleh suara sorak gemuruh mereka.
Tetamu yang duduk di ruangan belakang ketika mendapat kabar itu, ber-duyun2 membanjir keluar juga hingga seluruh ruangan pendopo sampai keluar pintu penuh orang.Karena pihaknya kalah suara, maka Kim-lun Hoat-ong menjadi terdesak oleh suasana itu.
Pangeran Hotu sendiri sudah pernah saling gebrak dengan Kwe Cing di Tiong-yang-kiong dahulu, ia insaf kepandaiannya masih dibawah orang.
Begitu pula silat Suhengnya, Darba, juga sebaya dengan dirinya, tidak peduli siapa diantara mereka yang maju pasti akan dikalahkan Tetapi bila menolak usul Ui Yong itu, kedudukan Beng-cu terang tak bisa lagi direbut. Karena itu, ia menjadi bingung tak berdaya.
"Baik, Hotu, kau boleh maju coba bertanding dengan murid Ang Chit-kong," tiba2 Kim-Iun Hoat-ong berkata.
Ternyata paderi yang jauh tinggal di Tibet ini menyangka muridnya, Pangeran Hotu pasti jarang ada tandingannya, paling banyak hanya kalah terhadap Tang-sia, Se-tok dan lain jago angkatan tua saja, sama sekali tak diketahuinya bahwa muridnya itu justru pernah terjungkal di bawah tangannya Kwe Cing.
Karena perintah sang guru itu, mau-tak-mau pangeran Hotu mengiakan, namun ia toh belum berdiri.
"Suhu," demikian ia berbisik, "murid Ang Chit-kong itu terlalu hebat, Tecu mungkin sukar mengalahkan dia, jangan2 akan bikin malu nama baik Suhu saja."
Karena penuturan ini, Kim-lun Hoat-ong rada kurang senang.
"Hm, masakah murid orang itu kau tak bisa mengalahkannya?" demikian jengeknya, "Lekas maju sana !"
Hotu betul2 serba salah, ia jadi menyesal juga, tadinya tidak bilang terus terang pada sang guru tentang pengalamannya dahulu, ia menyangka dengan kepandaian gurunya yang tiada tandingannya di kolong langit, menghadiri perjamuan Eng-hiong-yan, kedudukan Beng-cu pasti akan direbutnya dengan mudah saja, siapa tahu ia sendiri justru disuruh maju melawan Kwe Cing.
Begitulah, sedang ia ragu2, tiba2 seorang laki2 gemuk dengan pakaian bangsa Mongol telah mendekatinya dan bisik2 beberapa kata di telinganya, Karena kisikan ini, seketika Hotu menjadi girang, tiba2 ia berdiri, ia pentang kipasnya dan meng-kipas-kipas.
"Selama ini kudengar Kay-pang memiliki semacam kepandaian pusaka yang disebut Pak-kau-pang-hoat, bahwa ilmu itu adalah kepandaian paling lihay yang menjadi kebanggaan Ang-Iopangcu," demikian ia berkata dengan lantang. "Kini Siau-ong (pangeran yang rendah) yang tak becus ini ingin gunakan sebuah kipas untuk mematahkannya. Kalau aku bisa patahkan ilmu pusakanya itu, suatu tanda kemahiran Ang Chit-kong tidak lebih hanya sebegitu saja !"
Waktu orang itu kisiki Hotu mula2 Ui Yong, tak memperhatikan, tetapi mendadak orang menyinggung tentang Pak-kau-pang-hoat dan hanya beberapa patah kata saja, Kwe Cing yang ilmu silatnya paling kuat di pihak sendiri segera dikesampingkan, ia menjadi heran siapa yang kemukakan tipu-daya itu.
Waktu ia menegas, maka tahulah dia, kiranya laki2 gemuk itu bukan lain adalah Peng- tianglo, satu diantara empat Tianglo atau tertua, dalam Kay-pang. Kini Peng-tianglo memihak Mongol hingga sudah tukar dandanan bangsa Mongol puIa, hanya dia ini saja yang tahu bahwa Pa kau-pang-hoat tidak pernah diturunkan kepada orang Iain kecuali Pangcu dari Kay-pang sendiri, sedangkan Kwe Cing meski tinggi kepandaiannya, Pak-kau-pang-hoat ini ia justru tak paham.
Kini Hotu singgung2 Pak-kau-pang-hoat, terang ia menantang terhadap dirinya yang menjadi pangcu lama dan Loh Yu-ka yang menjadi Pangcu baru, Loh Yu-ka belum lengkap mempelajari ilmu permainan pentung itu dan belum dapat dipergunakan menghadapi musuh, dengan sendirinya ia sendirilah yang harus maju.
Kwe Cing cukup tahu Pak-kau-pang-hoat sang isteri tiadatandingannya di kolong langit ini, menduga dan yakin pasti bisa kalahkan Hotu, cuma beberapa bulan paling akhir ini semangat sang isteri selalu lesu dan tenaga kurang, kandungannya baru tumbuh, Se-kali2 tak-boleh bergebrak dengan orang.
Karena itu, segera ia melangkah maju ke tengah.
"Pak-kau-pang-hoat Ang-lopangcu selamanya tak sembarangan digunakan, baiknya kau belajar kenal saja dengan Hang-liong-sip-pat-ciang ajaran beliau ini," segera ia menantang.
Melihat langkah Kwe Cing kuat bertenaga, diam2 Kim-Iun Hoat-ong terkejut, meski matanya kelihatan meram tidak melek tidak "Orang ini memang nyata bukan lawan lemah," demikian ia membatin.
Sementara itu Hotu telah bergelak ketawa.
"Haha, di Cong lam-san dahulu Siau-ong sudah pernah berjumpa sekali denganmu, tatkala itu kau mengaku anak murid Ma Giok dan Khu Ju-It, kenapa sekarang memalsukan diri sebagai muridnya Ang Chit-kong lagi?" tegurnya pada Kwe Cing.
Dan sebelum orang menjawab, Hotu mendahului menyambung lagi: "Ya, satu orang angkat beberapa guru juga lumrah Cuma hari ini adalah gilran Kim-lun Hoat-ong bertanding dengan Ang Chit-kong, meski tinggi ilmu silatmu, tapi kau dapat dari beberapa perguruan, rasanya sukar memperlihatkan ilmu kepandaian sejati dari Ang-lopangcu."
Demikian debatnya panjang lebar dan beralasan juga, dasar Kwe Cing memang tak pandai bicara, ia menjadi Iebih tergagap tak bisa menjawab, sebaliknya para kesatria lain seketika menjadi ramai sambil ber-teriak2.
"Kalau berani, hayo, bertanding saja dengan Kwe-tayhiap! Kalau tak berani boleh lekas kempit ekor dan enyah dari sini!"
"Kwe-tayhiap adalah anak murid lurus Ang-lopangcu, kalau dia tak bisa mewakilkan gurunya siapa lagi yang cocok mewakili ?"
"Kau boleh coba rasakan enak tidaknya Hangliong-sip-pat-ciang, habis itu baru kau cicipi lagi Pak-kau-pang-hoat juga belum terlambat!"
Begitulah teriakan mereka yang simpang-siur.
Namun pangeran Mongol itu tiba2 tertawa mengadah, waktu ia tertawa diam2 ia kerahkan tenaga dalamnya hingga suara "hahaha" yang kera2 lantang bikin genting rumah se-akan2 tergetar dan suara ribut para kesatria itu sama terdesak tenggelam.
Tentu saja semut orang sangat terkejut sungguh mereka tidak nyana dengan umur semuda orang dan berdandan sebagai bangsawan, ternyata memiliki Lwekang begini lihay. Karena itu seketika mereka bungkam dan tenang kembali.
"Suhu, agaknya kita telah kecewaan orang." kata Hotu tiba2 pada Kim-lun Hoat-ong. "Tadinya "kita menyangka hari ini benar2 diadakan Eng-hiong-yan, maka tanpa kenal capek datang dari jauh untuk ikut serta, siapa tahu yang ada di sini tidak lebih hanya manusia2 yang tamak hidup dan takut mati. Lebih baik kita lekas pergi saja, kalau sial sampai menjadi Beng-cu manusia ini kelak diketahui oleh orang2 gagah di seluruh jagad dan mentertawai kau sudi menjadi pemimpin kawanan "kantong nasi" ini, bukankah cuma bikin noda nama baik engkau saja?"
Semua orang tahu Hotu sengaja memancing agar Ui Yong mau tampil ke muka sendiri, cuma kata2nya yang terlalu menghina itu membikin semua orang sangat marah. Tanpa pikir lagi, sekali geraki pentungnya, segera Loh Yu-ka melangkah maju.
"Cayhe adalah Pangcu bara dari Kay-pang, Loh Yu-ka," demikian ia perkenalkan diri, "Pak-kau-pang-hoat belum ada 1/10 bagian yang kupahami maka sesungguhnya belum mampu untuk di pergunakan Tetapi kau berkeras ingin cicipi rasanya pentung, baiklah, biar kupentung kau beberapa kali."
Sebenarnya ilmu silat Loh Yu-ka sangat bagus, tetapi Pak-kau-pang-hoat atau ilmu pentung pemukul anjing biar lengkap dipelajarinya, namun tidaknya sudah menambah tidak sedikit kekuatannya," kini dilihatnya umur Hotu baru 30-an tahun, ia menduga orang sekalipun mendapatkan ajaran guru kosen, belum tentu latihannya sudah cukup ulet, ditambah iapun tahu kesehatan Ui Yong terganggu, tidak peduli kalah atau menang, tidak nanti Ui Yong disuruh maju untuk menghadapi bahaya itu.

Kembalinya Pendekar Pemanah Rajawali - Chin YungHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin