"Mam,"

"Apa lagi, Bas?"

"Jangan deket-deket sama Suri."

"Ih, apaan sih. Mami nggak larang mau kamu nggak suka sama Suri. Meskipun Mami kasihan sama Suri, kok anak sebaik dan semanis dia bisa suka sama kamu yang jahatnya macam ibu tiri kayak gini. Jadi kamu juga nggak berhak larang Mami dekat sama Suri," Mami mendelik. "Lagian, kamu dengar kan cerita kakaknya Suri tadi? Suri tuh sering sendirian di rumah, karena kakak-kakaknya suka pada sibuk. Apalagi Bundanya juga udah nggak ada. Pas banget, Mami juga sering sendirian di rumah karena kalian udah sibuk dengan urusan sendiri-sendiri. Kamu kerja lima hari seminggu, 9 to 5. Papi pulang paling sering juga sebulan dua kali. Gio sibuk ngurusin masalah kampus. Wajar kan kalau Mami jadi pengen main ke rumahnya Suri, atau ngundang Suri main kesini?"

"Mi,"

Namun Mami sudah mengabaikan Sebastian dan mengalihkan pandangannya pada Sergio. "Gio, kamu udah catat nomor Suri tadi, kan? Tolong masukin juga ke daftar kontak di HP Mami. Nanti habis makan malam, Mami mau telepon Suri."

"Mi,"

"Apa sih, Bas?"

Sebastian langsung bungkam. Cowok itu menghela napas, berusaha mati-matian menahan diri supaya tidak menepuk dahinya keras-keras. Astaga. Harusnya dia tahu mempertemukan Mami yang selalu menginginkan anak perempuan dan Suri yang telah lama kehilangan ibunya adalah sebuah kesalahan besar. Bodohnya Sebastian. Kenapa dia tidak sekalian saja mengundang paranormal betulan, bukannya malah meminta bantuan cewek SMA yang aneh itu?

Sebastian melirik lagi pada Mami, berharap bisa membujuk wanita itu agar tidak terlalu dekat dengan Suri. Namun tatkala melihat bagaimana Mami tampak senang dan sibuk menanyai Sergio tentang peristiwa di kedai es krim dekat SMA 44, Sebastian tahu usahanya hanya akan sia-sia. Sekali lagi, cowok itu melontarkan gerutuan dalam hati.

Dia punya firasat, disinilah semua ketidakberuntungannya bermula.

n  o  i  r

"Yaelah tong, udah jaman modern kayak gini, masih aja hobi nonton Ultraman," Calvin sedang serius melihat aksi Ultraman Cosmos melawan Chaos Header ketika Chandra datang entah darimana dan langsung menjitak kepalanya begitu saja dari belakang. Kesal, Calvin langsung memutar arah tubuh. Tangannya terkepal, hendak meninju Chandra untuk membalas, namun dengan cerdik Chandra berkelit. Cowok itu masih cengengesan saat dia meraih kotak DVD berlabelkan tulisan ULTRAMAN COSMOS dari atas meja, yang sontak membuat Calvin melotot murka.

"Ultraman Cosmos? Buset deh, kayak merek rice cooker aja!"

"Balikin nggak?!"

"Selow, cuy. Cuma kotak DVD gocengan doang!"

"Jangan sentuh barang-barang gue!" Calvin menyipitkan mata pada kakaknya dengan jengah sesaat setelah berhasil mengamankan kotak DVD tersebut dari jangkauan tangan jahil Chandra.

Chandra berdecak sembari kini pandangannya jatuh pada layar televisi yang menayangkan bagaimana manusia super ultra sedang berkelahi dengan monster. Rumah-rumah berukuran mini dibuat runtuh saat mereka bergulingan di tanah, sementara color timer di dada Ultraman mulai berkedip-kedip tanda waktu Ultraman untuk bertempur akan segera habis.

"Apaan coba? Mana ada pahlawan super cuma bisa berantem maksimal tiga menit?" Chandra berkacak pinggang, mengabaikan pandangan menusuk yang Calvin anugerahkan padanya. "Duh, kalau aja gue kenal sama si Mikasa, udah gue kasih obat kuat kali tuh orang biar tahan lama."

"Mikasa?"

"Buset deh, Vin, lo udah sering nonton ini film sampai mabok masih nggak tau juga nama tokoh utamanya?"

NOIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang