Putus [edited]

Start bij het begin
                                    

"Gimana? Lancarkan?" tanya Nana penasaran.

Anwar melihat satu persatu wajah temannya lalu tersenyum. "Melampaui target malahan!" ucapnya girang.

Ado yang menghembuskan napas leganya karena ia tidak harus berakhir di penjara karena utang pensinya.

"Ado!" pekik Sarah kegirangan sambil melompat-lompat memegang kedua tangan Ado lalu memeluknya.

Ado hanya terdiam begitu Sarah memeluknya. Ia merasa usahanya terbayarkan dan mendapatkan bonus lebih dari Sarah.

Saat Ado ingin membalas pelukan Sarah tiba-tiba saja Sarah melepaskan pelukannya dan berlari ke arah Nana.

"Melampaui Na!" ujar Sarah senang.

Begitupun dengan Nana dan Adit, mereka bisa bernapas lega sekarang. Nana sama hebohnya dengan Sarah, mereka saling berpelukan dan melompat kegirangan.

"Gak sia-sia kita door to door!" ujar Nana.

"Iya, gue seneng banget Ado gak jadi di penjara juga!" sahut Sarah.

"Oke guys, besok kita harus bekerja lebih keras lagi. Pensi tinggal besok, ayo ayo semangaat!" ujar Ado menyemangati rekan-rekannya.

Nana melepaskan pelukan Sarah lalu menatap Ado "Semangat!" sahutnya.

Ia merasa senang bisa membantu teman-temannya itu walaupun dia bukan bagian dari panitia pensi.

Di tengah kesenangannya itu tiba-tiba ponsel di saku celananya bergetar. Nana meraih dan dilihatnya satu pesan Line dari Ferdi. Nana mengusap layar ponselnya lalu membuka pesan itu.

Ferdi ♥ : Na, lu napa sih? Akhir2 ini susah bngt gua hubungin? Lu jln ya sama Adit?!

Nana mengerutkan alisnya, ia merasa heran bagaimana Ferdi bisa tau kalau dia bersama dengan Adit hari ini. Ia menghembuskan napas kesalnya lalu memasukkan ponsel tersebut ke dalam sling bag-nya.

Memang sudah beberapa hari ini Nana jarang membalas Line dan mengangkat telpon dari Ferdi. Entah mengapa, ucapan Rena waktu itu selalu membuatnya merasa bersalah jika ia mengingat Ferdi. Nana bukannya sudah tidak sayang lagi, hanya saja ia ingin memberi sedikit jarak untuk sementara agar Ferdi bisa lebih fokus belajar.

"Na?" Nana mengerjapkan matanya beberapa kali begitu ia merasa seseorang menyentuh pundaknya.

Nana menoleh dan melihat Adit sedang menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa ia terjemahkan.

"Lo kenapa? Kok jadi bengong gitu?".

Nana tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Gakpapa kok, Dit."

"Lagi ada masalah ya sama Ferdi?" Nana terdiam, bagaimana Adit bisa mengetahui kalau dirinya sedang ada masalah. "Gue liat lo sama Rena waktu itu di toko buku. Dan, sorry gue gak sengaja denger pembicaraan kalian." lanjutnya yang membuat Nana speechless.

"Ha? Gu..gue gak ada masalah apa-apa kok." elak Nana sambil memaksakan senyumnya.

Adit menatap Nana dengan tatapan yang datar sambil tersenyum tipis. "Kalo gak kuat gak usah di paksain senyum, Na." lalu berjalan meninggalkan Nana yang masih tertegun di tempatnya.

Nana melihat punggung Adit yang berjalan menjauhinya. "Dia lagi kenapa sih?"

✈✈✈

Nana memasuki kamarnya lalu langsung membaringkan tubuhnya di atas kasur. Nana menoleh ke arah jendela kamar Ferdi yang tertutup rapat.

Ia mengambil ponselnya, lalu dilihatnya sudah ada lima panggilan tak terjawab dan 34 pesan masuk dari Ferdi. Nana menghela napasnya lalu mengubah mode jaringan ponselnya menjadi mode Airplane. Nana mengambil bantal lalu mendekapnya, hari ini pikirannya terasa penat hanya karena perkataan Rena yang menginginkannya putus dengan Ferdi dan juga perkataan Adit.

"Kalo gak kuat gak usah di paksain senyum, Na."

Nana memendamkan wajahnya ke bantal yang ia pegang lalu berteriak melampiaskan rasa penatnya. Untung saja teriakkannya tidak begitu keras.

✈✈✈

Keeseokkan paginya seperti biasa di sabtu pagi Nana selalu berlari mengitari komplek rumahnya. Namun, saat sedang asyik menikmati suasana sejuknya udara pagi sambil berlari sendirian ditemani dengan lagu jazz melalui earphone berubah seketika begitu Ferdi datang yang tiba-tiba muncul di sampingnya sambil menarik earphone sebelah kanan Nana.

Nana menoleh lalu mempercepat larinya begitu tahu Ferdi ada di sampingnya.

"Na? Nana!" Ferdi menahan tangan Nana agar berhenti berlari.

"Apaan sih elah!" Nana menarik tangannya secara paksa dari genggeman Ferdi.

Ferdi terkejut melihat sikap kasar Nana. "Lo kenapa sih? Gak ada angin gak ada apa tiba-tiba jadi kayak gini?" Nana hanya menatap Ferdi tanpa menjawabnya. "Jawab dong! Gue butuh alesan kenapa lo jadi kayak gini!" ucap Ferdi sekali lagi.

"Nana!" panggil Ferdi dengan nada yang sedikit menekan.

"Gue udah bosen!" sahut Nana acuh lalu kembali berlari meninggalkan Ferdi yang masih terdiam di tempatnya. Maafin gue, Fer.

Ferdi masih tidak percaya dengan ucapan Nana tadi segera berlari menyusul Nana, diraihnya lagi tangan Nana. "Bosen? Gue gak percaya! Kita baru pacaran sebulan dan lo udah bosen sama gue? Huh, alesan lo belom bisa gue terima!"

"Adit? Apa karena Adit lo jadi gini?!" bentak Ferdi.

Nana merintih kesakitan karena Ferdi terlalu kencang menggenggam tangannya. "Sakit, Fer!" rintih Nana.

Ferdi yang mendengar rintihan itu langsung melepaskan genggamannya lalu menatap Nana yang sudah berkaca-kaca.

"Na, maaf tadi gue kebawa emosi." ujar Ferdi panik.

Nana mengambil dua langkah mundur sambil memegangi pergelangan tangan kanannya yang sakit.

"Jangan salahin Adit, dia gak salah apa-apa. Kemaren gue sama dia cuma nyari dana buat pensi bareng Ado sama Sarah." jelas Nana. Nana memejamkan matanya sebelum ia melanjutkan kalimatnya. "Kita putus aja, Fer." ucapnya lalu berlari kencang meninggalkan Ferdi.

Ferdi tersentak mendengar kata 'putus' dari mulut seseorang yang ia kasihi, entah mengapa kakinya terasa berat untuk mengejar Nana yang semakin jauh darinya.

"Maaf Fer, mungkin ini yang terbaik buat kita." batin Nana sambil terus berlari menjauhi Ferdi.

From Me To You [FIX YOU] - COMPLETEWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu