10. Penolakan dan Kecewa

Start from the beginning
                                    

Rena dan Mala memutuskan untuk menuju lapangan. Sebenarnya, ini keputusan Mala. Cewek dengan rambut pirang yang diikat dengan membiarkan poni sebatas alisnya bebas berhambur di depan kening.

Rena menoleh, lalu mengerutkan alis. "Akrab, apaan?"

Mala mengulum bibirnya. Ia menarik lengan Rena untuk duduk di bangku tepi lapangan yang teduh. Di lapangan, terdapat beberapa siswa yang mengambil eskul bakset berkumpul. Termasuk sang pacar cewek berambut pirang, Mala.

"Ya, biasanya lo sama dia macem Tom and Jerry. Kalau ketemu pasti berantem mulu yang ada. Tapi tadi tumben, sampai makan di kantin bareng lagi," ujar Mala, lalu melambaikan tangannya saat Leon melihat ke arah mereka.

Rena mencebik. "Emangnya nggak boleh? Cuma makan doang, lebay."

Mala terkekeh singkat. "Yadeh."

Lalu diam. Keduanya memusatkan pandangan pada sekumpulan siswa berpakaian khas olahraga basket memulai pemanasan. Pemandangan yang merusak iman. Suara sorak-sorakan dari para penggemar dan juga anggota cheers menggema di lapangan outdoor saat ini. Setelah pemanasan selesai, siswa-siswa yang mengikuti eskul basket memulai jam permainan mereka.

  ♣️♣️♣️

"Na, sori ya, gue lupa kalo ternyata pulang bareng Leon. Mau ngajak bareng, Leon bawa motor, Na. Sori banget," ucap Mala dengan wajah penuh rasa bersalah.

Rena berdecak malas. Ia beranjak berdiri di samping Mala. "Yaudah. Gue naik taksi aja," kata Rena sedikit kesal.

Mala menggaruk pipinya sejenak. Lalu pandangannya jatuh pada Adnan yang baru saja bangkit dari duduknya. "Nan!" panggil Mala membuat Adnan menoleh dan berjalan ke arahnya.

"Kenapa, La?"

Mala melirik Rena yang saat ini sedang melotot. Rena paham maksud Mala memanggil Adnan. Cewek itu berdecak kesal, pelan.

Mala melirik Rena. "Lo mau pulang kan?" Adnan mengangguk. "Gini, gue lupa kalo pulangnya bareng Leon. Gue maksa Rena buat ikut lihat kalian sore ini. So, gue bisa minta tolong sama lo buat anter Rena?"

Rena meringis kecil. Antara malu dan kesal. Dilihatnya Adnan yang terlihat salah tingkah dengan menggaruk rambut belakangnya. Bertepatan saat itu, Leon dan Raga datang menghampiri.

"Sayang, yuk!" ajak Leon pada Mala. Mala meminta waktu sebentar. Di sebelah Leon, Raga berdiri sambil menyekap kedua tangan di depan dada, menyaksikan pemandangan membosankan yang tertangkap kedua bola matanya.

"Duh, gimana ya La, Na. Gue ada janji nih. Nggak bisa nih, kayaknya." Adnan menjawab gugup.

Rena menundukan wajah. Rasanya agak gimana gitu saat tau Adnan menolak. Biasanya, cowok itu yang menawarkan. Harapan pulang bersama Adnan, sirna sudah.

Mala menghela napas pelan. "Nggak bisa ya? Emang ada janji apaan?"

Adnan diam. Semuanya diam. Lalu sebuah suara melengking membuat lima kepala menoleh.

"Nan, ayo! Udah sore nih. Entar filmnya keburu dimulai." Seorang gadis perawakan tinggi, kulit kuning langsat, rambut diikat kuncir kuda, berlari kecil menghampiri lima orang tersebut.

Adnan tersenyum kecut. Melirik Rena yang tampak membuang wajah. "Gue sama Alicia cabut dulu, ya! Sori banget. Maaf, Na." Adnan merasa sangat bersalah. Ia sudah janji dengan Alicia. Janji harus ditepati. Oleh karena itu, alasan Adnan menolak karena janji tersebut.

Setelah Adnan dan Alicia angkat kaki, Mala menoleh ke arah Rena. "Na, you okay?"

Rena tersenyum tipis dan mengangguk. "Fine. Really fine," ucapnya pelan.

Setelah menyaksikan 'pertunjukan' di depannya, Raga mulai angkat bicara sambil merangkul Rena yang ada di sebelahnya. "Udah, Rena bareng gue! Dah," lalu Raga menyeret cewek itu menjauh dari Leon dan Mala yang mengangkat bahu pasrah.

Raga membawa Rena menuju motor besarnya yang sudah kembali akibat diambil pasca kejadian balapan. "Udah gue bilang, hati-hati. Semua yang kelihatan baik di depan, gak selamanya baik. Diam-diam bisa nyakitin." Cowok tinggi itu memakai helm full face miliknya. Lalu menaiki motor dan menyalakan mesinnya.

"Naik. Gue lagi baik nih sama lo hari ini. Jangan geer." Rena yang sudah tidak sanggup lagi, dengan pasrah naik ke jok belakang motor Raga.

Tanpa diminta dan disuruh, Rena melingkarkan lengannya erat pada pinggang Raga. Menenggelamkan wajahnya di punggung cowok itu yang tidak berbalut jaket. Hanya dilapisi baju basket yang berkeringat. Rena tidak segera menjauhkan wajahnya, tidak merasa jijik, bagi Rena, keringat Raga saat ini harum. Entah mengapa, Rena menyukainya.

Hendak protes, Raga membatalkan niatnya saat mendengar isakan kecil. Cowok itu menghela napas pelan dan membiarkan perutnya yang tertekan lengan Rena yang melingkar erat di pinggangnya. Lalu, perlahan Raga mulai menjalankan motor besarnya keluar dari parkiran sekolah.

  ♣️♣️♣️
Sorry kalo ada typo.
jgn lupa vomments ya.

 

Shoplifting HeartWhere stories live. Discover now