Unwelcome

2.3K 134 3
                                    

Aku dan Vivian mendadak terbangun bersama ketika bunyi alarm dari ponselku berdering kencang.

"Annoraaa ... kau ini gak kira-kira." Vivian menggeliat, tangannya menutup sebelah telinganya. Buru-buru aku meraih ponsel itu dan mematikan alarm tersebut.

"Hari ini aku ada UTS jam sembilan pagi, maaf yaa ..." Kukatup kedua tangan sambil tersenyum melihat wajah Vivian yang masih kusut dengan bekas selimut di pipinya.

"Ya sudah, sebenarnya aku juga masuk pagi hari ini." Vivian menghela sambil menggaruk pipinya.

"Wah, kalo begitu aku ikut sampai perempatan ya, nanti aku turun di sana."

"Hmm ..." Vivian menjawab dengan wajah datar. "Apa Reyno tidak menjemputmu?" aku menggeleng.

"Kau pikir dia supir apa?" mataku melotot pada Vivian yang terkekeh.

***

Setengah jam berlalu, setelah mengumpulkan hasil ujian, aku keluar kelas dengan santai, lalu duduk di bangku panjang di depan kelas. Hampir setengah siswa masih berkutat dengan soalan mereka di dalam, termasuk Gwen.

UTS siang itu berhasil kukerjakan dengan baik. Kegiatan bergadangku tadi malam ternyata tidak sia-sia. Rata-rata aku sudah bisa menebak materi yang menjadi bahan ujian. Kuncinya hanya mencatat. Dan Gwen adalah salah satu yang paling malas melakukan itu. Kulihat wajahnya kusut sepanjang UTS, aku juga sudah bisa menebak apa yang nantinya bakal ia keluhkan.

"Annora ..." Ia langsung menghampiriku begitu keluar dari kelas, berjalan lemas dan duduk membungkuk di sampingku sambil menghela panjang.

"Kenapa? soalannya susah ya? kau ketiduran semalam saat belajar?" aku memberondongnya dengan pertanyaan yang membuat Gwen hanya bisa mengangguk lemas.

"Iya, aku hanya bisa mengerjakannya sebagian, sisanya blank!" tangannya menangkup wajah, diikuti ekspresi sedihnya yang malah terlihat lucu. Aku tersenyum kecil lalu merangkulnya. "Padahal aku sudah menghapal catatan darimu."

"Ya sudah, mau menyesalinya juga percuma. Toh kau bisa minta remedial atau tugas tambahan nanti." Tapi Gwen menguncupkan bibirnya.

"Iya sih ... tapi kan merepotkan. Aku harus datang ke dosen itu, lalu bla-bla-bla ..." Gwen mendengus sambil mengerang, dan aku akhirnya tertawa melihat tingkahnya.

"Ya terus gimana?" aku menyenggonya sedikit. "Katanya kau ingin kita lulus bersama? mana semangatmu yang waktu itu?"

"Ahhh ... Annora, orang itu kan punya masa-masa naik turun. Kemarin jujur aku memang tidak sempat belajar. Aku pulang larut malam, dan langsung tidur begitu sampai di rumah. Bahkan tadi pagi nyaris telat karena tidak menyalakan alarm." Aku menggeleng sambil tersenyum, lalu mengusap-usap rambutnya.

"Kalau begitu kembali lagi ke opsi awal. Mau tidak mau, kau harus minta remedial atau tugas. Itu sudah paling benar." Gwen hanya mengangguk pelan.

"Kita makan dulu saja yuk! perutku mendadak lapar mendengarmu. " Dan ia pun menarik tanganku.

***

Sore itu di cafe, aku mencuri tidur di ruang staff. Masih ada satu jam lagi sebelum shift. Sejak semalam bergadang, seharian aku benar-benar menahan kantuk. Tidur hanya tiga jam membuat mataku bagai digantungi barbel. Menangkup di atas meja mendadak terasa sangat nyaman, tanpa sadar mataku mulai terpejam.

Reyno masuk setengah jam kemudian. Ia tersenyum melihatku yang tengah di alam mimpi. Niatnya membuka loker urung. Kakinya malah melangkah menghampiri dan duduk di sebelahku.

Aku tetap bergeming. Kedatangannya tak membuatku terbangun. Mataku tertutup rapat dengan napas yang teratur. Dan itu membuat Reyno kembali tersenyum. Menopang kepala memperhatikanku dengan saksama. Sebelah tangannya menyingkap beberapa helai rambut yang menutupi wajahku. Ia menikmati apa yang dilihatnya. Ekspresiku yang tertidur seolah memberinya kedamaian.

JUST ONE BELIEVE (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang