Your Warm Grip

2.7K 170 1
                                    

Vivian menyesap minumannya sambil menatapku. Mini Mart di pagi hari benar-benar sepi. Hanya beberapa pegawai kantoran yang membeli kopi dan tabloid sebelum akhirnya pergi mengejar jam kerja.

Pandanganku masih tertuju di beberapa artikel properti. Telunjukku menyusuri gambar demi gambar yang memperlihatkan beberapa tawaran harga, cicilan, diskon dan lainnya.

"Nah!" aku menunjuk satu gambar yang tak asing, dan Vivian beringsut ke arahku. Pandangannya langsung tertuju pada sebuah kolom bergambar yang kutunjuk.

"Serius?" Ia masih menatapnya lekat-lekat. Aku mengangguk.

"No comment deh, emang benar-benar keren banget tuh rumah." Vivian menggelengkan kepalanya.

"Jadi ini hasil karya dia? " Vivian sempat mengerenyit dan memilih tidak menyebut namanya. Aku mengangguk.

Semalam Reyno bercerita, rumah kabinnya sempat diliput acara televisi The Dream House, juga majalah Home Gallery.

Tak dipungkiri, Calvin menjadi kunci dibalik arsitektur yang tak biasa itu. Walaupun begitu andil Reyno juga ternyata cukup besar. Aku baru tahu ia menyukai aliran Bauhaus dan Futurism. Aku bahkan tak tahu apa istilah-istilah itu jika ia tidak benar-benar menjelaskannya padaku semalam.

Mengombinasikan kedua aliran dengan memadupadan antara material kayu dan kaca, ternyata diluar dugaan menghasilkan sebuah hasil karya yang brilian dari seorang Calvin.

Ia ingin membuat kesan pada bangunan itu agar tidak terlihat dingin dan angkuh, tetapi lebih ke arahan hangat dan nyaman.

Reyno memang tidak menyebutkan nominal dari pembangunan rumah tersebut. Itu adalah sebuah passion baginya. Seperti juga profesi barista yang diam-diam ia lakukan.

Vivian kini menopang wajahnya melirik penuh arti padaku.

"Dunia memang sempit ..." Ia tersenyum kecil.

"Kau tidak tanya dari mana Reyno mengenal orang itu?" lagi-lagi Vivian menolak menyebut namanya. Aku hanya mengedikkan bahu.

"Tapi setidaknya ada kabar yang lebih bagus sekarang." Vivian tersenyum lebar.

Aku berdehem, menyembunyikan senyuman.

"Hanya mungkin rasanya sedikit aneh saja, memiliki seorang atasan yang ternyata dikencani teman dekat sendiri." Vivian tersenyum jahil, diikuti wajahku yang merona.

"Bisa jadi kontrakku di hotel itu akan diperpanjang nih ..." Vivian melirik Annora yang mengerutkan alisnya.

"Hei, tak ada salahnya membantu temanmu sendiri." Wajah Vivian tampak memelas.

"Ahh ... kau memang selalu ada maunya." Jawabku tersenyum mencibir.

"Kau ini berpacaran dengan "seseorang", Annora." Ia memberi gerakan kutip dengan kedua telunjuknya.

"Bisa kau bayangkan itu kan? Reyno tidak sesimpel yang kau pikirkan. Ia berkedudukan, berkuasa, bahkan ... ia cukup populer." Aku mengerling ke arah Vivian, wajahnya tampak serius.

"Kau tahu kondisi di dunia kerja? jangan kaget jika banyak wanita yang akan bersaing denganmu. Aku bukannya menakuti, tapi dengan berpacaran dengannya, maka mentalmu harus kuat dan siap menghadapi apapun yang terjadi." Entah ada apa dibalik perkataan Vivian, tapi seketika saja hatiku mencelos.

Aku memang tidak berpikir sampai sejauh itu. Hatiku terlalu sibuk berbunga-bunga saat ini.

"Kau hanya harus yakin dan percaya padanya." Vivian menepuk bahuku.

Aku terdiam mencerna kata-kata Vivian.

***

Kelas siang ini agak sepi. Beberapa siswa banyak yang memutuskan untuk absen. Gwen juga sempat berpikir begitu, tapi karena aku tetap ngotot masuk, ia pun mengikuti.

JUST ONE BELIEVE (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang