Butterfly Wings

3.1K 160 1
                                    

Aku terbangun di tengah tidurku. Mataku terasa begitu sepat, dan berat. Sebelah tanganku memijat-mijat kening yang rasanya amat sangat pening. Setengah wajahku masih tertutup bedcover berwarna abu-abu.

Tatapanku lurus ke atas, menemukan interior atap dengan nuansa monocrome yang kukenal.
Tirai hitam, jendela kaca luas dengan city view, lantai parket warna keabuan, semua seperti yang kuingat.

Kamar Reyno.
Ranjang ini ... aku menghela napas.

Kepalaku menoleh ke samping. Kosong.
Aku menghela lega.
Namun, ketika kuperhatikan, tampak bekas kusut di sprei dan bantal, jejak bahwa seseorang sempat tidur di sana. Aku menelan ludah.

Apakah ...

Dadaku mendadak sesak.
Kuintip pakaianku di balik selimut secepat kilat.
Ternyata lengkap. Semua masih seperti sebelumnya.

"Hufffff ...." Kali ini helaan napasku diikuti senyuman kelagaan yang mungkin tampak berlebihan.

Bukannya aku tak percaya dengannya, yang justru kukhawatirkan adalah diriku sendiri yang tidak terkendali sejak tadi malam. Semua masih sangat jelas diingatanku. Jika mungkin, rasanya ingin sekali aku menghindarinya, atau tak bertemu dulu untuk sementara waktu, tapi sayangnya aku sekarang malah berada di dalam kamarnya, bahkan tidur di atas kasurnya. Jadi kuanggap itu mustahil.

Aku beringsut terduduk, mencari tas ranselku, yang ternyata diletakan Reyno tepat di atas meja, di sebelahku. Kurogoh tas itu untuk mencari ponsel di dalamnya.

Aku menekan layarnya, namun tak ada yang berubah, aku kemudian mencoba menekan tombol kecil di tengah-tengahnya, namun tak ada juga yang terjadi.

Ah, benar-benar!
Aku memang lupa men-charge semalam.

Tanganku kembali merogoh saku depan ransel itu, dan mengambil sebuah charge, kutancapkan dan kuletakan ponsel itu di meja. Mataku tak sabar menunggu beberapa menit, sebelum layar kembali hidup.

03.00 A.M

5 new message
3 misscall

Vivian ...
Aku sampai lupa!!!

Kedua tanganku memegang kepala. Mengacak rambutku yang kini sudah tergerai lepas. Lalu turun mengusap wajah.

Akh ... bagaimana ini ...?

Melihat notifikasinya saja membuat panik. Apa yang telah diketik temanku itu sudah dapat dibayangkan. Entah alasan apalagi yang akan kukarang besok pagi.

Kusandarkan punggungku lemas.
Baru genap dua jam aku tertidur. Tapi rasanya seperti hanya beberapa menit.
Kepalaku benar-benar berat dan semakin pusing. Kutekan-tekan pangkal alis, lalu bergerak memutar.

Rasanya haus sekali. Aku kembali menelan ludah. Baru sedetik aku beranjak bangun, darahku mendadak turun drastis ketika berdiri.

Pandanganku mendadak gelap, dan tubuhku roboh terduduk di pinggir tempat tidur. Mataku terpejam menahan rasa pusing yang berputar-putar di kepala. Darah rendah selalu menyerangku bila tak cukup tidur.

Beberapa detik kemudian, pandanganku mulai kembali normal. Aku perlahan berdiri. Melihat anak tangga di ujung kiri, membuatku sempat mengurungkan niat untuk turun. Namun aku akhirnya tetap bersikeras mencoba menuruninya.
Gerakan turunku sudah seperti seorang maling, mengendap-endap agar tak terdengar si empunya rumah.

Belum sampai di ujung tangga, aku melihat Reyno di sebelah kiriku, memunggungiku, membuka kulkas. Topless, dengan celana jeans panjangnya yang tak terkancing dan merosot sedikit di bawah pinggang.

JUST ONE BELIEVE (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang