Not Only Beating Heart

3.2K 152 0
                                    

Di samping kasur itu, aku menatap Vivian yang tengah tertidur pulas, posisi melintangnya menghabiskan hampir seluruh tempat tidurku. Aku menatapnya datar, lalu kembali duduk sambil memeluk kedua lututku.

Hampir jam 12 malam dan mataku tak kunjung terpejam. Rasa kantukku sepertinya hilang begitu saja sejak menyesap kopi kejutan itu tadi sore. Namun sebenarnya bukan cuma itu ...

Kuacak-acak rambutku sambil menghela napas panjang. Mataku menatap nanar ke arah tas ransel di seberangku. Terbuka, dan tampak menyembul sesuatu yang seharusnya kukembalikan.

Bila kuingat-ingat lagi, sebenarnya semua ini ujung pangkalnya adalah ulahku sendiri. Membuat segalanya rumit hingga meruncing ke arah ini.

Dari beberapa jam yang lalu
sampai aku pulang, tak ada sepatah katapun keluar dari mulutku, dan dia seperti dugaanku, tampak menikmatinya. Menungguku, bersikap santai, seolah tak ada yang salah.

Rasanya kesal dengan perasaan ini.

Kenapa dia senang sekali menggodaku terus ?

Kurebahkan badanku di atas karpet itu dengan tangan terentang, sambil menatap langit-langit kamar yang tampak gelap dan pekat tanpa penerangan. Lagi-lagi aku menghela napas.

Apa dia masih menunggu jawabanku? Kalo memang benar ...
Lalu, apa yang harus kukatakan besok?

Kugertakkan gigiku, sambil berusaha memaksakan diri memejamkan mata.

***

"Hei! Annora, bangun ..." Guncangan lembut di badanku, membuat kesadaranku timbul tenggelam.

"Bukannya hari ini kau ada kuliah?", Vivian melanjutkan.

Aku melengkuh, menarik bantal kepala dan menaruhnya di atas wajahku. Vivian tampak terkejut.

"Hari ini aku absen." Kataku dengan suara parau.

"Ada apa denganmu? tak biasanya?" Vivian menatapku penasaran.

"Tidak ada apa-apa ..." Jawabku buram, dari balik bantal.

"Kau itu gak bakat berbohong." Vivian melanjutkan sambil perlahan mengangkat bantal itu.

Namun sebelum bantal itu terangkat semua, buru-buru kutarik lagi, dan kutahan dengan kedua tanganku.

"Aiss, kau ini benar-benar aneh!" Vivian tekekeh melihat tingkah konyolku.

"Ya sudah kalau begitu, aku pergi dulu ya ..." Ia menepuk bantal di atas wajahku, lalu beranjak pergi.

"Kuharap nanti kau cerita."
Sambung Vivian sambil menutup pintu.

Aku menarik bantal itu dari wajahku, lalu memeluknya erat setelah langkah Vivian terdengar menjauh. Badanku memang terasa panas. Tapi aku tak yakin apakah ini memang karena demam. Apa yang kupikirkan sejak semalam, masih terus saja berputar-putar, seolah bianglala yang bergerak cepat.

Ahh ... apa-apaan aku ini?!

***

Elsa mondar-mandir keluar masuk ruang staff sore itu. Ia juga beberapa kali membuka lokerku dan kembali menutupnya.

"Kau lihat Annora, tidak?" Elsa akhirnya bertanya kepada Reyno yang baru saja masuk.

"Memangnya dia belum datang?" tanya pria itu santai, sambil mencuci tangannya di washtafel.

"Aku bahkan tak bisa menghubungi ponselnya." Elsa menghela. "Lima menit lagi shift kalian, aku jadi tak yakin untuk pulang ..." Elsa kembali menatap Reyno bimbang, yang seketika itu tersenyum kecil.

JUST ONE BELIEVE (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang