Reaction

2.8K 142 3
                                    

Sesaat aku merasa tidak pada tubuhku. Bermimpi, dan belum terbangun. Tapi nyatanya aku masih bisa merasakan tanganku yang mengepal, tubuh yang bergeming, bibir yang kelu, dan mata yang nanar.

Telingaku masih berdenging. Kalimat itu seperti lagu yang diputar berulang. Berulang-ulang liriknya bergema di telinga, dan memenuhi kepalaku. Aku tidak tahu bagaimana bereaksi. Semuanya masih berusaha kucerna, dan kuharap, sebentar lagi aku terbangun, karena ternyata aku memang bermimpi.

"Annora ..." Panggil suara itu. Aku menoleh. Menatap pemilik wajah itu. Menunggu senyuman favoritku yang sebentar lagi terkembang di wajahnya, dan semua baik-baik saja.

Tapi nyatanya ... matanya tampak sendu, ia tidak tersenyum, bahkan aku bisa melihat keresahan di wajahnya. Ia terus menatapku lirih.

Pria itu bangkit dan seketika memeluk tubuhku. Kehangatannya sangat terasa. Deru napasnya juga aromanya. Ini terlalu nyata untuk sebuah mimpi. Aku menggigit bibir, sesuatu di dadaku mendadak terasa perih.

"Tolong katakan sesuatu, Annora ..." Reyno semakin mendekap aku di dadanya. Wajahku semakin menempel pada tubuhnya, bergerak naik turun seiring deru napasnya. Tapi aku tetap bergeming.

Reyno perlahan melonggarkan pelukannya, merengkuh wajahku dengan sebelah tangan. Ia terus menatapku, dan menunggu bibirku untuk bergerak. Tapi lagi-lagi aku hanya terdiam, menatap balik wajahnya yang rupawan. Kedua matanya yang tajam, hidungnya yang lancip, dan bibirnya yang sedikit berisi.

Aku tersenyum kecil dan menghela. Ternyata semua adalah nyata. Apa kulihat sekarang, dan apa yang kudengar beberapa menit yang lalu.

"Apa ... kau menyukainya?" hanya itu yang terpikir olehku.

Reyno terdiam bahkan tidak tersenyum. Ia menghela berat, dan tetap menatapku.

"Aku pernah menyukainya." Jawabnya datar. Aku tertegun. Tentu saja ia pernah menyukainya, jika tidak mana mungkin ia sampai bertunangan. Kadang aku merasa bodoh dengan pertanyaanku sendiri.

"Aku tidak mengerti, kenapa baru sekarang kau katakan ini ...?" tanyaku tanpa memandangnya.

"Karena aku menunggu waktu yang tepat." Ia menatapku lekat.

"Dan sekarang adalah waktu yang tepat? setelah aku menjadi kekasihmu?" aku menyambut tatapannya dan tersenyum lirih.

"Iya, Annora. Karena kau sudah menjadi milikku maka aku mengatakannya sekarang."

"Aku belum menjadi milikmu." Aku menggeleng lemah.

"You, will." Reyno memberi penekanan di kata-katanya dan aku menatapnya terdiam.

"How? you belong to someone else!" aku membalas sambil mengalihkan mataku. Emosiku seketika meluap.

"I belong to you, Annora!" sebelah tangan Reyno mengalihkan wajahku menghadap ke arahnya, "from this moment, and since I told you I love you."

Mataku mulai berlinang. Dadaku perih, tapi juga penuh. Aku tak tahu lagi sekarang. Semua bercampur aduk.

Air mataku yang penuh perlahan menetes.

"Kau membuatku bingung sekarang." Kugigit lagi bibirku menahan perasaanku. Tapi Reyno menatapku teduh, sebelah tangannya mengusap pipiku.

"Annora, tolong katakan, apa kau masih yakin dan percaya padaku?" Reyno benar-benar memandang kekasihnya itu dengan saksama, dan ia sangat ingin wanita itu mengiyakan
pertanyaanya.

JUST ONE BELIEVE (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang