What Are We?

3.1K 151 2
                                    

Kembali lagi aku menemukan suasana ini. Ke-fancy-an modern yang tak berlebihan. Ruangan luas berbentuk persegi panjang dengan dua lantai yang tak bersekat, serta atap yang tinggi, dan sejuk.

Sudah hampir 20 menit aku duduk bersandar di atas sebuah sofa leter L berbahan suede-berwarna-krem yang begitu nyaman dan besar. Aku bersandar merebahkan seluruh badanku, dan meluruskan kedua kakiku yang amat pegal.

Hari ini sama seperti sebelumnya, cukup membuat letih, dan menguras energi. Kuambil salah satu dari beberapa bantal berwarna mocca di sampingku, dan memeluknya erat.

Pandanganku kembali dimanjakan dengan bentangan luas pintu kaca bening yang menjadi pemisah antara ruangan ini dengan privat pool-outdoor di seberangnya, yang sejak saat itu, telah menjadi spot favoritku.

Ingin rasanya saat ini juga kubuka bajuku, lalu masuk dan menenggelamkan seluruh tubuh ini tanpa sehelai benangpun. Merasakan kesegaran dan dinginnya air yang tampak kebiruan itu. Aku menopang wajahku menatap penuh kagum.

"Tertarik untuk mencobanya?" suara Reyno dari belakang memecahkan lamunanku.

Aku hanya tersenyum lesu.
"Sudah malam ..." jawabku sambil melirik jam dinding di sudut kiri atas, yang kini sudah menunjukan pukul 10 malam.

"Bukankah hari ini sangat panas?" tanyanya sambil mondar-mandir menyediakan sesuatu, yang entah apa di dapur.

"Memang iya ..." , jawabku ragu.

Tapi kupikir-pikir, yang benar saja, membuka pakaianku dan loncat ke dalam kolam itu, sedangkan saat ini, di belakangku ada seorang pria yang tak kuketahui apapun tentang dirinya.
Tampan, menarik, dan pernah menciumku. Bukannya aku besar kepala, tapi aku tak yakin tak akan terjadi sesuatu bila aku tetap melakukannya.

Belum lagi kejadian "naked" tadi sore yang sebenarnya masih membuatku shock, dan terus mengganggu pikiranku sejak tadi. Membayangkan saja membuat suhu tubuhku panas.

Kulirik Reyno yang sedang mengambil sesuatu seperti taplak dan kain, berwarna hitam pekat, berbahan katun dari dalam rak di dapur.

"Yakin, tak mau kubantu?"
kataku mengalihkan lamunanku, sambil melirik ke belakang. Melihat punggung lebarnya.

"Bantu semangat bagaimana?"
Ia menoleh dan melirikku tajam sambil menggigit bibirnya menggodaku.

"Apa maksudmu ... ?" tanyaku sengit sambil menyipitkan mata. Tapi beberapa detik kemudian aku yang jadi salah tingkah.

Huff ... aku yang payah atau dia yang pintar menaik-turunkan perasaan orang sih? gerutuku dalam hati.

"Makanan apa yang kau pikirkan sekarang?" pertanyaan Reyno yang tiba-tiba membuat lamunanku kembali buyar. Aku menoleh. Lalu sejenak mencerna pertanyaan-nya.

"Memangnya kau akan masak untukku?" tanyaku sambil tersenyum kecil, mencoba menggodanya.

Tapi Reyno malah terkekeh.

"Hmm ... sepertinya ramen enak."
Jawabku spontan sambil mengetuk-ngetuk pipiku dengan telunjukku, membuat Reyno menatapku sambil mengangkat sebelah alis hitamnya tak percaya.

"Kau yakin?" Ia melipat tangannya, dan matanya kini tampak memperhatikan aku dari atas ke bawah sambil sedikit tersenyum.

Tentu saja itu membuatku salah tingkah.
A-apa maksudnya?

JUST ONE BELIEVE (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang