"Aku harus tersenyum,"

Sampai di dalam kelas, Hinata melihat Ino yang sedang serius menulis. Tapi ia tidak mendapatkan sosok Naruto di kelas. Sampai saat ini, Hinata merasa aman. Kemudian ia menaruh tasnya di atas meja dan menghampiri Ino yang sedang sibuk sendiri. "Selamat pagi Ino," sapa Hinata.

"Pagi Hinata," balas Ino.

"Naruto kok belum datang?" tanya Hinata penasaran, padahal sebentar lagi bel akan berbunyi. Meski lagi tidak mau bertemu dengan Naruto, ia tetap harus tahu keadaannya. Untuk saat ini, urusan sekolah yang lebih utama. Kalau urusan pribadi, lupakan saja dulu.

"Kamu tidak tahu Hinata? 'Kan Naruto beserta Kiba sedang mengikuti olimpiade atletik se-Jepang yang dilaksanakan pada hari ini. Paling mereka datang ke sekolah nanti siang ," jawaban dari Ino telah menjawab pertanyaan Hinata.

Jadi Naruto dan Kiba sedang berlomba untuk meraih kemengangan dan membawa nama baik sekolahnya. Apa sekolah Hinata akan dikenal kalau Naruto atau Kiba dapat menjuarai olimpiade itu? Yah. Pokoknya Naruto atau Kiba harus berjuang. Meski Hinata tidak tahu itu sama sekali, karena tidak ada yang mengabarinya. Bahkan Naruto sendiri, tidak memberitahukan Hinata. Ia baru tahu dari Ino belum lama ini. Ia juga tahu kalau dirinya sedang ada masalah dengan Naruto, tapi ia tidak menyangka bahwa Naruto akan jadi tertutup kepadanya.

"Ino sedang menulis apa?" tanya Hinata penasaran, karena dari tadi Ino tidak berhenti menulis. Menjawab pertanyaan Hinata pun, tidak melihat wajah Hinata. Hanya mulutnya saja yang bergerak, tapi matanya tidak. Itu adalah cara yang salah saat berbicara dengan seseorang, tapi Hinata dapat memakluminya.

"Oh. Aku sedang menulis sesuatu yang sangat penting. Harus selesai siang ini, jadi aku tidak punya banyak waktu." jawab Ino setengah-setengah, tanpa memberitahukan apa yang sedang ditulisnya. Kalau Ino menjawab seperti ini, biasanya Ino tidak mau memberitahukannya lebih dalam. Apa yang sedang ditulisnya, atau untuk apa ia menulisnya. Hinata juga tidak dapat memaksa untuk mengetahuinya, jadi biarkanlah saja.

Untuk tidak mengganggu tugas Ino, sebaiknya Hinata pergi saja ke suatu tempat yang dapat menenangkan dirinya. "Kalau gitu aku pergi ke suatu tempat dulu ya," pamit Hinata.

"Eh, jangan. Sebentar lagi bel berbunyi," peringat Ino, barulah saat ini ia melihat wajah Hinata, dan itu membuatnya kaget. Wajah itu, padahal sudah lama Hinata tidak menunjukkan padanya.

"Hanya sebentar kok,"

Ino menghela napasnya, Hinata memang harus pergi ke suatu tempat yang dapat lebih menenangkan dirinya. "Baiklah. Silahkan menenangkan dirimu." kata Ino dan tersenyum tipis.

"Terima kasih."

Hinata pun berlalu dari sana, ia mengingat apa yang diucapkan Ino terakhir kali. 'Apa ketahuan?' tanyanya dalam hati. Apa memang wajahnya tidak terlihat seperti biasanya? Padahal 'kan Hinata sudah tersenyum.

'Kok Hinata memaksa untuk tersenyum ya? Sebenarnya apa yang terjadi?'

Hanya dengan senyuman, tidak mungkin dapat menutupi masalah. Itulah yang diketahui oleh Ino.

Keberadaan Hinata sekarang berada di atap, sudah lama sekali rasanya tidak berbaring di atap sekolah. Padahal belum lama ini ia bersama dengan Naruto bolos pelajaran dan berada di sini, meski pada akhirnya ia tertidur dengan pulasnya selama berjam-jam. Sebelum mengetahui mitos itu juga, Hinata selalu datang ke atap untuk makan siang dan bersantai. Karena angin yang berhembus di atas sekolah lebih terasa, dan dari atap pun dapat melihat pemandangan yang indah yang tidak dapat dilihat dari sisi bawah.

"Aku harus berpikir,"

Hinata bersandar pada dinding di sana, melihat awan yang begitu cerah. Belum ada sinar matahari yang mencekat mata. Pemandangan langit itu memang pemandangan yang paling indah. Seindah mata Naruto.

26 Days : Koi of Love [COMPLETED] [PRIVATE]Where stories live. Discover now