15th Day : Obat

2.5K 157 7
                                    


Disaat aku terluka, entah itu luka dalam atau luar. Sesuatu yang mengeluarkan darah atau tidak, itu tidak menjadi masalah bagiku. Karena dengan keberadaan Naruto saja, luka itu sudah sembuh dengan sendirinya. Rasa sakit yang awalnya kurasakan, sudah menghilang karenanya. Meski Naruto sendiri yang membuatku terluka, tapi Naruto sendirilah yang juga menyembuhkannya. Yah. Naruto adalah obat bagiku.

Apakah aku juga bisa menjadi obat untuk Naruto?

26 Days : Koi of Love

'Terima kasih sudah datang ke pernikahanku, Hinata!'

PATS. Mata itu terbuka seketika, ia memegang kepalanya yang sedikit terasa pusing, "Ugh. Mimpi buruk." diiringi dengan sinar mentari, yang masuk melalui celah jendela kamarnya.

Matahari sudah mulai menunjukkan sosoknya, dan sudah menjadi kebiasaan bagi seorang Hinata untuk bergegas masak. Bukan kebiasaan juga sih, karena hari ini adalah jatah dirinya memasak. Jadi tidak boleh terlalu santai, karena hari ini juga sekolah. Masak sarapan pagi, dan masak untuk bekal. Mungkin akan membutuhkan waktu yang lebih lama dari biasanya. Kemarin Hinata sudah janji pada Naruto akan membuatkannya bekal, setidaknya untuk menghibur Naruto yang baru saja tertimpa musibah. Mungkin saja dengan memakan masakan Hinata, hati Naruto akan kembali normal.

"Tapi, kenapa ada kejadian tidak terduga begitu sih?" tanya Hinata menuruni anak tangga secara perlanan, sesekali menguap karena masih merasa ngantuk.

Hinata memang tidak tahu kejadian pastinya bagaimana. Tapi, bisa-bisanya merobek baju anak perempuan di tempat umum. Kalau kejadian seperti itu terjadi pada Hinata, sudah pasti Hinata tidak akan berani masuk ke sekolah lagi. Hinata menggeleng-gelengkan kepalanya, ia harus konsentrasi sebelum masak. Bisa-bisa nanti tangannya terpotong, atau mungkin masakannya nanti gagal. Ia masuk ke dapur dan mengambil bahan-bahan dari dalam kulkas.

"Baiklah! Waktunya memasak."

Cuci beras, membersihkan sayuran, potong-potong sayuran, keluarkan bahan-bahan yang dibutuhkan. Selama kegiatannya memasak, masih aman-aman saja, tapi saat bagian merebus, pikirannya melayang ke mimpi tadi. Mimpi itu, melewati lima detik, pasti akan dilupakan, 'kan? Tapi ini kenapa masih diingat?! Sudah sepuluh menit Hinata mengingatnya.

"Ugh." Hinata menundukkan kepalanya, mengingat-ingat mimpi itu lagi. Naruto menikah dengan gadis yang begitu cantik, meski Hinata tidak dapat melihat jelas sosok gadis yang ada di sana. Naruto terlihat sangat bahagia, tapi kenapa Hinata malah tidak dapat merasakan kebahagiaan itu?

"Untungnya cuma mimpi," kejadian seperti itu, tidak mau Hinata ingat-ingat lagi. Cukup hanya di dalam mimpi saja, dan tidak usah dimimpikan lagi. Ia tidak mau kalau sampai mimpi itu menjadi kenyataan.

"Mimpi buruk ya, kak?" tanya Hanabi yang baru saja masuk ke dalam dapur, ia mau menemani Hinata memasak. Tapi sepertinya tidak ada yang bisa dibantu lagi. Karena masakan Hinata sudah hampir selesai.

Hinata mengangguk, "Mimpi kak Naruto menikah sama orang lain ya?" tanya Hanabi kembali. Hinata mengangguk lagi, "Oh begitu, perkiraanku tepat ternyata." Hanabi melihat masakan Hinata. "Mau luber tuh kak," peringat Hanabi.

Hinata melihat masakannya, ia kaget dan langsung mematikan kompor. Hampir saja kompor kotor dengar air butek yang digunakan untuk merebus. "Makasih sudah dikasih tahu ya," ucapnya dan meniris rebusan itu.

Tapi ada yang aneh, kenapa Hinata tidak kaget mendengar Hanabi yang tahu tentang mimpinya ya?

Satu jam kemudian, akhirnya semuanya telah selesai makan. Sarapan pagi, sudah beres. Hinata memasak masakan yang gampang dimakan, tidak terlalu berat tapi enak. Biasanya 'kan orang malas sarapan pagi, jadinya begitu. Bekal untuk Hiashi, Neji, Hanabi, Naruto, dan untuk Hinata sendiri pun juga sudah siap. Tapi bekal untuk Naruto beda sendiri, karena ini spesial.

26 Days : Koi of Love [COMPLETED] [PRIVATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang