🍁 Chapter [6] 🍁

67.7K 2.1K 18
                                    

Author POV

Sinar mentari pagi begitu menyilaukan mata dua insan yang masih bergelung dibawah selimut itu. Sang wanita terbangun lebih dulu.

"Errghhh"racaunya dan ingin segera bangun.

Namun pergerakannya terhenti karna melihat lengan kekar seorang lelaki yang melingkar sempurna padanya. Perasaan hangat dan bahagia itu datang di hati Stella. Meskipun suaminya itu tidak sadar namun dirinya sadar dan itu membuatnya bahagia, merasa bahwa dirinya berharga dan... Oke cukup berangan.

Dengan kekuatan ekstra Stella menyingkirkan lengan kekar itu dari tubuhnya dan berjalan menuju kamar mandi. Membersihkan tubuhnya dan segera turun kebawah. Orangtuanya dan mertuanya sudah menunggu dibawah. Namun setelah tiba yang terlihat baru orangtuanya dan Milley saja, entah ada dimana mertuanya pagi ini.

"Ciee aduh pagi-pagi abis keramas ciee"ledek Milley yang membuat Stella menunduk malu.

"Ko diem sih kakak ipar? Gimana semalem udah di bikin dedenya?"goda Milley lagi membuat Stella semakin terpojok dan lebih memilih diam sesekali tersenyum singkat. Bukan senyum bahagia tapi senyuman hambar dan masam.

"Bangunkan saja suamimu itu, biar Mamah yang menata makanannya"ucap Cindy lembut.

"Baiklah, Mah"balas Stella lalu masuk kembali ke kamarnya.

Ruangannya kosong tak ada siapapun disana. Dan tak lama terdengar bunyi air gemericik dan Stella yakin itu adalah bunyi dari kamar mandi. Stella melanjutkan jalannya menuju lemari pakaian memilah-milah pakaian apa yang cocok di kenakan oleh Steven di pagi ini. Pilihannya jatuh pada kaos berwarna biru dan celana santai yang berwarna senada. Selesai dengan pakaian tak berapa lama pintu kamar mandi terbuka dan menampilkan tubuh segar dan atletis milik Steven.

"Ini... hmm... Mas pakaiannya"ucap Stella sedikit ragu.

Namun yang di panggil hanya diam malah berjalan melewatinya dan mengambil baju lain di lemari itu. Sebesit rasa sakit itu muncul di hati Stella. Dirinya masih mematung dengan kedua tangan membawa baju sang suaminya yang bahkan dilihat saja tidak apalagi di pakai.

"Mas... Bisakah kamu tidak mendiamkanku?"tanya Stella setelah melihat Steven berjalan menuju pintu.

"Begini lebih baik, dan apalagi memangnya yang kau harapkan dariku hah? Ingin di perlakukan lembut begitu? Cih... Hanya dalam mimpimu Ny. Stella"jawab Steven ketus dan berlalu meninggalkan Stella yang masih mematung di tempatnya tadi.

Setetes air matanya turun dan segera dia usap dan mengembalikan pakaian tadi ketempatnya semula.

"Aku pasti bisa. Aku harus kuat demi Mamah, Ayah , Milley, dan semuanya yang mendukungku disini"gumam Stella menguatkan dirinya dan kemudian berjalan kembali ke bawah ke tempat meja makan.

Semuanya sudah berkumpul dan menyisakan satu bangku di samping Steven. Tanpa ragu Stella berjalan dan duduk disana.

"Mas, mau makan apa?"tanya Stella kembali mengatur pernapasannya.

"Roti aja"jawab Steven singkat.

"Selainya apa?"tanya Stella lagi.

"Terserah"jawab Steven cuek.

"Abang suka selai rasa kacang kakak ipar"bisik Milley di samping Stella lalu dengan cepat mengambil selai kacang itu dan mengoleskannya di roti.

"Aduh... Penganten baru ko diem-dieman aja sih"goda Cindy karna tidak tahan dengan sikap malu-malu Stella.

"Itu mah wajar namanya juga baru mungkin masih menyesuaikan"ucap Alaric

Seketika acara sarapan pagi itu berlangsung diam dan sunyi. Tidak ada yang berniat mencairkan suasana.

🍁🍁🍁

Siang muncul lebih cepat dan hari begitu panas. Stella biasanya akan memakai kaos oblong dan hotpans namun sekarang dirinya hanya bisa berangan. Mana mungkin dirinya mempermalukan dirinya sendiri di depan suami dan mertuanya.

"Ganti aja bajunya kalo gak nyaman"ucap Steven dari belakang.

"Ehh... Mas, sejak kapan disitu?"tanya Stella yang tidak menyadari suaminya berada di belakangnya. Tadi dia masih di kamar dan sekarang sudah ada di sampingnya di taman belakang rumah.

"Dari tadi. Makanya jangan ngelamun mulu"jawabnya ketus.

"Maafin aku, Mas"ucap Stella akhirnya.

Tak ada lagi yang berbicara disana hanya ada suara motor depan rumah yang berjalan dengan kencang. Suasana menjadi canggung dan membuat Stella tidak tahan.

"Mas, mau aku masakan apa?"tanya Stella akhirnya.

"Terserah"jawab Steven cuek lalu bangkit berdiri meninggalkannya lagi sendirian.

"Jika tugasku adalah mencintaimu, semoga menyakiti bukanlah tugasmu, Mas"gumam Stella lirih.

🍁🍁🍁

Dering telvon mengagetkan Steven yang baru berjalan dari dapur ingin kembali ke kamar. Senyumnya mengembang setelah melihat siapa yang menelvonnya.

"Halo, sayang"sapa Steven dengan lembut dan penuh sayang.

"Kamu kemarin kemana ko gak ngabarin aku? Aku kan kangen, Mas"ucap Clara di sebrang dengan nada manjanya.

"Maafin aku kemarin aku sangat lelah, sayang. Akupun begitu merindukanmu. Bagaimana kalau kita jalan hari ini?"usul Steven dirinya sudah masuk kedalam kamarnya dan berdiri di balkon kamar itu.

"Hmm... Aku gak bisa jadwalku padat banget soalnya, lagipula ini kan masih terlalu cepat bila kamu keluar bersamaku, sayang. Bisa-bisa Mamahmu itu akan menggantungmu nanti"ucap Clara mengingatkan. Ada jeda sesaat.

"Baiklah, mungkin minggu depan ya"ucap Steven menerawang kedepan.

"Ya... Aku bisa jika minggu depan. Sampai nanti, sayang"balas Clara lalu sambungan terputus sebelum Steven membalas perkataan kekasihnya itu.

Tanpa Steven sadari Stella mendengarkan percakapannya dengan Clara tadi. Tubuhnya begitu lemah dan merosot kebawah lalu menangis dalam diam. Steven pun hanya diam memandangi ke depan dengan pandangan kosong. Hanya dia dan tuhan yang tahu.

"Kenapa jadi begini...
Tidak bisakah waktu kembali lagi dan aku bisa bebas dari wanita itu.
Pernikahan ini hanya akan menyakitkan bagiku dan dirinya.
Aku tidak bisa membagi cintaku dan lebih tepatnya tidak mau. Karna seluruhnya sudah menjadi milik clara. Dan selamanya hanya padanya seluruh rasa sayang dan cintaku kuberikan"

~Steven Vallerosha~

"Kenapa begitu sakit hanya untuk mengenalmu lebih dalam.
Kenapa begitu sakit hanya untuk mencintaimu.
Kenapa begitu sakit hanya untuk berada disisimu...

Katakan padaku kenapa?
Kenapa takdir mempermainkan perasaanku dan dia.
Jika aku tidak bisa menggapainya, kenapa pernikahan ini terjadi?

Tidak cukupkah aku menderita selama ini.
Mana pelangi yang akan datang setelah hujan?
Mana kebahagkan yang akan datang setelah adanya air mata?
Tunjukan padaku dimana kebahagianku?

Sakit di hatiku ini tiada yang tahu.
Derita yang kurasakan pun tiada yang tahu.
Aku menyimpannya rapat dan tak ingin membaginya pada siapapun..."

~Stella Vallerosha~

"Haruskah pernikahan ini tetap dilanjutkan?"gumam Stella dan Steven dalam hati mereka.

~Bersambung~

[3] My Wife StellaWhere stories live. Discover now