Bag.19 : Kejahilan dan Kesedihan

146 6 0
                                    

Zero masih menatap mereka berdua dengan tatapan cemburu, mulutnya sedari tadi menggerutu tidak jelas, ditambah Lora yang terlihat begitu menikmati kebersamaannya bersama Zoka,senyumnya tiada henti mengembang layaknya bunga.

"Ciiiih......Memuakkan"

Kata-kata itu yang sedari tadi terlontar dari mulut Zero, entah apa yang berada dibenaknya namun terlihat jelas ketidaksukaannya terhadap Zoka, ditambah kompetisi yang belum disepakatinya sama sekali ooh.. itu benar-benar membuat otak Zero semakin frustasi.

"Aaggrhh...." Zero frustasi, ia acak-acak rambutnya karena jengkel, matanya kembali melirik kearah Lora, sial  ternyata Zoka tengah menatapnya dengan tatapan mengejek, Zoka mengedipkan sebelah matanya kepada Zero dan tangannya semakin erat memeluk Lora, kepalanya kembali disandarkan dibahu Lora dan perbuatan itu semakin membuat Zero geram.

Zero mulai berfikiran jail, ia tarik pedangnya yang terselip ditas perbekalan milik Lora, dari jauh Zero memukul kepala Zoka dengan ujung pedang, dengan cepat pedang itu ditarik dan disembunyikan dibalik punggungnya

"Heii...." Zoka menatap Zero dengan tajam namun Zero membuang muka, seolah-olah tak ada yang terjadi diantara mereka, Zoka kembali menatap lurus kedepan kembali menikmati kebersamaannya bersama Lora, lagi-lagi kejahilan Zero berlanjut, kembali ia pukulkan ujung pedangnya kekepala Zoka. Zoka kembali menengok kearah Zero dengan tatapan kesal, Kali ini Zoka tak berdiam diri, matanya memandang tajam kearah Zero, Zero menyipitkan matanya melihat sesuatu yang aneh pada diri Zoka, matanya terbelalak ketika memfocuskan pandangannya kearah Zoka, tidak mungkin mata Zoka bercahaya dan seketika kuda yang Zero tunggangi terjun bebas tak dapat terbang. Zero panik, dipegangnya tali yang terikat dileher putih kuat-kuat, kakinya mencengkram punggung putih agar tak terpisah, sedang Lora yang melihat kejadian itu langsung berteriak dan meminta Zoka untuk menolong Zero namun bukannya menolong Zoka justru tertawa puas ketika melihat Zero yang tengah panik menghadapi situasinya yang genting itu. Lora melotot menatap Zoka dengan wajah marah, berharap agar Zoka dapat menolong Zero dengan cepat "baik-baik aku akan menolongnya" seru Zoka, diarahkan tangannya kearah Zero dan kudanya berada, entah apa yang dilakukan namun dari tangannya terlihat keluar cahaya putih tepat mengenai kuda itu dan kembali, suasana kembali aman seperti semula.

Perlahan-lahan kuda itu naik keatas, keseimbangannya kembali dan Zero bisa bernafas dengan lega tanpa takut terjatuh. Zero menghela nafas lega, dipandangannya wajah Zoka dengan tatapan sinis

"apa kau ingin bermain-main lagi Zero?" tanya lelaki itu mengejek "hei..ayolah aku hanya bercanda kawan tidak perlu semarah itu" jawab Zero enteng "sudahlah kalian tidak perlu bertengkar seperti ini" sahut Lora yang menatap kearah Zero dengan tatapan tidak suka.

"Baiklah kau menang Zoka" jawabnya ketus, namun Zoka terlihat puas setelah berhasil mengerjai Zero dengan cara yang lebih ampuh... "Hahahaha" tawanya jahat namun itu hanya diperlihatkan untuk Zero semata. Perjalanan masih berlanjut melewati perbukitan yang cukup curam membuat Zero enggan untuk menatap kebawah, sedang Lora terlihat begitu menikmati perjalanan ini.

Matahari mulai meredup, suasana sudah hampir gelap Lora mengajak mereka untuk mencari tempat peristirahatan yang nyaman namun belum sempat mereka turun mata Lora tertuju pada sebuah desa yang dipenuhi dengan asap gelap, mengepul diudara, Lora penasaran dipandangannya desa itu dengan seksama dari atas langit, desa itu seperti baru saja terbakar namun aneh. Diputuskan akhirnya mereka bertiga turun kebawah untuk mencari tahu sebenarnya apa yang baru saja terjadi dengan desa itu.

Mayat bergelimpangan dimana-mana, anak kecil,para wanita bahkan para manula... Pemandangan ini benar-benar membuat kami tak tega untuk melihatnya, kami menyusuri blok-blok dari rumah itu yang sudah berubah menjadi abu hanya segelintir orang yang masih hidup namun dengan luka yang cukup parah. Lora mendekati salah satu penduduk yang tengah duduk bersender disebuah bangku yang setengah utuh, kakinya mengalami luka yang amat begitu parah, sedang tangannya memegangi sebelah tangan kirinya yang juga terluka seperti luka bakar "maaf jika kami lancang... tetapi apakah paman bisa memberi tahu kami dengan apa yang baru saja terjadi?" tanya Lora dengan wajah serius, lelaki itu memandangi kami bertiga secara bergantian perlahan-lahan mulutnya mulai berbicara setengah berbisik "wa..wanita itu" jelasnya terpotong mengingat nafasnya mungkin seperti tercekat karena menahan sakit dari luka-lukanya "siapa wanita itu? dan apa yang telah dia lakukan kepada paman maupun penduduk desa?" tanya Lora mengharap penjelasan lagi "dia telah meracuni kami, karena kami tidak mau menjadi pengikutnya, dia marah lalu membakar kami dari tangannya keluar sebuah api dan langsung melalap desa kami tanpa memperdulikan anak cucu kami." Jelas lelaki itu, aku termenung, batinku berkata mungkinkah wanita yang dimaksud adala Sylia.? jika memang benar aku harus cepat menemukannya karena tak ingin ada korban lebih banyak yang akan berjatuhan.

"Zero ambilkan tas perbekalanku" pinta Lora, segera Zero mengambil botol cairan yang Lora maksud, pasti Lora ingin menolong lelaki itu dengan cairan pink. Zero lalu mengulurkan botol itu kearah Lora, Lora menengok menatap Zero seolah mengerti dengan apa yang Lora minta tanpa disuruh "makasih" ucap Lora sembari mengambil botol itu lalu mengoleskan cairan itu keluka-luka lelaki tadi. Reaksi yang sama terjadi pada kaki serta tangan lelaki itu, perlahan-lahan lukanya menutup dan kondisi lelaki itu membaik. Sedang Zoka, Zoka yang sedari tadi berdiri disamping Lora dengan tangan terlipat sedang tangan satunya menopang dagu, tak henti-hentinya mengamati kesekeliling desa. Ditatapnya sekitar desa itu dengan tatapan penuh penasaran, Zoka menghentikan pandangannya, matanya tertuju pada sesuatu benda yang menarik perhatiannya. Perlahan ia melangkahkan kakinya menuju dimana benda itu berada, ia berjongkok lalu memungut benda yang sedari tadi menarik perhatiannya, ditatapnya benda itu lekat-lekat. Ia kembali melangkah mendekati Lora dan Zero berada

"Lora apa kau mengenal benda ini?" tanya Zoka, Lora kemudian bangkit, membalikkan tubuhnya kehadapan Zoka, lalu ia menatap benda yang tengah digenggam oleh Zoka terkejut bukan kepalang benda itu sebuah liontin dari kalung yang pernah dipakai oleh Sylia... "Biadab tak berprikemanusiaan" Lora mengumpat meremas benda itu dengan sekuat tenaga, terlihat dari matanya sebuah kemarahan yang tengah membakar hatinya.

"Tunggu saja.. aku akan menghentikanmu Sylia" ucapnya dengan penuh amarah. "Hei jangan lupakan aku nona" sahut Zoka sambil mengangkat sebelah tangannya lalu mendekat kearah Lora, "aku juga" sahut Zero tak mau ketinggalan. Lora tersenyum menatap mereka berdua saling bergantian, lalu memeluk mereka dengan begitu eratnya "terimakasih..terimakasih" bisiknya pelan. Sedang mereka yang mendapatkan pelukan tak terduga hanya saling bertukar pandang lalu tersenyum tipis dan mulai merangkul satu sama lain. "Ok..sudah cukup teman-teman" ucap Lora dan melepaskan pelukan dari mereka berdua, Lora kembali berjalan kearah laki-laki paruh baya yang baru saja ditolongnya. Terlihat laki-laki itu kini sudah semakin membaik luka ditangannya sudah menutup dengan sempuran tinggal dikaki yang masih dalam proses penyembuhan. "Kami pamit paman.. kami harus melanjutkan perjalanan" pinta Lora berpamitan dengan lelaki itu "kalian mau kemana nak?" tanya lelaki itu menatap kearah kami bertiga, aku menoleh menatap Zoka dan juga Zero mengharap jawaban dari salah satu mereka. Namun mereka menaikkan kedua bahunya secara serentak tanda tak tahu, dengan lesu akupun menjawab pertanyaan paman itu "tidak tau paman..." jawabku pelan "beristirahatlah disini nak.. biarkan paman membalas kebaikanmu, setidaknya memberi tumpangan untuk bermalam.." lelaki paruh baya itu kemudian bangkit, lalu menuntun kami mengikuti langkahnya. Tak cukup jauh kami sudah sampai dirumah lelaki itu, beruntunglah rumah itu belum terbakar sepenuhnya hanya bagian pinggir dan setengah atapnya berlubang, yah setidaknya ini cukup untuk berlindung dari dinginnya angin malam, "semoga saja tidak hujan" bisik Zoka pelan sembari menatap atap yang terlihat berlubang itu. Lelaki itu kemudian masuk dan mempersilahkan kami masuk mengikuti kedalam rumah, menyuruh kami duduk dilantai rumah beralaskan emm.. mungkin mirip seperti tikar tapi ukurannya lebih kecil dan hanya muat untuk satu orang. Kami duduk namun lelaki itu pergi kearah dapur, merasa bahwa aku seorang wanita aku bergegas pergi menyusul lelaki itu kedapur mungkin saja ia hendak memasak.

Cukup lama kami didapur, menyiapkan makan malam dan membuat suguhan bagi kami bertiga eh maksudku berempat. Aku keluar membawa nampan berisi makanan namun tak kudapati mereka berdua diruang tamu. Segera kulangkahkan kakiku menuju luar dan mendapati mereka tengah bahu membahu mengubur jenazah yang bergelimpangan ditanah, cukup miris... Yah pemandangan disini benar-benar cukup miris. Kuhela nafas panjang dan memanggil mereka untuk masuk kedalam rumah, "Lora kemarilah" teriak Zoka pelan sambil melambai kearahku, aku yang tengah bersender dipintu rumah langsung berlari menghampiri Zoka dan Zero yang sedang berdiri didepan makam.

"Kita adakan ritual pelepasan roh.. Agar mereka bisa pergi dengan tenang" ucap Zoka yang langsung kujawab dengan anggukan, sebuah api unggun dan beberapa tangkai bunga menjadi penanda dimulainya acara pelepasan roh. Tangan kami saling bergandengan lalu memejamkan mata bersama-sama. Beberapa penduduk yang masih hidup juga mengikuti ritual pelepasan roh dengan isak tangis. Sedih bercampur duka itu yang kurasakan, hingga tak sadar air mataku ikut jatuh menetes, teringat akan kejadian nenek Merry yang juga menjadi korban atas kejahatan Sylia. Zoka membuka mata lalu melepaskan genggaman tanganku dan melangkah maju kedepan makam, sebuah tali putih diikatkan ditiang makam sebagai tanda upacara pelepasan telah selesai. Zero yang sedari tadi masih mengenggam tanganku, mengarahkan pandangannya kearahku lalu memelukku dengan erat hangat itu yang kurasakan "jangan bersedih Lora, kami disini akan membantumu" bisik Zero pelan. Aku mengangguk lalu mengajak mereka masuk kerumah lelaki tadi.




Petualangan LoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang