Bag.11:Bukit

136 6 0
                                    

Entah mengapa setelah mengalami kejadian yang bagiku seperti mimpi itu, tubuhku menjadi lebih ringan, pandangan serta pendengaranku menjadi lebih tajam bahkan rasa sakit ditubuhku sudah tak kurasakan lagi. Ditambah pakaianku yang kini telah berubah layaknya seorang putri dinegri dongeng, dan ini benar-benar nyata.

"Kau melamun.."

terdengar suara dari belakang punggungku yang tak lain adalah zero, dia menatapku dengan senyuman tipis dibibirnya.

"Aah.. tidak.."

"lalu.." tanyanya lagi penuh penasaran

"aku hanya masih tak percaya dengan apa yang telah ku alami hari ini.."

"lihatlah penampilanku.."

zero melirikku sebentar kemudian kembali mengarahkannya fokus kedepan

"penampilanku kini benar-benar berubah.."

"bersyukurlah bahkan kini kau terlihat semakin cantik.." jawabnya

"kau merayuku.."

"ooh.. tentu tidak tapi itu sebuah kenyataan.."

"baiklah.."

kembali kuarahkan kedua bola mataku kepada zero yang terlihat sedang berusaha menutupi sesuatu tapi entah apa itu akupun tak tahu, sedang dia masih terus memacu siputih tetap berlari. Perjalanan masih berlanjut kami juga masih belum menemukan desa yang bisa dijadikan tempat persinggahan sementara. Mulut kami kembali diam tak ada sepatah kata yang keluar dari mulut kami, sedang zero matanya fokus memandang kearah depan. Hening dan ini sedikit membuatku tak nyaman

"apa kau lelah.." tanyaku memecah keheningan

"aku.."

"yang benar saja.."

jawabnya dengan senyum sini. Ok aku mengerti bagi seorang pria ditanya hal seperti itu pasti amat memalukan terlebih oleh seorang wanita, otomatis dia takkan mau kalah, yah meski aku tau sebenarnya tubuhnya sudah mulai lelah mengingat rambutku yang selalu menerpa wajah hingga  menghalangi pandangannya hingga membuat ia berkali-kali menyibakkan rambutku dengan tangannya dan hal itu sengaja aku biarkan tanpa mau membantunya sedikitpun..

"hehehe.." gumamku lirih namun zero mendengarnya

"apa ada yang lucu.." tanyanya yang sontak membuatku serba salah karena pasti dia tahu jika aku sedang menertawai dirinya.

"Ah.. tidak.. tidak ada.. hanya teringat hal yang lucu.." jawabku menutupi

Kembali matanya fokus menatap ke jalan, dengan pemandangan yang masih sama kanan dan kiri hanya ada pepohonan, dedaunan serta rerumputan, padahal perjalanan kami sudah lumayan jauh tapi rasanya jalanan yang kami lalui seperti tak berpindah-pindah

"Kruccuk..kruccuk..kruccukk.."

Samar-samar dari kejauhan telingaku mendengar suara yang sepertinya tak lain adalah suara air, aku berusaha meyakinkan pendengaranku. Meminta zero untuk menghentikan laju siputih, dengan perlahan aku turun dari punggung siputih dibantu dengan zero yang sudah turun lebih dulu, lalu kubungkukkan badanku, kuletakkan kedua tanganku diatas tanah sambil memejamkan kedua mataku memfokuskan pandanganku seolah menerawang kearah suara itu itu berasal,

Yup, dalam sekejap mataku seolah mendapat sebuah gambaran, kembali ku buka mata dan menatap zero dengan tajam,

"zerooo.."

"ya.. ada apa lora"

"sepertinya dibalik bukit itu ada sumber air yang mengalir mirip seperti sungai tapi ada yang aneh dengan air itu" dengan expresi yang sedikit bingung, tanganku menunjuk ke arah bukit yang tepat berdiri kokoh didepan kami

"benarkah.."

"apa kau yakin lora.." tanyanya  dengan nada ragu

"ya mata dan telingaku tidak mungkin salah mendengar zero.."

Tanpa berfikir panjang, zero kembali menaiki punggung siputih, dia mengulurkan tangannya untuk membantuku naik keatas punggung siputih. Dengan cepat zero memacu putih agar segera berlari menuju kebalik bukit itu. Sepanjang perjalanan fikiranku masih terbayang-bayangan dengan gambaran yang telah ku dapatkan tadi,

"ini aneh, kenapa airnya berwarna hitam.."

"apakah air itu normal..? atau gambaran yang telah kudapatkan itu salah..?"

"aahh.. itu mustahil.." ku geleng-gelengkan kepalaku untuk menghilangkan fikiran yang sedari tadi menggelayuti otakku dan tanpa kusadari zero memperhatikan tingkahku ini

"sudahlah.. sabar.."

"kita akan tahu setelah melihatnya.."

"tenangkan hatimu.."

pintanya berusaha menenangkan fikiranku, ku coba menghela nafas panjang dan mencoba berfikir tenang sesuai permintaan zero lalu kembali menatap kedepan yang kini jalan yang dilalui putih mulai terjal, mengingat perjalanan kami  harus melewati bukit. Yah meski bukit ini tidak terlalu curam namun ini sedikit bahaya, karena jalanan yang basah dan lembab mempengaruhi tingkat kelincinan dari bukit itu. Dengan perlahan-lahan zero mencoba menguasai putih untuk coba melewati jalanan yang terjal dan sempit itu.

Sebenarnya aku sedikit khawatir dengan jalur yang kami lalui, jika sampai salah jalan maka kami akan jatuh terpelanting bahkan kami bisa jatuh masuk jurang, meski tidak terlalu dalam namun bebatuan yang terlihat cukup besar dan tajam dibawah sana, bisa membuat kepala kami berdarah dengan hebatnya bahkan mungkin nyawa kami bisa jadi taruhannya, namun tak ada jalan lain yang bisa kami lalui selain mendaki bukit ini. Ku putuskan untuk diam seribu bahasa agar zero bisa mengendarai putih dengan tenang, aku tak ingin mengganggu kefokusannya, melihat mata dan expresi wajahnya yang begitu serius memilih jalan membuatku enggan untuk mengeluarkan suara sepatah katapun, sesekali aku menghela nafas lega ketika kami berhasil melewati rintangan yang cukup membuat jantung kami hampir copot, tapi itu tak berlangsung lama karena lagi-lagi jalanan yang licin membuat kaki putih sedikit terpeleset yang membuat kami gugup tak karuan.

Hampir sampai, yah kami hampir sampai diatas bukit, terlihat pemandangan didepan kami, jalanan diatas bukit sana terlihat sedikit lebar dan mulai tak terlalu terjal jadi setidaknya itu bisa membuat kami bernafas dengan lega dan bisa melewatinya tanpa was-was sedikitpun, tapi sialnya hujan turun diwaktu yang tidak tepat, membuat bukit itu basah bahkan basah seluruhnya

"sial.." pekik zero

zero masih memilih jalan, matanya berpendar mencari jalan yang tepat agar bisa  dilalu, matanya tertuju pada sebuah batu besar yang tak terlalu jauh dari kaki putih berpijak, zero berusaha menuju batu itu dan menyuruh putih melompat kearah batu tersebut. Zero berbisik pelan berharap agar aku tak bergerak dan bisa menjaga keseimbangan,dalam hitungan ke 3 zero memutuskan untuk mulai melompat, dia mulai menghitung 1...... 2....... suara seringaian putih terdengar keras 3..................

"huuuuupppppp..."

Berhasil...... kami berhasil lompat, tapi tiba-tiba batu yang menopang kami merosot kebawah, badanku terpental jatuh, siputih mulai oleng membawa jatuh tubuh zero ke tebing. Oh.. tidak segera ku bergegas bangkit menuju kearah mereka dengan meraih tali yang masih terpasang ditubuh putih, ku tarik tubuh siputih keatas meski berat namun ini tak masalah aku masih bisa menariknya ke atas bukit, ku lihat zero berpegang pada sebuah bongkahan batu yang hampir longsor itu

"bertahanlah zero bertahan.." seruku panik

setelah berhasil membawa putih ke atas, segera ku berlari menuju ke arah zero berada, ku lihat dia sedang berusaha menjaga keseimbangan tubuhnya dan berusaha naik ke atas, ketika kakiku menginjak batu yang menjadi pegangan zero batu itu mulai merosot hingga membuat aku kembali ke atas dan

"Zerroooooooooooooo...." teriakku karena melihat zero terjatuh kebawah terbawa oleh batu yang longsor tadi

"ZERROOOOOOOOO......" teriakku yang kini zero telah hilang dari pandanganku

"tidaaaaaakkkk.... kauuuu... tidakk boleh mati zero.. tidakkk.." tangisku pecah dibawah guyuran hujan yang kian deras. Mataku masih menatap ke arah bawah dimana zero terjatuh tadi.




Petualangan LoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang