Bag.3: Belati

302 12 0
                                    

"Haiya

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.

"Haiya....haiyaaa....." ku pacu kembali si putih agar berlari lebih kencang. Mungkin sudah seharian kami berkuda menyusuri gelapnya hutan larangan. Bahkan tak terlihat tanda-tanda yang mencurigakan disekitar sini, kembali ku pacu si putih untuk melewati sebuah pohon besar yang besar lingkarannya sekitar 25 meter, sedang tingginya melebihi tinggi pohon disekitarnya, dengan daun yang begitu amat lebat, serta rimbunnya dedaunan yang tumbuh menutupi sinar matahari hingga tak dapat masuk menembus dikedalamanan hutan. Ditambah kabut yang seolah tak pernah mau pergi semakin membuat hutan larangan ini terlihat seram.

"Wow.. besar sekali pohon ini.." fikirku sejenak

Kembali perlahan-lahan ku susuri sekeliling hutan, menatap ke atas pepohonan dan sekitarnya dengan seksama. "aah.. tak ada yang aneh disekitar sini, bahkan sepertinya tak ada satupun manusia yang pernah masuk kedaerah sini.." gumamku sendiri.

Ku tarik pelana siputih agar kembali membawaku ketujuan berikutnya, namun belum sempat siputih melaju dengan kencang, aku menarik pelana siputih hingga membuat kami berdua jatuh tersungkur.

"Bruuuukkkkk...."

"heeerrrrrrrrrr... herrrrrr.. heeerrrrrrr" suara siputih terdengar kesakitan namun dengan cepat siputih sudah bangkit.

"Auuuwwww... (sambil memegangi pinggang) sakit sekali... aduh maaf.... maaf putih, Lora telah membuatmu terjatuh... " sambil berdiri membenarkan baju dan membersihkan dedaunan yang menempel ditubuhku.

Tiba-tiba mataku tertuju pada sesuatu yang menarik perhatianku.

"apa itu.." gumamku sejenak sambil mengikat siputih disebuah pohon. Ada cahaya biru yang bersinar diatas pohon yang besarnya melebihi berpuluh-puluh kali lipat dari tubuhku itu.

"Baiklah aku akan memanjat kepohon itu, yah hitung-hitung sebagai latihan karena sudah lama tidak berlatih mengolah nafas..." Tanpa berfikir panjang aku melompati ranting itu satu persatu.

"Huupp.... Huuup...huuuppp... huuupp..... heeeeaaaaahhhhh" terdengar suaraku mulai kelelahan karena memang jarak dari dahan ke dahan sekitar 5 -10 meter dan itu lumayan membuat nafasku habis. Jika begini terus ini hanya akan membuat tenagaku lumayan terkuras.

"Wuuuuzzzzzzzzzzzz...... huuuup... Akhirnya sampai juga diatas sini" sambil melihat kebawah uuwoooowwwww.. Keseimbanganku hampir hilang ternyata tinggi sekali pohonnya sedang ini baru setengahnya aku memajat, bahkan siputih terlihat hanya seukuran pedangku saja.

Dengan perlahan-lahan aku berjalan menuju kesumber cahaya yang memancar indah, ketika jarakku tinggal satu langkah dari cahaya biru tiba-tiba cahaya itu berubah menjadi sebilah belati yang begitu indah, dengan ukiran yang begitu rumit dan permata biru yang menempel dibagian depannya. Belati itu tertancap dibadan pohon dengan dilindungi sinar biru.

"Waaahhhhhh... indahnya.."

Dengan takjub aku memandangi belati itu kemudian aku coba menarik belati dari tempatnya menancap. Ketika ku pegang bagian tangkai belati, tiba-tiba muncul sebuah gambaran seperti ramalan masa depan. Dalam gambaran itu aku melihat diriku sedang bertarung dengan seorang wanita berambut merah dengan pakaian serba hitam yang cukup kuat dan dengan belati itulah aku membunuh wanita tersebut. Belum selesai belati itu memberikan gambaran, sudah ku lepaskan tanganku dari tangkai belati karena tak percaya dengan apa yang aku lihat. Dengan nafas yang sedikit tersengal tiba-tiba terdengar suara.

"Wahai gadis pemberani..." Suara yang terdengar dari dalam pohon.

Aku pun lompat hingga jatuh terduduk didahan pohon dekat belati.

"Siapa kamu..." tanyaku sambil menengok kesekitar pepohonan.

"Tenanglah tidak usah takut... aku adalah penunggu dari belati itu.. Takdirmu telah ditentukan bawalah belati itu bersamamu kemana saja.. Tapi ingat jika tugasmu telah selesai maka belati ini akan kembali ke asal mula dia berasal.." jelas sang penunggu belati

"Sekarang ambilah dan pergilah kea rah selatan dimana tujuan dan tugasmu harus diselesaikan.." pinta sang penunggu

"Taaaapiii...." Belum sempat ku bertanya untuk memohon penjelasan, suara dari sang penunggu itu telah menghilang seolah tak terjadi apapun . Segera ku kembali bangkit dan mengambil belati yang menancap, yang mulai sekarang telah menjadi tanggung jawabku untuk menjaganya. Aku pun bergegas untuk turun dan menghampiri si putih..

"Buuuk" suara kakiku mengagetkan siputih yang sedang asik mengunyah makanan.

"Ayo siputih kita harus bergegas ke selatan karena kita tak pernah tahu masalah apa yang akan menghadang kita selanjutnya.." Hari juga sudah semakin gelap, cuaca juga semakin redup dan lembab dari arah langit terlihat jelas rintik –rintik hujan mulai jatuh membasahi dedaunan serta tanah yang terlihat sedikit tandus...

Ku simpan dengan hati-hati belatih yang diberikan sang penunggu tadi kedalam bajuku, agar tak pernah terpisah dari tubuhku.

"Haiyaaaaaa.... Hsssh...hssst... haiyaaa..." Kembali ku pacu siputih dengan tenaga extra untuk mencari perlindungan dari tetesan air hujan yang semakin membasahi tubuhku. Hujan turun begitu dengan deras, aku harus cepat-cepat mencari perlindungan untukku dan juga siputih yang terlihat mulai kedinginan. Ku coba mencari pepohonan yang lumayan besar namun sepertinya belum juga ku temukan tempat berteduh yang bisa melindungi tubuh kami berdua dari air hujan.

"Perjalananku masih jauh namun jika siputih sampai jatuh sakit itu tidak akan menguntungkanku bahkan aku tak tega jika harus meninggalkan dan menelantarkanmu disini sendirian putih.." gumamku lirih. Samar-samar terlihat sebuah batu besar yang bentuknya mirip seperti gua, ku arahkan siputih untuk menuju kesana. Ternyata benar itu adalah gua yang tidak terlalu dalam dan sepertinya lumayan bisa untuk berteduh kami berdua malam ini...

"Syukurlah.. malam ini kita istirahat disini putih.. yah setidaknya ini bisa melindungi kita dari air hujan yang membuat kita basah.." sambil mengelus wajah siputih, ku lepaskan pelana kuda dari tubuhnya agar siputih bisa beristirahat tanpa beban.

"Kemarilah akan kukeringkan tubuhmu putih...." Pintaku. Karena kini hanya siputihlah temanku sekarang.

"Heeeeeehhmmm..." Aku menghela nafas, teringat akan kehangatan bersama kakakku yang terpisah ketika kecil dulu karena kekejaman para perampok, mereka tega merampas kebahagiaan keluarga kami, membunuh kedua orang tua kami, mengambil seluruh harta milik kami dan terutama yang begitu tega dia mengambil harta milikku satu-satunya yang tersisa, kakakku yah dia adalah kakakku dan para perampok itu meninggalkanku sendirian dihutan. Tanpa sadar air mataku menetes dengan derasnya, hujan ini seolah mengerti akan hatiku dan ikut bersedih merasakan apa yang ku alami kala itu. Kupeluk siputih erat-erat namun siputih malah mengigit bajuku seolah dia ingin memberi tahu bahwa bajuku basah dan harus ganti pakaian.

"aahhh.. dasar siputih nakal..." sambil ku jewer telinganya dan tertawa kecil. Seolah mengerti dengan yang aku ucapkan siputih malah menghembuskan nafasnya diwajahku.
"ahahahah....." tawaku lepas
Kelakuan siputih membuatku sedikit terhibur dan melupakan masa lalu yang pernah terjadi. Setelah berganti pakaian,aku beristirahat disebelah siputih setidaknya ini membuat tubuhku sedikit hangat, yaaahhh karena aku tidak bisa membuat api unggun untuk dijadikan penghangat bagi kami.

Petualangan LoraNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ