Bag. 17 : Penyembuhan

141 3 0
                                    

Aku terkejut ketika ada suara lain yang tengah memanggil-manggil namaku suara itu adalah suara milik ZERO.

Mataku terbelalak bulat ketika mendapati Zero tengah menatapku dengan tatapan aneh, sedang aku... Aku masih berada dalam pelukan Zoka. Ketika kusadari bahwa tubuhku masih berada dalam pelukkan lelaki itu segera kumelepaskan pelukan Zoka dan melangkah menuju dimana Zero berada.

"Zero kau sudah sadar" tanyaku memastikan, Zero hanya tersenyum tipis menjawab pertanyaanku lalu matanya menatap lelaki yang kini tengah berdiri disampingku dengan tajam. Sadar bahwa dirinya sedang diperhatikan lelaki itu kemudian memperkenalkan diri

"Perkenalkan namaku Zoka .."

"aku adalah penjaga yang dikirimkan untuk menjaga Nona Lora dimanapun ia berada terutama jika ia sedang dalam bahaya" tambahnya, aku menatapnya tajam perkenalannya terdengar terlalu berlebihan dan itu membuatku kurang suka. Entah apa yang ada dibenaknya hingga dia memperkenalkan dirinya seperti itu, kembali kuarahkan pandanganku kearah Zero dan lukanya, kulihat lukanya sudah mulai menutup meski ada sebagian luka yang masih dalam proses pemulihan, mata Zero kembali terpejam aku bingung kenapa hanya sebentar dia bangun apa jangan-jangan dia... Tanpa fikir panjang aku mengarahkan jemariku diatas hidungnya, terasa angin menerpa jariku tandanya ia masih bernafas, melihat tingkahku yang bingung lelaki itu yang tak lain adalah Zoka kembali mendekat, ia berjongkok dengan sebelah lutut ditanah sedang tangannya kembali menarik jemari dan menggenggam tanganku erat-erat,

"tak perlu khawatir ia hanya tertidur efek dari daun-daun penyembuh itu.." jelasnya singkat, aku yang mendengar penjelasan itu langsung merasa lega, dan kembali menatap Zero "sampai kapan dia akan tertidur seperti itu" tanyaku yang masih enggan memalingkan pandanganku dari wajah Zero.

"Entah sampai kapan" Jawab Zoka enteng, aku yang mendengar jawaban itu sontak memalingkan wajahku dan menatap Zoka dengan tajam "apa kau serius" tanyaku dengan nada tinggi, Zoka yang melihat expresiku marah langsung tertawa lepas

"hahahaha.... hei, aku hanya bercanda nona tidak perlu semarah itu" "dia akan tertidur hingga esok pagi" jelasnya lagi dan kembali menatapku, segera kutarik tanganku dari genggamannya dan berlalu dengan wajah kesal plus cemberut. Kutinggalkan Zoka dan Zero keluar gubuk dan kembali menatap keadaan sekitar. "Ini dimana? aku merasa belum pernah melihat daerah ini? tapi hutan ini terasa begitu nyaman? andai saja aku sedang tak dalam misi, aku pasti akan bermalam disini hingga berhari-hari" gumamku sendiri. Kakiku masih melangkah mengikuti alur sungai kecil yang mengalir dengan derasnya. Sebuah tebing, kini kakiku berada disebuah tebing yang ternyata tingginya diluar dugaanku dug..dug..dug  jantungku berdegup lebih kencang karena hampir saja aku terus melangkah. Kupendarkan pandanganku kebawah tebing yang terlihat adalah awan, awan, awan dan awan. Cukup penasarn dengan apa yang aku lihat, kuambil batu yang berada tak jauh dari kakiku berpijak dan melemparkannya kebawah tebing itu, berharap bisa mengetahui ketinggian dari tebing itu aku justru tersentak kaget karena suara lelaki yang melarangku melakukan perbuatan itu. Tanpa peringatan laki-laki itu menarik tangan dan merebut batu yang berada digengamanku.

Aku mendongak menatap lelaki itu yang tak lain adalah Zoka "kenapa?" tanyaku heran, lelaki itu tidak menjawab dia langsung membuang batu itu jauh-jauh lalu menarik tubuh dan memaksaku berjalan mengikuti langkahnya dari belakang. Aku terdiam mungkin karena merasa bersalah jadi tak berani berkata apapun meskipun itu hanya satu kata. Aku didudukkan disebuah batu besar yang berada tak jauh dari gubuk itu, lelaki itu kembali berjongkok layaknya orang yang hendak melamar, ditatapnya kedua mataku lekat-lekat, dengan tangan yang masih berada digenggamannya. Kucoba memberanikan diri untuk menatapnya yah meskipun aku tahu ini pasti akan membuat aku tak nyaman dan salah tingkah, namun tatapan lelaki itu seolah memohon tak entahlah aku tak mengerti.

"Kau tau dibawah sana" ucapnya sambil menujuk kearah tebing tadi, aku menggeleng tanda tak tahu dengan apa yang berada disana, lelaki itu melanjutkan "disanalah adalah kampung para kurcaci" jelasnya lagi yang semakin membuatku bingung tak mengerti, "jika kita melempar batu itu kebawah sana bisa-bisa kita dicurigai, karena bagi mereka tempat ini adalah tempatnya para dewa" jelasnya melanjutkan. Aku yang sebenarnya masih kurang paham dengan penjelasannya hanya mengangguk pelan berpura-pura mengerti walaupun juga tetap tak mengerti, mulutku masih terkatup tapi aku mencoba memberanikan diri untuk bertanya "lalu bagaimana kita bisa disini?" tanyaku penasaran.

"Aku memiliki sebuah keistimewaan gadis, jadi aku bisa pergi kemana saja sesuka yang aku mau.." jawabnya yang kali ini terdengar sombong, "sifat aslinya mulai keluar" gumamku dalam hati "lalu kita akan sampai kapan disini?" tanyaku memastikan, "hanya sampai besok.. maka dari itu kuminta kau tidak berbuat macam-macam disini ok..?" pintanya yang kujawab hanya dengan anggukan.  Jujur pemandangan disini cukup indah, ditambah matahari terlihat lebih jelas dari biasanya dan bisa melihat matahari terbenam itu adalah kesukaanku namun sayang aku tak boleh macam-macam disini dan itu membuat sedikit aku tak betah disini. Malam mulai larut mataku mulai lelah tak tahan rasanya ingin segera melepas lelah, aku kembali masuk kegubuk namun bingung harus tidur dimanakah aku? sedang disini hanya ada satu tempat tidur dan itu sudah ditempati oleh Zero.

"Kau ingin beristirahat" tanya Zoka yang tengah menatapku, aku mengangguk menjawab pertanyaannya "kau bisa tidur dipelukanku cantik" lagi-lagi lelaki itu benar-benar berotak mesum. Aku melotot menatap wajahnya namun lelaki itu mencentikkan jemarinya dan tiba-tiba cling sebuah tempat tidur yang berdiameter tak terlalu besar muncul didepan kami, aku tersenyum memandangi lelaki itu yang tengah memainkan alisnya naik turun tanda sombong. Tak ingin melihat dia memamerkan kesombongannya segera kuhamburkan tubuhku ketempat tidur dan berucap pelan "makasih"  sambil menatapnya lelaki itu hanya tersenyum lalu duduk dikursi kecil yang berada disebelah keranjang Zero. Mataku tak tahan untuk tertidur hingga akhirnya terlelap, sedang lelaki itu samar-samar aku melihat lelaki itu mendekat kearah ranjangku namun karena sudah terlalu mengantuk aku tak dapat melihatnya lagi, entah apa yang hendak ia lakukan padaku. Yang kutahu kini aku benar-benar terlelap dan pergi kealam mimpi. 

 

Petualangan LoraWhere stories live. Discover now