28-Bar

148 28 1
                                    

Adakah yang membaca? Tidak ada pun aku tetap gwaenchanayo.
Kalau ada yang melihat, ayo bantu vote jika berkenan.

***

"Silakan, Tuan!" Sambut bartender itu dengan ramah.

Saat ini Nani dan Dewa tengah berada di dalam sebuah bar eksklusif di kota ini. Nani yang mengajak Dewa untuk kesini, entah karena apa Dewa tidak tahu.

Sejak pagi tadi Nani terlihat sedikit bertingkah aneh. Mungkin ia mengajaknya ke sini karena ingin mencoba hal baru, pikirnya. Lagipula besok adalah hari Sabtu, yang mana adalah hari libur.

"Wah! Untung kita gak dicurigai, ya? Gak rugi kita pake pakain kayak gini." Ucap Nani sembari menatap kedua lengannya yang terbalut jaket kulit Ramones.

Dewa berjalan ke arah dipan sofa dengan tangannya yang terus menggandeng tangan Nani. Ia sedikit was-was saat melihat banyak lelaki matang yang menatap kekasihnya dengan 'minat'.

Dewa mendudukkan dirinya dengan gaya jumawa, diikuti Nani yang mendudukkan diri di sampingnya. Nani merasa sedikit menyesal karena mengajak Dewa ke sini. Ia tidak nyaman dengan tatapan orang-orang di sekitarnya.

"Permisi, Tuan! Selamat malam! Kami menawarkan beberapa racikan khusus, spesial untuk anda. Saya pastikan, anda akan 'puas' setelah ini." Suara bartender wanita itu mengalun dengan indah.

Ia meletakkan beberapa jenis alkohol pada meja di depannya sembari memberi afeksi pada Dewa. Sang bartender mengelus dada Dewa dengan pola menurun, menatapnya dengan mata genit.

Dengan posisi sedikit condong ke arah Dewa, bartender wanita itu menuangkan sebotol alkohol pada gelas dan menyodorkannya pada Dewa.

Dewa mengerjap beberapa kali, ia menoleh pada Nani yang terlihat terpaku menatap lekuk tubuh dan 'Samantha and Rachel' pelayan pub itu yang mengintip dari celah gaun ketatnya.

"Jaga pandanganmu!" Tegur Dewa dingin.

Ia menyerahkan gelas itu kepada Nani yang segera ditolak oleh sang empu. Dengan terpaksa ia meneguk habis minuman itu.

Tidak terlalu buruk. Batinnya dengan kening yang sedikit bergelombang.

Walaupun Dewa sudah terbiasa mencoba berbagai macam alkohol dengan dosis yang bermacam-macam, tetapi yang satu ini sedikit lebih pahit dari biasanya, dosisnya lebih tinggi daripada yang biasa ia konsumsi.

Wow! Pelayanannya sungguh diluar dugaan gue! Sepertinya tanpa negosiasi dengan bartender itu, misi gue tetap akan berhasil. Ucap Nani dalam hati saat wanita itu memberikan seluruh afeksinya pada Dewa, dan tak memerdulikan Nani yang berada di sampingnya. Kenapa Nani tidak diberi layanan seperti itu, ya? Apakah ia terlihat tidak seperti papi gula?

"Tinggalkan kami sendiri! Saya akan mengambil 2 botol, terima kasih!" Ucap Dewa saat bartender wanita itu mulai berani menyentuh titik sensitifnya.

Bartender wanita itu mendengus kesal, ia beranjak pergi meninggalkan Nani dan Dewa dengan tak ramah.

Lah, anying! Malah diusir. Gue harus gimana ini? Apa gue temuin pelayan itu tadi, ya? Tapi gue izin ke Dewa gimana? Batin Nani sembari berpikir keras.

"Em, Dewa?"

"Ya? Katakan!" Jawab Dewa dengan nada sedikit rancu. Sepertinya ia mulai mabuk.

"Gue mau ke sana bentar, ke toilet." Ucapnya sembari beranjak dari duduknya.

"Aku akan mengantarmu."

"Gak usah! Lo duduk sini aja, gue bentar doang kok." Nani menahan bahu Dewa yang terlihat akan berdiri dari duduknya.

Nani menatap Dewa yang mengangguk ringan padanya. Ia lalu segera pergi menghampiri bartender tadi yang terlihat sedang berbincang ringan dengan pengunjung di seberang sana.

"Maaf, mengganggu. Boleh kita bicara sebentar?" Pinta Nani saat sudah berada di samping wanita itu.

Bartender wanita itu menoleh, ia masih ingat, ini anak kecil yang duduk di sebelah pria tampan berkemeja cokelat di sana tadi.

"Iya? Ada yang bisa dibantu?" Ucapnya ramah sembari berdiri menghadap Nani.

"Em, anu. Bisa tolong layani orang itu? Kakak tau 'kan maksud gue apa?" Ucap Nani sedikit ramah padanya.

"Tentu saja! Dengan senang hati aku akan melakukannya." Jawabnya enteng.

Nani mendekatkan dirinya pada wanita itu, ia membisikkan sesuatu padanya.

***

Cklek!

Bau kapur barus menguar ke seluruh ruangan. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah seseorang yang terbaring di atas dipan besi dengan banyak bercak noda di sekitarnya.

Ia menghampirinya, menatap tubuh orang itu yang berwarna pucat pasi. Membuka kemasan kapur barus yang ia genggam sedari tadi. Menaburkan isinya pada area tubuh pria yang terbujur kaku di atas dipan itu.

"Dulu kita pernah belajar tentang rigor mortis. Kau tahu, aku sangat menyukainya."

"Dan aku pikir aku harus membuktikannya suatu saat nanti."

"Tapi, ternyata aku lebih dulu membuktikannya bersamamu. Terima kasih telah membantuku! Aku menyayangimu, selalu."

Monolognya sembari tersenyum lebar, terlintas memori kenangan bersama Nanon waktu mereka MPLS dulu sampai ketika mereka resmi pacaran.

Ia terkikik geli sembari berpikir kenapa ia melakukan hal seperti itu dulu dengan pria bodoh yang sekarang sudah terbaring tak bernyawa di sini.

"Polisi sedang mencarimu saat ini! Mereka sangat tidak becus dalam tugasnya. Aku beritahu, ya padamu?"

"Sudah terhitung 4 hari, eh? 5 hari sepertinya. Mereka mengurus kasusmu dan mencarimu. Tapi apa? Sampai sekarang mereka masih kelimpungan mencari keberadaanmu, loh!!"

Pria itu beranjak keluar dari ruangan itu sembari bersiul santai. Mendudukkan dirinya pada kursi kerjanya sembari menggerakkan jari-jarinya dengan indah nan lentur.

"Dewa. Pria itu berbeda dari mereka. Harus aku apakan, ya dia nanti?" Ucapnya dengan nada jenaka.

"Kita semua dilahirkan untuk kembali, untuk mati. Jadi, aku akan mempermudah prosesnya."

Baru sempat nulis, terlalu excited buat cari info dan momen DewNani×BookFair2024 hari ini. Lucu banget mereka!! Argh!!! Semoga ada series bl buat mereka, walaupun Nani udah ada gf. Tapi, siapa tahu 'kan?

Maaf, pendek banget ini nulisnya. Otakku lagi nyandat. 🤕🕳️

Cerita pertamaku. Maaf jika ada yang salah tolong koreksinya.

Menerima kritik dan saran. Terima Kasih. 😼👋

We Were Born To Die [Dew×Nani]Where stories live. Discover now