27-Ide

142 23 1
                                    

Adakah yang membaca? Tidak ada pun aku tetap gwaenchanayo.
Kalau ada yang melihat, ayo bantu vote jika berkenan.

***

Cklek!

"Nani! Kenapa baru pulang jam segini, hah? Tuh, lihat! Dewa nungguin kamu dari tadi." Semburan ocehan dari sang bunda menyapa Nani yang baru saja membuka pintu.

Nani mendengus lirih, bibirnya mengerucut.

"Baru juga jam sepuluh!" Bantahnya dan segera melenggang masuk, menaiki tangga untuk menuju kamarnya.

"Mau kemana?! Turun!" Titah Bunda Nani tak ingin dibantah.

Nani menoleh, lalu ia segera masuk ke dalam kamar saat dirasa bundanya sedang berbicara dengan Dewa.

"Jangan memarahinya, Ibu. Aku akan menyusulnya ke kamar." Ucapnya yang segera diangguki oleh sang empu.

Dewa berjalan menaiki tangga menuju kamar Nani. Sebelum mengetuk pintu, ia sedikit salah fokus dengan tulisan yang terpampang jelas di pintu kamar Nani. 'Are monsters born or created?'.

Dewa mengerutkan dahinya saat membaca tulisan itu. Tanpa berlama-lama ia segera mengetuk pintu kamar Nani.

Tok! Tok! Tok!

"Nani? Izinkan aku masuk!"

Cklek!

Nani menatap Dewa yang masih di ambang pintu dengan nyalang. Moodnya sekarang sedang buruk, ia tidak ingin diganggu oleh siapapun, apalagi oleh Dewa.

Ia lalu mempersilakan Dewa untuk masuk dan menutup pintu kamarnya kembali.

"Kenapa tatapanmu seperti itu? Aku tidak menyukainya."

Dewa mendudukkan diri di sofa. Membuka 3 kancing bagian atas kemejanya. Ia menatap Nani yang merebahkan diri di kasurnya, terlihat tak mengindahkan Dewa yang berada di sini.

Dewa beranjak mendekati Nani yang menutup kepalanya menggunakan selimut. Ia menyibak selimut itu seraya kedua tangannya berada di antara tubuh Nani. Meneguk ludahnya kasar, jakunnya naik-turun.

Nani secara spontan menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Matanya bergerak gelisah, ia takut menatap Dewa dengan keadaan seperti ini.

"Aku bukan pembunuh." Lontaran singkat keluar dari belah bibir Dewa.

"Jika aku sedang berbicara padamu, tatap aku!" Lanjutnya sembari mengarahkan dagu Nani untuk menghadapnya.

"Percaya padaku, bukan aku pelakunya! Aku tahu kamu mencurigaiku." Dewa menghentikan kalimatnya, menunggu respons dari sang kekasih.

Nani perlahan melepaskan kedua tangannya dari mulutnya. Ia menggigit bibir dalamnya, tidak tahu harus menjawab apa.

"Baiklah, jika kamu tidak ingin berbicara. Aku sudah memberitahumu."

"Tapi, sekarang aku membutuhkanmu." Ucapnya lagi sembari menyentuh bibir Nani dengan sensual.

"Buka mulutmu!" Titahnya tak ingin dibantah.

"Ja-jangan! Ada Bunda di bawah." Nani membuka suara.

"Aku akan menyelesaikannya di kamar mandi. Aku hanya butuh sedikit sentuhan darimu, sayang."

Tanpa aba-aba Dewa memaksakan jarinya untuk masuk ke dalam mulut Nani. Menggerakkan jari-jarinya dengan asal di sana.

"An, eumh, mmngh! De- uhuk!" Gumaman lirih keluar dari belah bibir Nani. Ia tersedak saat jari-jari Dewa semakin bergerak dengan lincah di sana.

We Were Born To Die [Dew×Nani]Where stories live. Discover now