18-Namtan

136 27 2
                                    

Adakah yang membaca? Tidak ada pun aku tetap gwaenchanayo.
Kalau ada yang melihat, ayo bantu vote jika berkenan.

***

Kenapa gue sakit hati ya, liat mereka? Ah, gak lah! Gue masih normal. Batin Nani sembari terus menatap Dewa dan wanita itu yang berjalan ke arahnya.

"Nani, kamu di sini? Ada apa?" Tanya Dewa saat mereka sudah berhadapan.

"Hah? Oh, gak ada. Gue balik dulu, ya!" Ucap Nani sembari tersenyum ramah kepada wanita yang ada di samping Dewa.

Nani berjalan tergesa-gesa melewati mereka. Ia ingin menangis. Entah, moodnya sedang buruk hari ini.

"Tunggu!" Cegah Dewa saat Nani akan menghentikan taksi. Ia berdecak kesal karena taksi yang ingin ia tumpangi sudah berada jauh melewatinya.

"Ayo, masuk dulu! Nanti aku antar." Dewa tak membiarkan Nani menjawab dan langsung menarik lengannya, menariknya masuk ke dalam apartemen.

"Ih, Dewa! Lepasin tangan lo!" Ucap Nani saat mereka telah sampai di ruang tamu.

Dewa melirik tangannya yang masih menggenggam lengan Nani, melepasnya dan berjalan menuju ke dapur meninggalkan Nani yang masih berdiri canggung di seberang wanita itu tadi.

Nani dengan ragu-ragu ikut mendudukkan diri di seberang wanita itu. Ia tersenyum tipis saat wanita itu menatapnya dengan senyuman ramah.

"Hai! Kamu temannya Dewa, ya?" Tanya wanita itu membuka pembicaraan.

Bukan! Gue pacarnya!

"Iya. Gue Nani, salam kenal! Dan, lo?" Sebisa mungkin Nani bersikap ramah. Jujur saja, ia sedang tidak mood untuk berbicara dengan siapapun saat ini.

"Aku Namtan." Ia mengulurkan tangannya. Nani menjabat tangan wanita itu dengan canggung.

"Lo pacarnya Dewa, ya?"

Eh, kok gue nanya gitu? Plis, ini mulut butuh lakban! Nani meruntuki dirinya sendiri karena telah keceplosan.

"Bukan, dia tunanganku!" Sela Dewa yang baru saja selesai membuat minuman di dapur. Mendudukkan diri di samping wanita itu, Namtan.

Nani memiliki raut cengo. Apa yang baru saja ia dengar? Tunangan? Sungguh, ingin rasanya ia mencakar-cakar wajah Dewa saat ini. Ia bingung, baru kemarin lusa Dewa mengancamnya untuk tidak selingkuh dengannya. Lalu, ini apa?

"Nani, kamu kenapa? Ini, diminum! Jangan bengong gitu, nanti kesambet setan!" Ucap Namtan bergurau.

Nani hanya tersenyum kikuk dan meraih minuman yang ada di depannya. Ia masih syok karena pernyataan Dewa tadi. Tunangan, tunangan, tunangan, masih terngiang-ngiang di kepalanya.

"Sayang, kamu udah siap emang buat nikah bulan depan? 'Kan kamu masih sekolah." Lontaran dari Namtan terdengar ke telinga Nani dengan jelas.

Nani segera meneguk minumannya sampai habis, lalu buru-buru berpamitan kepada mereka dengan alasan ia ada urusan mendadak.

"Aku akan mengantarmu. Jangan menolak!" Tegur Dewa saat Nani beranjak dari duduknya.

Nani hanya menjawab dengan deheman ringan dan langsung keluar dari apartemen Dewa. Ia sudah tidak kuat menahan air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Ia ingin langsung pulang dan mengunci diri di kamar, menangis sendirian.

"Masuk!" Titah Dewa saat sudah mengeluarkan mobilnya dari basement.

Nani dengan ragu-ragu mendudukkan diri di kursi penumpang. Dewa yang melihat itu juga tak mengindahkan Nani. Ia langsung menjalankan mobilnya keluar menuju jalan raya.

Selama bermenit-menit perjalanan tidak ada yang membuka suara. Nani enggan menatap sang pengemudi, ia membuang muka ke arah jalanan. Sedangkan Dewa, ia sedari tadi mengamati gerak-gerik Nani dari mirror center.

"Nani?" Panggilnya yang tak direspons oleh sang empu.

Dewa mengendikkan bahu acuh tak acuh dan segera menghentikan mobilnya saat sudah berada di depan gerbang rumah Nani. Belum sempat ia berbicara,

"Makasih tumpangannya!" Ucap Nani dengan cepat dan segera keluar dari mobil dengan berjalan tergesa-gesa ke dalam rumahnya.

Cklek!

"BUNDA!!!" Nani segera memeluk bundanya yang terlihat sedang melipat baju-baju di karpet.

"Eh, kenapa nangis? Bunda udah inget kok. Hari ini kamu ulang tahun 'kan?" Bundanya mengelus surai Nani dengan lembut.

Nani tak menjawab, ia menyembunyikan wajahnya di dalam dekapan bundanya ini. Menangis tanpa suara.

"Selamat ulang tahun, anak Ayah yang paling cakep kayak Ayahnya!" Teriak Ayah Nani dari dapur dengan membawa sebuah kue tart di kedua tangannya.

Nani melihat ke sumber suara, matanya mengerjap bingung. Ayahnya tidak bekerja hari ini?
Ia semakin menangis saat ayahnya tiba di depannya, berjongkok dan menyodorkan kue tart Oreo kepadanya sembari tersenyum hangat.

"Tiup dulu lilinnya! Jangan nangis dong! Nanti mau Ayah foto buat dipamerin ke temen-temen kantor Ayah."

"Ih, ayah!!"

Nani segera mengelap air mata yang ada di pipinya, lalu mendekati kue tart yang masih dibawa oleh ayahnya.

Fuuuh! Fuuuh!

"Sekarang, doa dulu! Baru nanti makan kuenya." Ucap sang bunda yang sudah memegang ponsel untuk memotret dan memvideo mereka bertiga.

Nani pun segera menutup mata, dan memanjatkan doa dalam hati. Lalu mereka bertiga memakan kue tart itu bersama disertai berfoto bersama dan membuat cuplikan video untuk kenang-kenangan.

Setelah acara makan kue selesai, Bunda Nani beranjak dari duduknya dan mengambil sesuatu dari kamarnya.

Nani memandang Bundanya dengan antusias saat melihatnya datang dengan membawa 2 buah kado di tangannya. Sang Bunda menyerahkan kedua kado itu kepada Nani yang langsung ditanggapi dengan senyum lebar dari sang anak.

"Ini! Dari Bunda sama Ayah. Udah, gak usah nangis! Bunda sama Ayah minta maaf ya, soal tadi pagi? Bunda benar-benar lupa, sayang."

Nani segera memeluk kedua orangtuanya dan mulai menangis lagi. Ia sangat terharu, atau mungkin juga karena kejadian waktu di apartemen Dewa tadi. Masa bodoh, Nani tak ingin mengingatnya lagi.

"Yaudah, Yah, Bun. Nani pamit ke kamar dulu, mau unboxing kadonya, hehe.." Ucap Nani dan segera menaiki tangga untuk menuju ke kamarnya.

***

"Hah! Kau berat juga, ya? Sebentar lagi sampai, dan aku akan meninggalkanmu sendirian."

Pria itu meletakkan karung plastik besar berwarna hitam ke dekat tempat sampah yang berada di kantin sekolah.

Ia memandangi sekitar. Merogoh ponselnya dari saku dan melihat jam, pukul 13.20 WIB. Dengan segera ia beranjak dari tempat itu, tak lupa lewat belakang gedung untuk menghindari sorotan CCTV.

Cerita pertamaku. Maaf jika ada yang salah tolong koreksinya.

Menerima kritik dan saran. Terima Kasih. 😼👋

We Were Born To Die [Dew×Nani]Where stories live. Discover now