09-Putus?

205 26 8
                                    

Adakah yang membaca? Tidak ada pun aku tetap gwaenchanayo.
Kalau ada yang melihat, ayo bantu vote jika berkenan.

***

Hari ini adalah hari Senin. Tak terasa hari libur sudah terlewati. Dan dalam 2 Minggu liburan ini tidak ada suatu kasus, kejadian, atau apapun itu yang terjadi. Semua warga sekolah yang mulanya takut dan gelisah sekarang menjadi lebih baik, lebih tenang dan tidak paranoid lagi.

Bagaimana kabar hubungan Dewa dan Nani? Sudah terhitung 15 hari mereka menjalin hubungan, yang sepertinya tidak berjalan dengan baik. Seperti saat ini, Dewa dan Nani sedang berada di toilet khusus pria. Tidak! Tidak seperti yang kalian pikirkan.

"Dewa!! Lo bisa gak, sih? Gak usah ngintilin gue kayak gini? Gue juga manusia yang butuh waktu buat sendiri. Gue risih, bangsat! Tiap hari lo gangguin gue mulu. GUE MAU PUTUS!" Ucap Nani menggebu-gebu mengeluarkan unek-uneknya. Ia mendorong Dewa sampai terhuyung menabrak tembok.

"Kamu.." Dewa menatap tajam tepat ke arah mata Nani yang menampakkan jejak ketakutan di sana. Kedua tangannya memegang leher putih Nani, mengeratkan cengkramannya dan semakin lama semakin erat. Ia mencekik leher Nani.

"Hakh! Aghh, De.. wa hgkhh!" Wajah Nani memerah. Rasa sakit semakin terasa pada lehernya, napasnya tercekat. Semakin lama oksigen yang ia hirup semakin sedikit.

"Jangan pernah mengucapkan kalimat itu lagi di hadapanku! Jika sudah terikat, maka takkan pernah kulepaskan." Gertak Dewa dengan nada gelap.

Perlahan dan pasti, cengkraman di leher Nani mulai merenggang dan kemudian tangan itu menjauh dari lehernya.

Nani bernapas dengan tersengal-sengal. Dadanya seolah-olah menyempit. Dewa dengan segera menarik Nani dalam pelukannya. Membiarkan pria yang lebih kecil bersandar pada dadanya. Ia bisa merasakan detak jantung pria di depannya ini berdetak dengan kencang, napasnya pun masih belum teratur.

Beberapa menit telah berlalu, mereka masih berada di posisi yang sama. Mereka tadi membolos kelas. Jadi, bisa dipastikan bahwa mereka tidak akan kembali ke kelas sebelum waktu pulang tiba.

Nani mendongakkan kepalanya, menatap Dewa yang ikut menatapnya kembali. Wajahnya masih dingin, tak berekspresi. Nani meletakkan kepalanya lagi pada dada Dewa. Ia bergumam lemah. Dewa berdehem,

"Kita pulang. Kamu tidak enak badan. Jangan menolak!" Dewa menegakkan tubuh Nani lalu menggendongnya menuju parkiran mobil, meletakkan sang kekasih pada kursi samping kemudi dengan penuh kehati-hatian. Ia mulai menjalankan mobilnya keluar dari area sekolah.

Kini Dewa telah sampai di apartemennya. Ia melihat Nani yang sudah tertidur pulas di sampingnya. Lalu segera membawanya ke dalam apartemen.

***

Nani terusik saat merasakan deru napas hangat nan teratur mengenai pipinya. Ia membuka matanya lalu mengerjap beberapa kali saat melihat seseorang yang berada di sampingnya yang terlihat tertidur pulas dan memiliki wajah damai.

Memorinya berputar, mengingatkannya pada kejadian tadi pagi di toilet sekolahannya. Mendadak ia menjadi parno, menyingkirkan lengan yang melingkar di pinggangnya dengan pelan dan sangat hati-hati. Ia takut jika orang ini bangun dan melakukan hal yang tidak-tidak.

We Were Born To Die [Dew×Nani]Onde histórias criam vida. Descubra agora