Chapter 42. Whale and shark

44 2 0
                                    

Diperjalanan pulang menuju istana barat, Reona terdiam bersidekap dada seraya menyandarkan kepalanya, memandang kearah luar dengan ekspresi yang datar. Siapapun yang tak mengenalnya hanya akan beranggapan dirinya sedang bosan tetapi Valmira, sang pelayan setianya tahu betul bahwa majikannya itu sedang merasa kesal. Gadis berparas manis itu memberanikan diri berdeham untuk mencairkan suasana.
"Anu...haruskah saya pergi keselatan?" Tanyanya dengan hati-hati.
"Untuk apa?" Reona menyandarkan kepala lalu memejamkan matanya.
"Eumm...entahlah. Mungkin membantai para Della Morte lalu memenggal kepala permaisuri untuk anda?"
Reona menarik napasnya dalam kemudian membuangnya. "Jadi, kau ingin memberikan kemudahan untuknya?"
"Ack. Bukan." Valmira sontak menggigit bibir bawahnya. "Jika bukan itu, apa perlu saya membersihkan tikus-tikus Hwagon yang berkeliaran dan merusak pemandangan anda?" Tanyanya lagi.

Reona membuka mata lalu melirik kearahnya. "Mereka adalah tokoh sampingan yang sangat penting. Jika kau melakukan itu, bukankah akan merusak pertunjukannya?"

Sang pelayan langsung mempoutkan bibirnya. "Lalu, apa yang harus saya lakukan? Melihat anda kesal, saya jadi ingin memenggal kepala semua orang." Gerutunya.

Reona menggelengkan kepala tidak habis pikir. "Lupakan saja! Bagaimana dengan tikus-tikus yang berhasil masuk kedalam rumah? Apa kau sudah mengurusnya?" Tanya Reona. Valmira sontak mengangguk dengan penuh semangat. "Akhir-akhir ini, anak-anak sangat suka permainan memanah. Festival bulan hanya diadakan setahun sekali. Saya pikir akan bagus kalau mereka bisa berlatih." Jawabnya.
Reona hanya mengangkat sebelah alisnya.

Beberapa saat kemudian, kereta kuda telah memasuki ibukota wilayah barat. Mereka melewati taman kota Mephenia dengan menara kota setinggi 20 meter yang baru selesai dibangun ditengah-tengahnya. "Duchess, lihatlah!" Valmira menunjuk kearah luar, melihat sang pelayan yang begitu bersemangat membuatnya cukup penasaran. Reona memeriksa apa yang ingin ditunjukkan olehnya.
Tebak apa yang ada diluar sana? Pemandangan lucu nan menyedihkan langsung menyapa kedua matanya. Ketika dia menemukan 2 orang pria dewasa dengan kondisi setengah bugil, tubuhnya dipenuhi luka cambuk yang masih segar dan masing-masingnya berada dalam kurungan berbentuk sangkar yang digantung diatas menara kota. Mereka menjadi tontonan banyak orang bahkan anak-anak kecil antusias menjadikan keduanya target sasaran permainan panahan.
Sang penguasa wilayah barat itupun tertawa kecil. Perutnya terasa menggelitik. Dia tidak habis pikir dengan ide sangar sang pelayan yang memahami selera humornya. "Kau mengajari anak-anak menjadi psikopat." Celetuknya. Valmira hanya membalasnya dengan kekehan kecil.

Beberapa menit kemudian, mereka telah tiba diistana barat. Caryle langsung menyambut kedatangan sang majikan. "Selamat datang kembali, Duchess!" Ucapnya seraya membungkukkan badan dengan sopan. Reona hanya mengangguk lalu berjalan memasuki istana. Caryle dan Valmira langsung menyusul, mengikuti disebelah kanan dan kirinya lalu ketiganya berjalan dengan tempo yang sama. "Seorang utusan datang pagi ini. Dia membawa surat untuk anda." Ucap Caryle yang bertugas mengawasi istana selama kepergiannya.
"Dari mana?" Tanya Reona sembari melepas mantelnya lalu memberikannya kepada Valmira.
"Dari selatan, Pangeran kedua Heinry Northery yang mengirimnya." Jawab Caryle. Reona sontak mengangkat sudut bibirnya kemudian masuk keruang kerjanya begitu saja.
Tepat setelah itu,

Bugh.

"Ack." Valmira meninju perut pemuda disampingnya membuatnya langsung meringis kesakitan.
"Dasar bodoh! Ini adalah salahmu!" Kesalnya pada Caryle yang nampak kebingungan.
"Memangnya, apa yang sudah kulakukan?" Tanya pemuda itu sembari memegangi perutnya. Valmira sontak berkacakpinggang dan menatapnya dengan nyalang.
"Kau pikir berapa hari Duchess tidak tidur?" Tanyanya setengah berteriak. Detik itu juga, Caryle memahami situasinya. Dia langsung merasa tidak terima dengan apa yang barusan dialaminya.
"Aku hanya menyampaikan informasi yang sangat penting, memangnya apa salahku melakukan itu?" Ucapnya tidak mau kalah.
Valmira langsung mencibir,

"Hmphh...penting apanya, kau hanya membuatnya terjaga karena terlalu bersemangat." Ucapnya lalu pergi setelah memberikan 'bonus' kepadanya.
Sore menjelang malam, Valmira mendatangi Reona untuk mengantarkan teh dan kudapan seperti biasa. "Apa yang sedang anda lakukan, Duchess?" Tanyanya, melihat sang majikan hanya duduk bersandar pada kursi, memandangi surat yang tergeletak diatas meja sembari memainkan pulpen dengan kedua tangannya.

THE THRONE RESERVED [ON GOING]Where stories live. Discover now