Chapter 33. Truth

49 4 0
                                    

Diwilayah barat,
Duke Willhouston sedang bergulat dengan tumpukan dokumen diatas meja kerjanya. Hal itu terjadi karena Jacob Rod, sang ahli strategi yang merupakan tangan kanannya menghilang tanpa jejak. Dia telah mengirim seseorang untuk mengunjungi kediamannya. Namun, suruhannya itu kembali dengan tangan kosong. Jacob benar-benar lenyap begitu saja.
"Dia tidak pernah pergi tanpa memberitahuku," gumamnya sembari melirik Caryle yang tampak tenang disebelahnya.

Jacob adalah pria yang cukup tempramental. Dia tidak menyukai Caryle sejak lama sehingga keduanya terus berseteru sampai hari ini. Duke Willhouston sempat mencurigainya melakukan sesuatu tetapi kesaksian para pelayan dan para tentara membuktikannya tidak bersalah. Pikirannya menemui jalan buntu. Sang duke reflek membuka laci, menemukan sepucuk surat berstempel lilin warna perak. Dia mengeryitkan alisnya, membolak-balikkan surat tersebut hingga terpaku pada logo distempel lilin. Sepasang pedang kembar yang saling bersilang dan sebuah lentera emas ditengah-tengahnya, didalamnya terdapat bunga kecil berwarna perak. Dia membulatkan kedua bola matanya. Sang duke tentu tahu, logo milik siapakah itu.
"Siapa yang menyusup keruanganku?" Dia menggebrak meja dengan keras membuat Caryle terkejut ditempatnya. Duke Willhouston memanggil penjaga lalu menginterogasi mereka. Tetapi, semuanya memberikan jawaban yang sama. Tidak ada satupun yang menyusup kedalam ruangannya. Hal itu membuatnya merasa kesal.
"Lalu, apakah hantu yang meletakan surat ini didalam laciku?" Ucapnya dengan nada penuh emosi. Dia mengusir para penjaga. Caryle yang tidak ingin menjadi sasaran empuknya juga memutuskan keluar dari sana. Sang duke membuka surat tersebut.

Butuh bantuan menemukan orang-orangmu?

Hanya satu kalimat itulah yang tertulis disana. Disaat yang bersamaan, seorang penjaga memasuki ruangannya dengan napas tersengal-sengal melaporkan hilangnya 2 petinggi istana; Thane Grotius, sang komandan pasukan istana barat serta Segrion Oboros, sang ahli keuangan. Duke Willhouston langsung dapat menebak apa yang sebenarnya telah terjadi.

Benar.

Mereka semua telah diculik. Namun, alih-alih mengirim orang untuk menemukan si pengirim surat yang kemungkinan besarnya adalah si penculik. Dia justru mendatangi kediaman Caryle dipusat kota Mephenia. Duke Willhouston menemui sang ayah, Rogues Hermand yang telah terbaring ditempat tidurnya selama 10 tahun terakhir. Sang duke langsung masuk kedalam kamarnya begitu saja. Para pelayan kediaman Hermand tampaknya sudah biasa melihat sikapnya itu. Mereka hanya membiarkannya.

Didalam kamar,
Duke Willhouston langsung bersikap angkuh. Tak menyadari statusnya sebagai tamu dikediaman tersebut. Sang duke malah bersikap tidak tau diri dihadapan Rogues Hermand, sang pemilik kediaman.
"Aku tau, kau yang telah melakukannya!" Sang duke melemparkan tuduhannya secara asal-asalan.
"Apa maksud anda?" Rogues tidak mengerti.
Duke Willhouston menganggapnya bertanggung jawab atas semua kejadian yang sedang terjadi. Bukan tanpa alasan, Rogues adalah pengikut setia sang lady. Pria tua itu adalah mantan wakil komandan Combat Gulid dimasa kepemimpinan lady Vertozch. Dia memiliki alasan untuk melakukan semua itu. Duke Willhouston mendesaknya untuk segera mengaku. Rogues yang tidak tau apa-apa menjadi kebingungan. Hal itu memicu amarah sang duke yang menganggapnya berusaha membuat alasan. Pria gila itu menghabisi salah satu penjaga dengan tangannya sendiri hanya untuk melampiaskan amarahnya.
"Aku peringatkan kau, Rogues Hermand. Jaga sikapmu dengan baik! Tidak ingatkah kau, putramu berada didalam genggamanku?" Ancamnya dengan nada yang begitu dingin setelah itu pergi begitu saja.

Sesaat setelah sang duke meninggalkan area itu, seorang pelayan memasuki kamarnya, membungkukan badan dengan sopan lalu mendorong sebuah lemari yang dibaliknya terdapat lorong menuju ruangan bawah tanah. Si pelayan memandang kearah Rogues. Pria tua itu menganggukkan kepalanya. Si pelayan memasuki lorong tersebut.
Tidak lama kemudian,
"Kau melakukan tugasmu dengan baik, Rogues." Seorang wanita dengan kalung berbandul lentera keluar dari dalam lorong yang gelap. Si pelayan mengikutinya dari belakang. Rogues sontak menundukan kepalanya sama halnya dengan si pelayan yang langsung bersimpuh dilantai.
"Kami telah menanti kepulangan lady," ucapnya dengan sopan.

THE THRONE RESERVED [ON GOING]Where stories live. Discover now