Chapter 36. Hybritor

65 5 0
                                    

Orang-orang itu bersiap menghunuskan pedangnya. Pangeran Agares menggenggam tangan sang komandan lalu memejamkan matanya rapat-rapat. Dia sudah pasrah menyambut kematiannya tetapi suara teriakan justru terdengar bersamaan dengan suara geraman hewan buas yang entah muncul darimana.

Penasaran. Pangeran Agares membuka matanya. Seketika dia terbelalak, melihat sekawanan hewan buas berada tepat didepannya. "Apa yang terjadi disini?" gumamnya.

'Ini berbahaya. Charlotte!' Batinnya.

Pangeran Agares berusaha bangkit dari posisinya tepat saat seekor jaguar berjalan mendekat kearahnya. Dia yang tidak pernah berurusan dengan hewan buas langsung dibuat panik setengah mati. Namun, alangkah terkejutnya sang pangeran melihat jaguar tersebut berubah wujud menjadi wanita cantik berambut hitam sekelam malam setelah berada tepat dihadapannya. Wanita itu memperkenalkan diri sebagai Roulene, pemimpin kelompok berburu hybritor terdiri atas para hybrid yang sebelumnya tersebar diseluruh wilayah dan berhasil dikumpulkan oleh Pigen untuk bekerja dibawah perintah sang penguasa wilayah utara, Grand Duke Melidas Termaine. Para hybritor tersebut memang ditugaskan menjaga wilayah perbatasan. Itulah alasan kedatangannya.

"Aku sudah tau apa yang terjadi. Tuan grand duke menyambut kedatangan anda, Pangeran."

Rou menampilkan senyum yang ramah. Pangeran Agares tidak tau harus menunjukan ekspresi seperti apa. Diwaktu yang sama, bayangan ingatan dimasa lalu mencuat dipikirannya. Seketika sang pangeran diliputi perasaan bersalah, mengingat apa yang telah dilakukan ibundanya kepada penduduk wilayah ini tetapi mereka tidak menuntut balas dendam meskipun mampu melakukannya.

"Maafkan aku." Satu-satunya kata yang bisa diucapkan sang pangeran.

Rou tersenyum kecil. "Aku rasa itu bukan kata yang tepat untuk diucapkan sekarang. Bukan begitu, Pangeran?" Rou mengulurkan tangannya.

"Bawa wanitamu dan naiklah kepunggungku!" ucapnya lalu kembali berubah wujud menjadi seekor jaguar besar. Pangeran Agares sempat merasa ragu.

'Tapi, dia kan seorang wanita. Apa dia akan baik-baik saja?' Batinnya.

"Apalagi yang kau tunggu?" ucap Rou dengan suara menggeram yang khas. Pangeran Agares tersenyum kecut, menggendong sang komandan lalu menaiki punggung si jaguar.

"Bereskan para cecunguk bodoh itu dengan benar!" pamit Rou kepada anggotanya yang lain.

Pangeran Agares bergidik ngeri mendengar mereka menggeram secara serempak. Rou membawa keduanya pergi menuju istana utara. Disana Pigen telah menanti kedatangan mereka, satu-satunya pengikut sang grand duke yang bukan seorang hybrid dari suku beastman melainkan suku burung tersebut mewakili tuannya yang sedang sibuk dengan pekerjaannya.

"Selamat datang di utara, Pangeran pertama Agares!" sambutnya seraya membungkukkan badan dengan sopan.

Pigen langsung memperkenalkan dirinya kepada sang pangeran sekaligus menyampaikan maaf karena tuannya tidak bisa menyambut secara langsung. Pangeran Agares tidak mempermasalahkannya. Saat ini, dia justru lebih mengkhawatirkan kondisi Charlotte. Pigen menyadari hal itu. Dia mempersilahkan keduanya masuk lalu membawa pangeran kesalah satu kamar untuk membaringkan sang komandan setelah itu memanggil Cotty. Beberapa saat kemudian, Cotty telah selesai merawat luka sang komandan.

"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku sudah menutup lukanya," ucap wanita itu.

Secara mengejutkan, pangeran Agares membungkukkan badan dengan sopan kepadanya. "Terima kasih atas bantuan anda," ucapnya.

Pigen sontak terkejut melihatnya. Sementara itu, Cotty tidak mengatakan apapun dan justru menelisiknya dari atas hingga bawah membuat sang pangeran kebingungan kemudian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Pigen langsung tertawa cekikikan melihat bahasa tubuhnya yang terlalu klise.

"Kenapa semua orang suka sekali menggaruk tengkuk?" gumamnya pelan.

"Boleh kukatakan sesuatu?" tanya wanita itu. Pangeran Agares mengangguk dengan kikuk.

"Kau sangat baik sebagai pangeran tapi terlalu naif untuk menjadi pemimpin. Aku rasa kau bahkan tidak memiliki kelayakan sebagai putra mahkota," ucapnya dengan santai.

Pigen langsung melongo mendengar hal itu. Tentu saja, dia setuju dengan ucapannya tapi tidak menyangka wanita itu akan mengatakannya secara langsung kepada sang pangeran. Dia menghampirinya lalu menyenggol lengannya dengan maksud memperingatkan. Pangeran Agares sontak tertawa terbahak-bahak.

"Lagipula, saya tidak pernah tertarik dengan itu."

"Apa maksud anda?" Pigen terkejut mendengarnya.

"Jika bukan anda, siapa lagi yang akan menjadi kaisar?" sambungnya dengan wajah terheran-heran.

Pangeran Agares terdiam selama beberapa saat. "Ada seseorang yang pastinya bukan aku," ucapnya membuat kedua orang lainnya kebingungan. Pigen tidak bertanya lebih lanjut setelah melihat wajah sang pangeran yang seperti tidak nyaman.

'Lagipula, itu bukan urusanku.' Batinnya.

"Kalau begitu, kami pergi dulu."
Sepeninggal mereka, pangeran mendudukan diri ditepi kasur lalu memandangi wajah Charlotte yang sedang tertidur dengan pulas.

Malam harinya, Pangeran Agares yang tidak sengaja ketiduran langsung terbangun setelah Pigen mendatanginya bermaksud mengundangnya untuk makan malam bersama-sama. Charlotte masih tertidur dengan pulas. Pangeran Agares mendekatkan dirinya lalu mencium keningnya selama beberapa saat.

"Aku akan segera kembali," ucapnya.

Disisi lain, Melidas juga baru saja menyelesaikan pekerjaannya kemudian turut bergabung dengan para bawahannya untuk makan malam bersama.

Benar.
Tidak ada perbedaan antara pemimpin dan bawahan dimeja makan. Melidas menerapkan aturan tersebut diistananya. Hal itu tidak hanya berlaku dimeja makan, hampir tidak ada batasan yang jelas antara dirinya dengan para bawahannya. Menurutnya, itu tidak perlu. Jabatan bukan tolak ukur seseorang mendapat rasa segan dari orang lain. Selain itu, Melidas telah menganggap bawahannya sebagai keluarga karena hanya mereka yang tersisa dari apa yang dimilikinya dahulu.

"Dimana yang lainnya?"
Pangeran Agares celingak-celinguk mendapati hanya ada beberapa orang yang duduk dimeja makan.

"Tidak ada orang lain lagi. Termasuk tuan duke dan satu orang yang sedang bertugas diluar wilayah hanya ada 4 orang diistana ini," jawab Pigen.

"Tidak ada pelayan dan penjaga?"

"Tuan duke tidak menginginkannya."

"Lalu, bagaimana dengan Rou dan yang lainnya?"

"Mereka tinggal dimanapun yang diinginkan."

Pangeran mengangguk-anggukkan kepalanya kemudian melirik Melidas yang tampak tenang menikmati makan malam. Setelah selesai, dia mendatangi sang grand duke diruang kerjanya, berterimakasih karena telah mengizinkannya berlindung diistana utara.

"Makanan disini mungkin tidak cocok dengan lidah anda. Saya sempat khawatir harus menyiapkan hidangan seperti apa tapi syukurlah, jika anda menyukainya."
Melidas tersenyum lebar lalu beranjak dari posisi duduknya, berjalan menuju sofa, mendudukkan diri disana kemudian mempersilahkan pangeran duduk didepannya.

"Jadi, ada urusan apa anda mencari saya. Pangeran?" Melidas menuangkan secangkir teh untuk mereka berdua.

"Aku hanya ingin berterima kasih atas semua bantuanmu, Mel— Emm... Duke Melidas."

Sang grand duke sontak tertawa kecil. "Tidak perlu terlalu formal. Anda bisa memanggil saya seperti biasa lagipula status anda sebagai pangeran lebih tinggi," ucap Melidas dengan santai.

Pangeran Agares tidak setuju dengan hal itu. Dia menarik napasnya dalam, mengutarakan penyesalannya lalu sekali lagi meminta maaf secara benar. "Sebenarnya ada hal lain yang ingin kukatakan," ucapnya. Pangeran Agares mendadak menjadi serius.

Melidas membaca ekspresi wajahnya dan hanya tersenyum. "Katakan!"

THE THRONE RESERVED [ON GOING]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant