Chapter 8. His scent

110 11 0
                                    

Pangeran langsung menghampirinya, dia melirik kuda Reona yang sudah tidak bisa bergerak. "Wanita keji! Dia bahkan mencelakai hewan yang tidak bersalah, siapa dia? Kenapa menyerang anda?"
"Ahh... aku juga tidak tau, mungkin orang yang membenci margaku," ucap Reo sembari tersenyum kecut.
"Anda terluka, bagaimana jika kita kembali bersama? Saya sudah mendapatkan poin yang cukup, bagaimana dengan lady?"
Reona mengeluarkan bendera berwarna emas yang memiliki poin cukup besar. Pangeran Heinry tersenyum kagum. Mereka berdua kembali dengan posisi Reona dibelakang yang membuatnya harus memeluk pangeran agar tidak terjatuh.

Lady Palka bersama Cael telah lebih dulu sampai dititik awal. Mereka langsung melongo melihat kedekatan keduanya. Pangeran langsung memanggil petugas medis. Dia tidak memberitahukan tentang penyerangan yang terjadi dihutan atas permintaan Reona.
"Apa yang terjadi? Kenapa kau kembali bersama pangeran kedua? Dimana kudamu?" Cael menghujaminya dengan berbagai jenis pertanyaan.
"Bukan apa-apa, lupakan saja." Singkat Reona.
Cael langsung menampilkan ekspresi tidak suka. "Baiklah." Ucapnya pelan lalu meninggalkan Reona ditendanya. Pemuda itu pergi dengan raut wajah kecewa.
"Begini lebih baik, kau tidak perlu terlibat dengan masalah kami" Gumam Reo.
"Dasar wanita dingin! Kau membuat adikmu yang cemas merasa kecewa," celetuk Lady Palka. Reona tidak peduli.
"Apakah dengan begini dia akan berhenti?" Tanyanya.
"Kau juga tau bagaimana kepribadian Cael, anak itu tidak akan menyerah dengan mudah tapi dengan begini dia akan menjadi lebih waspada arghh... Sial! Kenapa mereka harus melibatkan Cael dalam hal ini?" Reona mengepalkan tangannya.

Beberapa hari lalu sebelum hari perayaan, dia mengetahui bahwa Cael juga sedang menyelidiki kematian Liv. Pemuda itu secara diam-diam saling bertukar surat dengan seseorang.
"Cael belum dewasa, dia pasti tidak tau jika dirinya hanya sedang diperdaya. Aku tidak ingin kehilangan seorang adik untuk yang kedua kalinya. Perjalanan ini terlalu berbahaya Palka!"
"Aku tau karena itu kau menempatkanku disisinya!" Ucap Lady Palka berdiri tepat dihadapannya.
"Mereka langsung mengambil tindakan tepat setelah aku menginjakan kaki diistana ini. Orang-orang itu tentu sudah menyadari niatku, mereka akan berusaha melenyapkanku dan aku tidak akan bisa melindungi Cael." Ucap Reo.
Lady Palka menghela napas. "Jangan khawatir! Aku tidak akan membiarkannya tergores sedikitpun. Urus saja dirimu sendiri dengan benar! Aku tidak percaya kau membiarkan dirimu terluka dengan mudah! Aku yang mengajarimu jadi jangan mempermalukanku."

Reona tertawa kencang. "Aku harus menyesuaikan diri dengan peranku. Reo hanyalah seorang gadis cengeng yang tidak pernah berlatih pedang, dia tidak bisa melakukan apapun sendirian." Jelasnya sembari mengangkat sebelah alisnya.

"Ya, lakukan saja apapun yang kau inginkan."

Selesai dengan pertandingan pacuan kuda. Pagi telah berlalu. Siang berganti menjadi sore. Reona hendak kembali kamarnya. Dia berpapasan dengan Luke ditengah jalan. Pemuda itu melambaikan tangannya. Sesosok bayangan hitam muncul tepat dibelakang Luke tanpa pikir panjang Reona langsung berlari menerjangnya. Dia menarik Luke menjauh.
"Tunggu disini dan jangan keluar sampai aku kembali!" Ucapnya.
Reona menyibakan poninya kebelakang lalu tersenyum dengan cara yang mengerikan.
"Hahh... Sialan! Kau telah mengacaukan peranku!" Ucapnya.
Mereka berdua terlibat pertarungan tangan kosong. Reona lebih unggul. Dia berhasil melumpuhkan si penyusup setelah menusuk lehernya dengan jepit rambut miliknya.
"Katakan padaku, siapa diantara kalian yang memimpin pembunuhan Duchess Termaine?" Reona mencekik leher si penyusup dengan kuat.
"Orang biasa pasti sudah mati jika aku mencekiknya seperti ini," ucap Reo dengan nada yang dingin.
"Jangan berpikir terus bungkam! Aku selalu punya cara untuk membuat orang-orang seperti kalian berbicara." Dia mencekiknya lebih kuat kemudian mematahkan satu persatu jarinya hanya dengan satu tangan. Bisel berteriak kesakitan. Ketika Reona hendak mematahkan lengannya, dia berteriak menyerah. Reona langsung melepaskannya.

"Dasar wanita gila! Kau pasti akan mati uhuk uhuk"

"Benarkah? Terimakasih!" Reona mematahkan lehernya dengan tangan kosong, menewaskan si penyusup dalam posisi terkapar. Luke menyaksikan semua itu. Reona berbalik. Mereka saling bertatapan selama beberapa saat. Dia tersenyum kecil kemudian berlalu pergi dari sana.
"Lady mau kemana?"
"Kau terlihat ketakutan, bukannya bagus kalau aku pergi dari sini?"
"Ti— tidak, lady salahpaham. Saya hanya terkejut."
"Luke!? Jangan memaksakan diri! Aku sudah biasa melihat orang lain menatapku dengan ekspresi semacam itu." Ucap Reona dengan lembut. Luke tidak menyerah, dia langsung menarik tangannya. Reona tersentak. Pemuda itu hanya memeluknya tetapi amarah yang menyelimuti hatinya perlahan ikut mereda. Entah bagaimana dia bisa melakukannya.

'Aromanya seperti salju yang jatuh diatas bunga mawar. Menyegarkan.' Batin Reona.

THE THRONE RESERVED [ON GOING]Where stories live. Discover now