Chapter 37. Where's your man?

48 5 0
                                    

Reona sedang menikmati makan siang dengan tenang sampai seseorang masuk melalui jendela kamarnya, merusak suasana. Dia adalah Razel Gregord yang baru terlihat setelah sekian lama.
"Wah. Kau benar-benar sesuatu. Bagaimana bisa kau menipuku seperti ini? Apa kau tau, aku benar-benar bertaruh untuk melakukan semua ini." Ucapnya.
"Memangnya siapa yang memintamu." Cuek Reona.
"Itu karena kau tidak memberi kabar sama sekali dan aku penasaran dengan rumor yang beredar." Reona tidak peduli dan hanya ber'oh' ria sebagai jawaban.
"Kepribadianmu semakin buruk saja," ucap pria itu. Tidak ingin terlalu berbasa-basi. Dia langsung to the point, menanyakan hasil penyelidikannya. Razel menghela napas. "Mereka benar-benar menjaga kerahasiaan pelanggannya, tidak mudah mendapatkan informasi secara cuma-cuma."
"Jadi, kau tidak mendapatkan apa-apa?"
"Siapa bilang?" Sahut Razel.
Reona mengangguk secara singkat. "Lalu?"
"Ada 2 pelanggan yang mencolok diantara yang lainnya; Seorang wanita bangsawan. Dia hanya datang sekali sekitar beberapa tahun yang lalu. Kemudian, seorang pria aneh yang menjadi pelanggan tetap sampai sekarang. Ah- tidak ada pelanggan dengan tato bunga lily yang mendatangi mereka." Jelasnya.
Reona mengangkat sebelah alisnya. "Ada apa dengan si pria aneh?" Tanyanya.
Razel mengangkat bahunya tidak tahu. "Mereka hanya mengatakan, pria itu bisa muncul dan menghilang begitu saja." Reona hanya mengangguk-anggukan kepalanya.

"Omong-omong, dimana kekasihmu?"
"Siapa?"
"Si bocah dari utara itu. Bukannya dia seorang duke? Siapa namanya, Me- Melidas?" Pria itu sengaja menggodanya. Reona memutar bola matanya malas lalu memalingkan wajahnya kearah lain, bersikap seakan tidak tertarik. Seketika tawa Razel langsung pecah.
"Baiklah. Aku tidak akan mengganggumu lagi," ucapnya sembari beranjak dari posisinya.
"Aku lupa memberitahumu satu hal. Akhir-akhir ini, aku mendengar desas-desus aneh diwilayah selatan sepertinya terjadi pemberontakan didalam istana. Para anggota keluarga kekaisaran ditahan dikamarnya masing-masing. Sedangkan, kaisar menjadi boneka tanpa nyawa." Razel langsung pergi setelah mengatakan hal itu.
Tidak lama kemudian, seekor burung bertengger dijendela kamarnya. Reona langsung menghampirinya. "Kau pasti kesal dengan majikanmu. Benarkan? Dia memaksamu terbang sejauh ini berkali-kali." Ucapnya seraya mengambil gulungan kecil yang diikat dikaki burung tersebut.

Semuanya sudah siap. Kami akan menunggu perintahmu.

Seketika senyumnya mengembang.
"Majikanmu terlalu bersemangat untuk sebuah perang, bukan begitu?" Dia mengelus-elus burung tersebut. "Yah. Biarkan saja. Perang akan tetap terjadi tapi tidak sekarang. Kita masih harus menyaksikan pertunjukan menarik yang digelar secara cuma-cuma. Apa kau setuju?" Dia tersenyum manis sampai kedua matanya menyipit membentuk bulan sabit.
"Tunggu disini!" Reo bergegas menuliskan surat balasan, mengikatnya ke kaki burung tersebut lalu membiarkannya terbang kembali kepemiliknya setelah itu menjatuhkan diri diatas tempat tidur dengan perasaan senang.

Ditengah malam,
Reona masih berada diruang kerjanya. Dia terpaksa lembur setelah bersantai selama seharian penuh.

Brak.

Suara benda jatuh terdengar dari luar ruangannya, mengambil pedang, membuka pintu memeriksa keadaan diluar sana.
Gelap.
Sayup-sayup suara langkah kaki terdengar olehnya. Reona langsung mengusap wajahnya kasar sembari mengumpat dalam hati. Akhir-akhir ini semakin banyak penyusup diistananya. Tetapi, kebanyakan dari mereka datang hanya untuk mencaritahu seperti apa rupanya. Tentu saja, kali ini pun akan sama.

'Kenapa semua orang tertarik dengan wajahku?' Batinnya.

Reona merasa kesal. "Permainan kucing dan tikus seperti ini sama sekali tidak menarik. Asal kau tau saja." Dia berbicara dengan dirinya sendiri. Reona menghela napas kasar, bersembunyi ditengah kegelapan, menunggu si penyusup membuat pergerakan. Tidak disangka, semua berjalan sesuai yang diharapkan. Suara langkah kaki terdengar semakin dekat. Reo mengedarkan pandangannya kesekitar, menangkap pergerakan kecil dibalik tiang yang tidak jauh darinya. Dia melayangkan tebasan tetapi, si penyusup berhasil menangkisnya. Mereka terlibat duel. Tidak terlalu lama karena Reona berhasil menjatuhkan senjatanya yang ternyata sebuah tongkat. Si penyusup tidak menyerah, melakukan perlawanan berusaha merebut kembali tongkatnya. Reona reflek mendorongnya kedinding lalu mencekik lehernya cukup kuat.

Malam yang gelap. Bulan purnama menyinari keduanya. Reona langsung terbelalak setelah melihat dengan jelas wajah si penyusup. Dia melepaskan tangannya. Seketika si penyusup terbatuk-batuk. Reona langsung menutup matanya menggunakan tangan.
"Apa yang— "
Si penyusup meronta-ronta, berusaha melepaskan diri. "Apa yang kau lakukan? Lepas! Lepaskan aku!"
Tidak ingin mengambil resiko. Reona membuatnya pingsan lalu menggendongnya ala bridal style— kekamarnya, membaringkannya diatas tempat tidur dengan penuh hati-hati. Seolah membawa sesuatu yang berharga dan mudah rapuh. Dia mengikat kedua lengannya, memilih tali yang lembut agar tidak melukai pergelangan tangannya lalu menutup matanya menggunakan kain. Reona memandangi wajahnya lama, tangannya terangkat untuk membelai rambutnya dengan lembut.
"Bagaimana kau bisa sampai kesini, hm?" Dia menatapnya dengan lekat.
"Aku tidak ingin kau melihatku seperti ini. Bagaimana jika sesuatu terjadi padamu. Kenapa kau selalu kembali kepadaku, Melidas?" Reona mendekatkan wajahnya, mengecup keningnya, turun kehidung kemudian bibir hingga kelehernya lalu dengan sengaja meninggalkan tanda kemerahan disana. Dia tersenyum bangga melihat hasil kerjanya, meraih tangan pemuda itu lalu mengecupnya sekilas.
"Selamat tidur, anak manis!" Ucapnya setelah itu keluar dari kamar lalu kembali keruang kerjanya.

Keesokan paginya,
Melidas baru saja bangun, merasakan tangannya terikat dan matanya ditutup selembar kain. Dia berusaha melepaskan diri. "Diam saja. Kau hanya akan melukai tanganmu!" Ucap Reona yang baru saja masuk. Melidas sontak terdiam.

'Suaranya terdengar tidak asing.' Batinnya.

"Dimana ini?"
"Dikamarku."
"Anda adalah sang Duchess?"
"Emh-hm." Melidas mengepalkan tangannya, merasa kesal karena Reona tidak menganggapinya dengan serius.
"Kenapa anda melakukan semua ini?" Tanyanya dengan nada tidak senang. Reona tertawa kecil, merasa gemas dan berpikir untuk menggodanya.
"Kenapa ya? Mungkin aku menyukaimu?"
"Ap— apa yang anda bicarakan?" Melidas langsung merasa gugup. Jantungnya berdetak tidak karuan. Dia merasa heran dengan dirinya sendiri yang bereaksi demikian.

'Ada apa ini?' Batinnya.

Seketika Reona tertawa terbahak-bahak. "Kau benar-benar sangat lucu!" Ucapnya. Dia merasa puas karena berhasil menggodanya. "Ayo buka mulutmu!"
"Apa? Kenapa?"
"Sudah buka saja."
"Tidak mau."
"Oh. Benarkah? Kau tidak mau?" Reona tersenyum penuh arti lalu menciumnya tepat dibibir. Melidas langsung terbelalak tanpa sadar membuka mulutnya. Reona mengambil kesempatan tersebut lalu menyuapkan sepotong roti. "Anda benar-benat kelewatan!" Reo hanya tertawa kecil. "Sudah diam dan makan saja," ucapnya. Melidas hanya menurut. Entahlah, dia tidak tau apapun lagi. Seolah tubuhnya memiliki kehendak tersendiri. Dia tidak mengenal sang duchess bahkan tidak tau bagaimana rupanya. Tapi, jauh dalam dirinya menikmati perlakuan hangat yang tujukan sang duchess kepadanya.

'Sepertinya duchess tidak seburuk yang orang-orang katakan diluar sana. Jika tidak, aku sudah pasti mati sejak pertama kali. Kenyataannya, dia membiarkanku hidup bahkan mempelakukanku dengan baik. Tidak termasuk tentang tangan terikat dan mata tertutup. Sang duchess memang sering melakukan hal-hal mengejutkan tapi dia bukanlah orang jahat. Sepertinya memang begitu?' Batinnya.

"Anda tidak akan melepaskanku?"
"Akan kulepaskan."
"Kapan?"
"Nanti."
"Nanti itu kapan?"
"Pokoknya nanti. Tidur saja! Aku akan kembali keruanganku." Melidas mendengus kesal. Tidak mengerti dengan cara berpikirnya.

Beberapa saat kemudian,
Seorang penjaga memasuki ruangannya dengan napas tersengal-sengal. "Ada seseorang... Penyusup... Penyusup telah memasuki kamar anda, Duchess!" Reona langsung bergegas menuju kamarnya. Melidas tidak ada dimanapun. Seketika dia menjadi sang panik.
Valmira mendatangi si penjaga. "Tidak ada siapapun. Apa kau yakin melihat seorang penyusup?" Si penjaga mengangguk dengan yakin. "Dia keluar dari jendela kamar Duchess lalu membawa sesuatu yang besar. Saya- "
"Dia pergi kemana?" Potong Reona dengan cepat. Si penjaga menjadi kebingungan. Reona yang hilang kesabaran terus menerus mendesaknya. Si penjaga mulai ketakutan.
"Ada sesuatu disini!" Teriak Valmira.
Secarik kertas tergeletak diatas tempat tidur. Reona membacanya dengan seksama lalu meremasnya dengan penuh emosi.
"Apa yang terjadi, Duchess?" Tanya Valmira.
Bukannya menjawab, Reona langsung melengos begitu saja. Tidak membiarkan siapapun mengikutinya. Dia pergi dengan tergesa-gesa membuat semua orang kebingungan.

THE THRONE RESERVED [ON GOING]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant