xxxiv. Closer

9 1 0
                                    

" Ada kalanya manusia lebih baik tidak mengetahui kebenarannya walau itu terus menyiksanya "


.

.

.


" Kau datang kemari pasti untuk mengemis maaf dariku, benarkan ??" ucapan itu berhasil menjadi kalimat pembuka percakapan ini. Setelah ditinggal nyonya Song berdua saja, kedua murid SMA itu kompak mengunci mulut rapat-rapat selama beberapa saat. Hingga akhirnya Mingi membuka mulutnya dan membuat suasana disekitar langsung berubah jadi menegang.

Heejin yang berdiri agak jauh dari ranjang sang pemilik ruangan, refleks langsung membuka mulutnya namun tak mengeluarkan suara sama sekali saking kagetnya.
Pertanyaan Mingi sungguh tak layak dijadikan sebagai pembukaan.

Jika diawalnya sudah di buka dengan intimidasi, maka jangan berharap kalau kalimat selanjutnya yang keluar adalah kata-kata manis selembut kapas.

" Atau jangan-jangan, kau datang kesini supaya aku memaafkan perbuatan si berandal Kim itu ?" lontar Mingi dengan nada meledek. Sebuah senyum getir hadir di bibirnya dengan cepat. " Kau serius gadis pencicip ?"

Mingi sudah berada di posisi yang nyaman. Terduduk diatas ranjang selagi memandang Heejin culas. " Tak ku sangka kau akan berpikir sejauh ini. Ku kira kau orangnya dingin dan tak tahu malu. Jadi, bagaimana ? Kita akan mulai ke intinya saja ? katakan sekarang juga, apa tujuanmu kemari ? Untuk mengemis maaf dariku ? Atau mengemis maaf untuk Hongjong ?"

" Ahhh...tapi sebelum itu, izinkan aku bicara informal padamu. Bahasa ini terlalu kaku didengar. Benarkan ??"

Mingi mengangkat satu alisnya sebagai tambahan. Memang sangat congkak. Tingkahnya sudah layak kita jadikan dia sebagai kaisar dari daratan benua ini. Dagunya yang terus saja terangkat, dan sorot matanya, semua itu seakan-akan menunjukkan jika dirinya memang penguasanya disini.

Sedangkan keadaan Heejin berbeda 180°, ia nampak kesulitan meneguk ludahnya sendiri.

" Kenapa ? Elo jadi ragu mengutarakannya ??"

Melihat Heejin meneguk ludah dengan kasar, Mingi otomatis tertawa dengan nada penuh kegembiraan. Ia bahkan menepuk tangannya beberapa kali sambil menatap gadis bermarga Kim didepannya.

" Elo lucu seperti biasa, gadis pencicip, " celetuk Mingi berpangku tangan. Moodnya tiba-tiba naik dengan drastis. Dan sepertinya dia sudah melupakan nasib dia yang akan terkurung di ruangan ini selama beberapa jam kedepan.

" Nggak usah gugup, gadis pencicip ! Santai~ "

" Mingi..."

" Ya ?" pemuda itu sontak menghentikan aksi konyolnya. Menatap Heejin lamat-lamat.

" Aku tau itu bukan kau, "

" .... "

" Kau tidak melakukan semua kekacauannya, itu bukan kamu yang sesungguhnya. Aku tau semuanya Mingi, " ungkap Heejin sambil menatap wajah Mingi.

Jangan tanya ekspresi aneh apa yang saat ini sedang Mingi tunjukkan pada Heejin. Pemuda itu sukses menampilkan wajah terkejutnya tanpa filter. Mata melotot, mulut terbuka, deretan gigi depannya yang tak bisa disembunyikan, pikirannya benar-benar blank. Hal memalukan apa lagi yang mampu ditambahkan ?

" Itu bukan kau Mingi. Mata merah itu ada padamu, aku melihatnya. Sesuatu merasukimu hari itu dan memaksamu bertindak seperti itu !"

.

.

.

Ada yang pernah mengatakan pada Jongho, kalau malam-malam tuh enaknya makan mie instan yang berkuah. Cuacanya yang dingin dan lembab harus ditemani dengan yang panas-panas agar suhu tubuh kita tidak ikutan down. Apalagi jika menghabiskannya bersama dengan orang-orang. Nikmat dari mie instan bakal meningkat pesat dan mengubahnya menjadi makanan mewah. Namun,

°°~Guardian Spirit Mission : Gemini Shadow~°°{Ateez}Where stories live. Discover now