LIMA PULUH SATU

6.9K 351 56
                                    

Hari minggu yang cerah, meski begitu angin tetap hadir melewati celah ventilasi udara memberikan kesegaran. Suasana hati Risa cukup baik hari ini karena Alvan sudah tidak lagi tinggal di rumahnya. Kemarin, Nadine ibunya Alvan menjemput laki-laki itu dan sudah membelikannya apartmen untuk putranya tempati.

Ketukan pintu kamar menyadarkan Risa, gadis itu bergegas membuka pintu. Risa terkejut melihat teman-temannya datang, ia pikir tadi ibunya yang mengetuk pintu.

"Kok kalian ke sini gak bilang dulu?" Tanya Risa penasaran. Gadis itu mempersilakan Leta dan Tina masuk ke dalam kamar.

"Kejutan dong, gimana keadaan lo, udah mendingan?" Tina bertanya sembari menaruh tasnya di atas meja belajar.

"Lumayan."

"Kita kangen banget sama lo, Sa," ujar Leta lalu memeluk tubuh Risa erat.

"Padahal baru dua hari yang lalu ketemu, masa udah kangen aja."

"Gak ada lo tuh berasa hampa banget tau, kurang lengkap," balas Leta.

Tina menatap Risa lembut, berharap keadaan sahabatnya itu baik-baik saja. "Besok lo sekolah gak? Soalnya besok minggu terakhir kita sekolah sebelum ujian."

Risa mengalihkan fokusnya pada Tina yang baru saja bersuara. Gadis itu menjadi diam. Banyak pikiran berkecamuk di kepalanya. Ia belum siap bertemu banyak orang terlebih lagi teman-teman sekolahnya. Mereka pasti tau berita tentang kehamilan ini dan Risa takut mereka akan mengolok-olok dirinya.

"Aku takut, Na," lirih Risa.

Tina menggenggam tangan Risa dan mengusapnya lembut. "Lo gak usah khawatir, ada kita yang selalu ada buat lo."

"Aku takut, gak semua orang ngerti sama kondisi aku, dan gak semua orang punya pola pikir dan pandangan yang sama."

"Justru itu, Sa, gak semua orang menyalahkan lo, masih banyak kok orang-orang yang belain lo, masih banyak orang baik yang mau membela korban pelecehan seksual," timpal Leta.

"Kita bakal sigap tutup telinga lo kalo ada yang mulai ngomong yang aneh-aneh soal lo. Jangan khawatir, kita bisa lewatin semua ini bareng-bareng."

Risa tertegun melihat tatapan sahabat-sahabatnya yang tulus meyakinkan dirinya. Risa sangat bersyukur memiliki sahabat seperti Leta dan Tina yang selalu berada di sisinya saat ia sedang terpuruk seperti ini. Ini adalah salah satu anugerah Tuhan yang diberikan kepada dirinya, karena tidak semua orang memiliki sahabat sebaik mereka.

Benar. Risa harus mencoba berani sedikit demi sedikit. Ia tidak bisa bersembunyi terus menerus, menghindar, yang mana masalah tidak akan pernah usai jika Risa terus takut.

"Teman-teman sekelas juga udah tau kok kalo lo gak bersalah, banyak dari mereka yang belain lo, mereka juga sadar kalo lo tuh korban, gak berhak buat dimusuhin apalagi disalahin," jelas Tina.

Leta mengusap punggung Risa. "Tinggal seminggu lagi, abis itu kita ujian sekolah, terus lulus. Kita bisa mulai lembaran hidup yang baru di lingkungan yang baru. Lo pasti bisa, Sa.

Tina menepuk tangannya, mencoba mengubah suasana. "Gimana kalo kita main hari ini? Udah lama juga'kan kita belum nongkrong bareng lagi?" Ajak Tina dengan antusias.

"Ayo! Gue pengen ke bioskop, ada film komedi baru yang udah gue tungguin, abis itu kita makan ramen sama beli es krim? Eh, tapi gue juga pengen lihat barang-barang lucu di miniso atau KKV," seru Leta antusias.

"Gimana, Sa, mau gak?"

Risa menatap kedua sahabatnya bergantian, kemudian mengangguk setuju.

"Yeaayyy, kita makeup'an yuk? Pengen photo box juga di sana!"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 24, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

I'M A VICTIM!Where stories live. Discover now