EMPAT BELAS

10.1K 363 2
                                    

            Baru saja Risa turun dari angkot yang ia tumpangi, dirinya sudah disuguhi pemandangan yang tidak ia harapkan. Alvan berdiri di gerbang sekolah, menunggu kehadiran gadis itu. Mata kedua remaja itu bertemu, Alvan melihat ke arah Risa dan tersenyum kepada gadis itu.

Mau tidak mau, Risa menghampiri Alvan berhubung laki-laki itu sudah melihatnya. Alvan memberikan tangannya, bermaksud untuk meminta tangan Risa yang kecil untuk digenggam.

Risa menghela napas lalu menerima uluran tangan Alvan, membiarkan laki-laki itu menggenggam tangannya. Berbeda dengan Risa, Alvan justru merasa senang. Ini pertama kalinya ia menggenggam tangan Risa seperti ini. Ia berharap bisa melakukan hal ini setiap hari.

Pemandangan baru itu membuat heboh satu kelas. Termasuk Tina dan Leta. Kedua perempuan ini dengan antusias mengintrogasi Risa yang baru saja duduk di kursinya.

"Lo beneran udah jadian sama Alvan?!" Pekik Leta tertahan, gadis itu tidak mau membuat Alvan malu karena sedang dibicarakan oleh mereka.

"Enggak," jawab Risa tanpa minat. Lagipula ia terpaksa melakukan itu.

"Pake ngelak segala. Kalo enggak kenapa gandengan segala?"

"Emang salah? Harus pacaran dulu gitu kalo mau gandengan?" Tanya Risa dengan nada tidak suka. Ia heran kepada teman-temannya. Mengapa mereka sangat menantikan dirinya berpacaran dengan Alvan? Mereka juga senang menjodohkannya dengan laki-laki itu. Risa tidak mau. Andai mereka tau penderitaan yang dialami Risa gara-gara Alvan.

"Santai aja, Sa. Jangan marah gitu, gue cuma penasaran," ucap Leta. Ia terkejut melihat respon Risa.

"Kenapa lo gak suka kita tanya begini?"

Risa menoleh ke arah Tina. Gadis itu bingung harus menjawab apa. Jika ia menceritakan hal yang sebenarnya terjadi, bisa dipastikan hal itu akan menyebar ke mana-mana. Lalu dirinya akan menjadi perbincangan orang-orang.

Risa tidak mau. Ia tidak siap menerima asumsi-asumsi masyarakat banyak mengenai dirinya. Ia takut tidak sanggup menerima ujaran kebencian dan sebagainya.

"Fansnya dia'kan banyak. Gitu-gitu juga Alvan banyak yang suka. Gak mau nambah musuh, udah mau lulus juga, kan? Jadi, temenan aja."

Tina menatap Risa dengan penuh selidik, ragu dengan jawaban Risa. "Beneran? Atau karena gak enak sama Aji?"

Kini, Risa yang dibuat bingung. Gadis itu mengernyitkan dahinya. "Kenapa jadi ke Aji?"

"Lo emang gak peka, ya?" Tanya Leta heran.

"Hah?"

"Gak jadi!"

Risa mendengus mendengar jawaban yang tidak diharapkannya. Masa bodo'lah, Risa tidak mau menambah pikiran. Sudah banyak masalah yang ia hadapi saat ini. Jadi, tidak perlu penasaran segala.

"BTW, kenapa kemarin gak sekolah? Tanpa keterangan lagi."

Risa menghela napas berat mendengar pertanyaan Tina. Haruskah ia jujur, jika ia pergi bolos karena tudak ingin bertemu Alvan karena masalah ini? Ia takut akan ditanyai tentang memori masa lalu yang ingin Risa kubur.

"Lagi males aja."

Jawaban yang Risa lontarkan sukses membuat Tina dan juga Leta membelalakan matanya tidak percaya.

"Serius murid teladan kayak lo bolos sekolah? Ketularan Aji, ya, lo?"

Risa memutar bola matanya malas. Aji lagi Aji lagi. Risa juga tidak ingin mendengar nama itu.

"Emang kenapa? Gak boleh? Aku juga ngerasain jenuh, gak kalian doang!"

"Yaa, padahal kemarinnya lagi kita abis main, gak nyangka aja gitu," jelas Leta.

I'M A VICTIM!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang