TIGA PULUH

7.9K 334 11
                                    

            Leta dan Tina baru saja dari kantin untuk membeli air minum. Keduanya berjalan beriringan menuju lapangan sambil mengobrol. Tepat sampai di tangga yang berada di samping lapangan, Leta dan Tina hendak menghampiri Risa. Namun, langkah keduanya berhenti melihat Risa yang melamun, menatap ke depan dengan tatapan kosong, bahkan gadis itu tidak sadar jika air matanya sudah keluar membasahi wajah mungilnya.

Leta dan Tina bertukar pandang. Makin hari keadaan Risa semakin tidak baik-baik saja. Gadis itu sampai tidak pernah mengeluarkan suaranya jika tidak ditanya lebih dulu. Ini bukanlah Risa yang baik-baik saja. Risa anak yang ceria, berubah menjadi murung seperti ini tentu membuat kedua sahabatnya khawatir. Apalagi wajah gadis itu pucat bagai mayat hidup.

"Kita harus ke rumah dia, sih hari ini. Lo les jam berapa?" Tanya Tina.

"Nanti malem. Gue bisa kok sempetin ke rumah Risa."

"Oke, kita harus korek sedalem mungkin masalah yang dia alami. Gue bener-bener khawatir dia kayak tiga tahun yang lalu."

"Duh, jangan sampe deh. Gak tega gue."

Setelah itu, mereka menghampiri Risa, mengajak ngobrol dan bercanda. Baik Tina maupun Leta berusaha untuk membuat Risa terhibur meski gadis itu meresponnya secara terpaksa.

Bunyi pluit mengalihkan seluruh perhatian murid-murid. Mereka diminta segera ke lapangan untuk melakukan pemanasan terlebih dahulu sebelum kegiatan dimulai.

Meski panas matahari begitu menyengat membakar kulit, namun hal itu tidak membuat gentar Pak Andi untuk melakukan kegiatan olahraga siang ini. Lebih tepatnya murid-muridnya ini akan melakukan ujian praktik dengan tema kebugaran jasmani. Murid-murid akan berlari keliling lapangan dengan jumlah keliling yang sudah ditentukan.

Leta, Risa, dan Tina beranjak dari duduknya dan segera berlari ke lapangan. Mulai berbaris seperti yang diminta Pak Andi. Di depan barisan sana ada salah satu murid yang memimpin pemanasan. Pemanasan dimulai dari kepala hingga kaki.

Risa terdiam saat merasakan kepalanya berdenyut pusing. Ditambah panas matahari yang menyengat membuat pusingnya bertambah. Risa tidak bisa lagi mendengar arahan dari temannya yang memimpin pemanasan, karena detik berikutnya, Risa tidak sadarkan diri.

"Risa!" Teriak Leta karena melihat sahabatnya tergeletak di lapangan.

Murid-murid yang melihat langsung menghampiri gadis itu. Alvan yang tadinya hendak menghampiri Risa menjadi bergeming di tempatnya. Ia didahului Aji yang sekarang sedang membopong tubuh mungil Risa ke UKS. Alvan mengepalkan tengannya kuat. Dalam hatinya ia menjerit tidak terima tapi, mau bagaimana lagi. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak mengganggu Risa lagi. Ia harus bisa melepaskan Risa dan membiarkan gadis itu bersama orang lain.

***

Tina meletakkan tas Risa di kursi belajar gadis itu lalu ikut merebahkan tubuhnya di kasur milik Risa bersama Leta dan juga Risa. Mereka pulang bersama dan bermain sebentar di rumah Risa. Berhubung juga ketiga remaja itu sudah lama tidak mengumpul bersama seperti ini.

"Udah lama banget gak main ke rumah lo, Sa. Gue kangen kasur ini, biasanya kan kita nginep terus tidur di sini," ucap Tina sambil memeluk boneka kucing milik Risa.

"Iya, ya. Udah lama," jawab Risa pelan. Gadis itu menatap langit-langit kamarnya. Dulu, tempat ini adalah tempat yang paling Risa suka. Tempat dirinya belajar, bermain serta curhat bersama teman-temannya, dan tempat ia berehat dari hari yang melelahkan. Namun, sekarang kamarnya adalah salah satu tempat yang paling ia benci.

Risa terdiam memikirkan bagaimana reaksi kedua sahabatnya jika kamarnya ini adalah tempat Risa mengalami pelecehan oleh seseorang yang tidak pernah mereka duga?

I'M A VICTIM!Where stories live. Discover now