DUA PULUH TUJUH

6.9K 309 5
                                    

  Halo semuaaaa! Maaf yaa ngilang seminggu ini. Bener-bener lumayan sibuk bulan ini sampe 11 September nanti. Setelah itu, kayaknya bisa deh upload rutin seperti biasa. Maaf yaa bikin kalian nunggu. Part ini masih anget banget, kalo ada kepenulisan yang kurang enak mohon maaf yaa.

Selamat membacaa!

***

          Berbeda dari biasanya, Leta malah terdiam ketika melihat Tina dan Risa bersama pagi ini. Biasanya gadis itu akan menghampiri kedua sahabatnya dengan semangat, merangkul lalu bercerita panjang lebar. Leta ragu, pasalnya mereka berdebat cukup sengit, meninggikan ego masing-masing hingga keputusan yang Leta buat ternyata salah.

Ia mengembuskan napas perlahan. Mengeratkan pegangan pada tali tas lalu berlari kecil menuju Risa dan Tina. Ia harus bisa menurunkan ego. ia salah dan harus minta maaf kepada Risa karena suda membuat sahabatnya itu tersinggung.

"Risa, Tina!"

Yang dipanggil menoleh kala namanya disebut. Risa dan Tina kompak berhenti melangkah dan berbalik menunggu Leta yang berlari menghampiri mereka. Tanpa diduga-duga, Leta langsung memeluk kedua sahabatnya itu.

"Maaf, gue salah."

Risa terdiam setelah mendengar ucapan Leta. Gadis itu langsung bergetar takut karena ucapan Leta barusan mengarah bahwa gadis itu tidak baik-baik saja dan pasti ada hubungannya dengan Dimas. Jika Dimas tidak melakukan apa-apa, tidak mungkin Leta akan meminta maaf seperti ini.

"Minta maaf kenapa? Lo diapain sama Dimas?!" Tanya Tina panik.

Leta menggeleng, ia menangis karena merasa bersalah dan juga mengingat kejadian buruk kemarin.

"Ta..." Risa akhirnya bersuara meski bergetar. Gadis itu sudah tidak bisa berpikir jernih lagi. Apakah Leta menjadi korban juga sama seperti dirinya?

"Maaf Sa, lo bener, harusnya gue nolak dan gak pergi ke rumah Dimas."

Deg!

Tubuh Risa seketika lemas. Tidak! temannya tidak boleh merasakan penderitaan yang sama. Risa mohon jangan ada lagi korban terlebih lagi orang terdekatnya.

"Dimas apain lo, Ta?! Bilang sama gue, biar gue abisin itu cowok!" Teriak Tina murka.

Leta melepaskan pelukannya. Ia mengusap wajahnya yang basah karena menangis, kemudian menunduk, tidak berani menatap kedua sahabatnya.

"Dimas mau ngelecehin gue, untungnya gue berhasil kabur. Gak bisa dibayangin kalo Dimas berhasil ngelecehin gue, gue akan menyalahkan diri gue sendiri seumur hidup."

Tanpa sadar Risa menghela napas lega. Bersyukur karena Leta tidak mengalami hal seperti dirinya. Namun, Risa yakin Leta pasti trauma dengan yang dialaminya. Hampir dilecehkan oleh orang yang dipercayai. Pasti hatinya sangat sakit.

"Dimas belum sempet nyentuh kamu, kan?" Tanya Risa.

Leta menjawab dengan gelengan kepala. "Enggak, gue langsung nyakar muka dia pas dia mau cium gue. dia bilang seks dalam pacaran itu adalah hal yang normal. Gue gak mau rusak sebelum menikah. Selagi gue bisa ngejaga kehormatan gue, bakal gue jaga terus dan cuma suami gue yang boleh dapet."

Risa menunduk sedih mendengar ucapan Leta barusan. Ternyata dirinya sudah rusak. Ya. Ia tidak pantas mendapatkan laki-laki baik manapun karena dirinya sudah tidak suci lagi. Risa bahkan tidak tau sudah berapa kali dia bersetubuh dengan Alvan meski ia dipaksa.

Tangan Risa bergetar lalu meremas ujung rok sekolahnya. Relung hatinya sakit, begitu sesak di dalam sana setelah sadar bahwa dirinya sudah tidak berharga lagi. Memangnya ada yang mau dengan seorang perempuan tidak perawan yang melakukan seks berkali-kali sebelum menikah? Risa merasa kotor. Ia juga tidak mau kehormatannya direnggut secara paksa seperti ini.

I'M A VICTIM!Where stories live. Discover now