Chapter 20 : Kriteria pria idaman

705 18 0
                                    

Elina melangkah masuk ke mansion di jam yang sudah menunjukkan pukul delapan pagi.

Saat melewati meja makan, para pelayan sangat sibuk membereskan piring-piring kotor pertanda orangtua Sean sudah menyelesaikan sarapan. Lalu saat Elina bertanya kemana perginya Grace dan Albert, pelayan hanya mengatakan bahwa keduanya pergi mengajak Blue dan Florence tanpa mengatakan tujuannya. Tidak mau memakai pakaian formal, Elina berganti pakaian santai— celana jeans hot pants dan kaos hitam longgar untuk menutupi paha mulusnya. Ia langsung melangkahkan kaki menuju balkon untuk sejenak menghirup udara sejuk di pagi hari.

Mansion Sean jauh dari kepadatan jalan raya kota Brooklyn tapi tidak juga berada di pinggiran. Rumahnya berjauhan dengan para penduduk lain yang tinggal di area ini membuat mansion yang sangat luas terkesan sepi, damai dan tentram. Di sepanjang jalan aspal hanya dipenuhi oleh banyak pepohonan— pohon maple, pohon pinus dan pohon apel. Halaman luas mansion disulap menjadi area taman yang lebih tertata. Aneka jenis bunga serta tanaman hias pun sudah mulai tumbuh dengan indah.

Itu semua berkat Elina menyuruh para pekerja untuk menata rapi agar halaman tersebut layak dipandang mata.

Saat pertama kali menjejakkan kaki di mansion yang bernuansa abu-abu bercampur putih ini, Elina serasa mengunjungi rumah kosong yang tak berpenghuni. Setelah sebulan lebih berada dalam mansion, istana megah Sean jauh lebih terawat karena Elina bersama Veronica dan Grace bersatu untuk melakukan renovasi agar tempat ini layak dihuni manusia.

Elina sempat berpikir, untuk apa pria itu membuat rumah yang sangat luas sedangkan dirinya selalu memilih pulang ke penthouse mewahnya. Pria itu gemar menghamburkan uangnya dengan membangun istana megah tapi jarang ditempati.

Merasa bosan, Elina mencoba melakukan panggilan video dengan Felicia untuk sekadar menanyai kabar sahabatnya itu.

Kepala Blue atau Felicia akan menjadi taruhannya.

Sekelebat ancaman percakapan itu mengusik pikiran Elina.

"Hai."

Lamunan Elina kembali tersadar ketika suara khas dan wajah Felicia sudah memenuhi layar.

"Hai," sapa Elina. "How are you?"

"Hei... kau panjang umur sekali. Aku baru saja akan menghubungimu." Felicia sedikit terkekeh.

"Benarkah?" Elina memicingkan mata setelah itu tertawa pelan juga.

"Kau tidak bekerja? Bukankah di Barcelona saat ini sudah sekitar jam dua siang?" Memastikan keadaan, Elina bertanya dengan nada heran ketika melihat Felicia memakai pakaian bebas dress off shoulder bukan setelan formal seperti biasanya.

"Aku cuti hari ini," jawab Felicia sambil menggaruk hidungnya yang tidak gatal. "Kau sedang dalam masalah ya?" tebak Felicia asal-asalan mengalihkan topik.

Inilah alasan Elina suka bersahabat dengan Felicia.

Dia begitu perhatian dan baik hati. Walau saat pertama kali mengenal Felicia, dia memberitahu bahwa dirinya sempat tinggal lama di rumah bordil. Elina tak mempersalahkan akan hal itu. Felicia juga begitu terhadap dirinya. Saat Felicia baru mengetahui sosok Elina yang sebenarnya adalah kalangan orang kaya raya bahkan ternama, Felicia tak banyak bertanya dan tetap berkomunikasi seperti biasa.

Mereka tetap menjalin persahabatan tak mempersalahkan latar belakang masing-masing.

"Kau benar aku sedikit memiliki masalah."

Elina menarik napas dalam-dalam dan menghembuskan secara perlahan. Ia langsung mencurahkan apa yang terjadi di pesta pernikahan semalam. Bertemu kembali dengan Julian, Máximo dan mengajak Sean untuk bekerja sama untuk memenangkan satu project besar.

REVENGE DESIREWhere stories live. Discover now