Chapter 18 : Berdebat terus

737 19 0
                                    

Elina menggeliatkan tubuhnya tak tentu arah, kemudian mengerjapkan mata perlahan sambil memegang kepalanya yang terasa pusing.

Ia membuka kelopak matanya secara penuh ketika menatap kamar yang begitu asing. Terakhir yang diingat adalah kesadarannya menipis hingga pingsan di sayap mansion. Tapi sebelum dirinya ambruk ke lantai, Elina remang-remang sadar telah berada dalam gendongan seseorang. Bayangan lelaki gagah, tampan dan tak asing.

Jujur saja Elina sangat terkejut berat mendapati ancaman bahwa si penelpon misterius akan mengusik kehidupan dua orang yang sangat berharga dalam hidupnya. Baik Blue dan Felicia, keduanya memiliki peran penting selalu berada di titik terendahnya.

Jelas yang selalu diandalkan menjadi yang pertama bagaikan sayap pelindung ialah Julian Rathore.

Kelopak matanya sekali lagi memandangi langit kamar yang sangat asing dan baru menyadari bahwa dirinya tidur di sebuah ranjang besar. Elina sendiri tidak tahu berada dimana hingga langsung memeriksa kondisi tubuhnya dan bersyukur mendapati dress yang dikenakan masih utuh tak terkoyak satu helai pun. Manik matanya tak sengaja melihat jam di nakas yang sudah menunjukkan pukul 06.30 pagi.

Selama itukah dia tak sadarkan diri ?

"Kau sudah bangun?"

Elina mengenali pemilik suara berat ini dengan jelas. Dia pun menoleh untuk memastikan dan melihat ke arah pintu kamar mandi yang terbuka, menampilkan sosok Sean.

Itu artinya sosok bayangan tampan yang telah menyelamatkannya adalah suaminya sendiri bukan Máximo. Bagaimana bisa?

"Kau sudah bangun, Elina?" tanya ulang Sean. Menekankan kepada siapa dia bertanya.

"Kau bisa lihat sendiri," jawab Elina lalu bertanya hal lain untuk memastikan sesuatu. "Apa kau yang membawaku kesini?" tanyanya hati-hati.

"Kau tidak suka jika benar aku?" kata Sean seraya menutup kencang handle pintu kamar mandi. "Atau kau berharap Julian atau kau berpikir Máximo keparat yang menolong dirimu, hm."

"Jangan kesal kupikir juga Máx karena dia yang dekat," Elina berkata jujur kemudian menghela nafas pelan.

Tidak di pungkiri Elina berpikir seperti itu karena Máximo orang terdekat yang berada di sayap mansion.

"Kau mengenal Máx?" tanya Elina kemudian mencairkan suasana yang seketika hening. Tidak perlu menjawab, Sean malah berjalan sesekali mengibaskan rambutnya yang basah.

Elina mencoba menegakkan punggungnya untuk bersandar di kepala ranjang. Ujung ekor matanya tidak sengaja melirik nakal dan menyaksikan Sean hanya mengenakan balutan handuk putih yang melilit bagian pinggang. Percikan air yang jatuh ke lantai perlahan menandakan Sean baru saja selesai mandi. Bola matanya bergerak memandangi pahatan indah otot-otot perut kotak-kotaknya yang terbentuk. Berkat cahaya lampu yang terang benderang di pagi haru, Elina dapat menyadari bahwa pria itu ternyata memiliki satu ukiran tato tepat di dada sebelah kiri bertulisan bahasa Yunani yang tentunya Elina tidak mengerti artinya.

Tidak dipungkiri Sean merupakan sosok yang mempunyai wajah rupawan yang tegas.

Selama ini Elina saat bersetubuh dengan Sean selalu di tempat kegelapan atau lampu yang dimatikan atas permintaan pria itu. Elina pun tak menyadari akan hal itu karena ia hanya menikmati sensasi kepuasan duniawi tiada tara. Tanpa sadar Elina menggigit bibir bawahnya menahan aroma maskulin yang menguar sangat kuat begitu membangkitkan gairah.

"Kita dimana?" tanya Elina yang tersadar dari lamunan mesumnya. Memandang kembali Sean yang sudah duduk di sofa besar panjang berada tak jauh dari ranjang tidur di sebelah kirinya.

Kemudian pria itu mulai menyibukkan diri mengambil kertas-kertas di sebelahnya dan membolak-balik diatas pangkuannya— untuk mengecek sekilas apa ada yang kurang dari dokumen tersebut.

REVENGE DESIREWhere stories live. Discover now