Chapter 12 : Sebuah potrait

868 22 0
                                    

Sekelebat kejadian akan masa itu muncul dalam ingatan Sean beberapa saat yang lalu.

Lamunan Sean pun buyar ketika Steve bertanya sesuatu. "Apa alasan kau mencari informasi mengenai anak Elina?"

Sean memandangi mata gelap milik Steve dengan tatapan sinis. Detik ini juga ia sangat tidak suka dengan kepintaran pria blasteran itu.

Pria yang saat ini tampil kasual dengan memakai setelan kaos hitam dilapisi jaket coklat gelap. Ia memang memiliki kemampuan diatas rata-rata. Jika sahabat yang lain tingkat berpikir kritisnya masih dalam posisi dasar. Tidak dengan Steve, dia sudah dalam tahap memahami secara kompleks dan menyeluruh. Seketika ia mulai membenci Steve atas kepekaan pria blasteran itu dalam menangani masalah. Sangat pintar dalam membaca situasi.

Dalam hati pun, Sean bertanya-tanya untuk apa dia mencari informasi mengenai bocah fanatik biru itu.

Lagi-lagi sepuluh manik mata gelap milik sahabatnya seakan sedang menyidang Sean. Seakan ia adalah penjahat kelas atas yang harus segera diadili.

Dan demi tuhan, setelah ini ia berjanji akan memberikan Eric pekerjaan yang sangat berat. Sampai lelaki itu tidak nyaman dalam memejamkan mata sebentar, saking banyaknya masalah yang harus cepat ia selesaikan. Dari awal Sean sudah katakan, apapun informasi yang ia dapatkan, kirim saja melalui email. Tidak perlu sampai mengadakan pertemuan seperti ini.

Shit.

Sean mengembuskan nafas berat. Lalu berani menatap manik mata sahabatnya bergantian dan mulai mengatakan sesuatu.

"Kupikir dia—"

"AKU BARU INGAT!!!" Teriakan Eric yang sangat keras membuat semua terkejut kaget. Jayden yang duduk disebelah refleks menggebuk keras kepala Eric.

"Kenapa kau berteriak, sialan?" Jayden memegang kupingnya yang berdengung kencang.

Eric tidak mempedulikan Jayden yang memarahinya. Pria itu langsung berlari kecil menuju nakas untuk mengambil tablet yang ia taruh di sana tadi. Dia mulai menekan tombol hidup untuk menyalakan kembali layar monitor. Ia merasa percaya diri dan sangat yakin kali ini bahwa informasi yang akan disampaikan sangat bagus.

"Aku ingin menunjukkan hal ini pada kalian sedari tadi. Jika tidak ada yang langsung meremehkanku." sindir Eric sambil melirik sinis Jayden.

Ini semua ulah Jayden. Pria tukang komentar itu membuat Eric seketika menjadi linglung karena Jayden langsung meremehkan ketrampilan yang ia miliki. Otaknya seketika jadi ngelag dan lupa bahwa ia membawa informasi yang sangat penting dan berharga. Eric langsung mulai melebarkan senyum, saat melihat tatapan melongo tidak percaya pada raut wajah para sahabatnya.

Satu potret berhasil membuat semua tercengang.

Blue terlihat bersama seorang pria dewasa seusia mereka, bahkan usianya jauh lebih tua. Mereka mengenal siapa yang sedang bersama blue, walau pria tersebut memakai topi merah yang menutupi sedikit bagian wajahnya. Di potret itu memang tidak terlihat ada Elina— namun mereka yakin, bahwa wanita itu sudah pasti berada di lokasi tempat potret itu diambil.

Kenzie menjadi orang pertama menanggapi potret tersebut. "Jadi selama ini Elina mengenal sosok Julian Rathore. Waw sayap pelindung istrimu sangat kuat, kawan." Kenzie menoleh pada Sean.

Ucapan Kenzie bukan jenis pertanyaan yang perlu dijawab— melainkan sebuah pernyataan yang terpampang nyata.

Dan satu potret berhasil menjawab semua pertanyaan di benak pikiran mereka. Ini alasan Eric tetap bersikeras kepada Sean untuk tetap melanjutkan informasi lewat pertemuan saja.

"Pantas saja dulu informasi Elina sulit didapat. Mungkin Julian juga yang membantu Elina bersembunyi lima tahun lalu saat kita mencoba mencari dia di sudut dunia lewat kamera pengawas." papar Steve. "Julian sangat hebat mengenai tetek bengek dunia teknologi."

REVENGE DESIREDove le storie prendono vita. Scoprilo ora