9. (Maka) Zana marah

451 75 6
                                    

"Makannya kalau jalan hati-hati, malaweung waè. Anak sekolah itu harus hati-hati, terus gimana gak bisa sekolah? Gak bisa olahraga? Ketinggalan pelajaran. Kalau di urutnya dimana dimana?" Omel Nenek Lina membuat Alura menghembuskan napas kasar.

Dia sudah menduga reaksi Neneknya akan mengomel panjang lebar jika Alura pulang dengan kaki terkilir.

"Di rumah temen." Jawab Alura bohong.

Neneknya tidak boleh tahu bahwa Alura melakukan hal gila seperti menyelamatkan orang lain lagi.

"Syukur kalau gitu. Eh, untung aja Nenek udah masak ngelihat kondisi koki rumah ini yang pulang-pulang terkilir." Ujar Nenek Lina sebelum beranjak ke dapur.

Alura jadi tidak nyaman karena pekerjaan rumah biasanya Alura yang handle. Kedua orang tua Alura bercerai saat Alura lahir karena alasan yang tidak Alura ketahui hingga saat ini. Meskipun begitu Alura tidak kekurangan kasih sayang karena mereka memberikannya tidak terhingga meskipun tidak bernaung dalam rumah yang sama. Alura akur dan dekat dengan Ibu maupun Ayahnya tanpa perasaan broken home.

Alura diasuh ibunya penuh perhatian dan kasih sayang sampai SMP. Saat menginjak SMA, Alura memutuskan tinggal bersama Nenek. Karena nyaman dan sering dititipkan juga ketika SD dan SMP karena ibunya mengasuh dirinya sambil bekerja untuk menyambung kehidupan. Biaya hidup, sandang, pangan, dan papan Alura, ditanggung oleh Ayahnya.

Lagipula Alura senang hidup dengan Neneknya di kampung. Hitung-hitung Alura mebalas budi Neneknya yang sudah banyak Alura repotkan saat kecil ketika dititipkan karena katanya Alura nakal.

Neneknya pun tidak menolak saat Alura mengatakan akan tinggal bersama. Paling terkadang hanya mengomel yang sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Alura.

Alura mengerjap dan berjalan ke dapur dengan susah payah ketika Neneknya menyuruh makan.

**

"Van, lo kok nurut aja sih?" Tanya Ian sebelum mengepulkan asap rokoknya membuat Ditto menyalakan kipas angin yang berada di dekatnya, menyuruh orang-orang yang berada di dekat pintu untuk membukanya.

Van menaikan satu kakinya ke paha, bersandar pada sofa single dengan bibir mengapit rokok sebelum menyalakannya dengan gasoline, membakar ujung rokok. Menghisapnya sebelum menghembuskan asapnya kembali keluar mulut dengan rokok yang diapit di tangan kanan, sedangkan tangan kirinya menyangga di pinggiran Sofa.

"Gimana?" Tanya Van menaikan sebelah alisnya meningkahi pertanyaan Ian.

"Itu ... tentang Alura. Gak biasanya lo bawa cewek lain ke markas. Ya, lo emang gak pernah bawa cewek manapun ke sini, sih. Tapi dia kayak lo perlakuin beda. Sampai dibonceng naek motor elo, loh." Komentar Jonash sebelum menghisap rokoknya yang tinggal setengah.

"Hubungan kalian juga kayak lebih deket daripada hubungan lo sama Zana. Wajar lah, kita kaget." Celetuk Yasa sebelum meminum sisa kopinya sampai habis.

"Dia punya foto gue ngerokok di gudang. Ngancem pengen jagain gue." Ujar Van sebelum menghisap nikotin itu.

"Hm? Apa dia sepik buat deketin Van? Misi penting yang tadi dia bilang, jangan-jangan cuman modus?" Tanya Ditto menghisap Vape elektriknya, duduk di samping Renan yang kini tengah menyandarkan punggung ke sofa dengan tangan terlipat di dada, menyimak.

Ian sontak menggeleng protes, "Gue liat gak ada cinta dari cara dia natap Van. Gimana ya, jelasinnya? Tatapannya ke Van itu kayak emang beneran mau lindungi cuman motifnya yang gue gak paham."

"Kenapa dia harus repot jagain Van yang bahkan baru dia kenal kemarin?" Sahut Ren akhirnya. "Logisnya, Van lebih dari cukup buat jaga dirinya sendiri ketimbang dijagain Alura yang notabennya cewek. Motifnya mungkin gak semudah yang kita kira."

Jika Kamu Mati BesokWhere stories live. Discover now