40. (Jika) drama dimulai

417 86 45
                                    

Alura mengerjap sebelum memutuskan untuk meraih dahan pohon yang Van julurkan, mencoba menaiki pohon meskipun sulit. Pembawaannya jadi cukup murung dan moodnya turun dengan anjlok.

Sampai Alura mengerjap tatkala sudah berada di dahan pohon puncak, tepat di atas antara rumah Neneknya dan tetangganya yang dibatasi tembok tinggi milik Neneknya.

Alura tertegun tatkala menemukan pemandangan seluruh kampungnya dibawah langit malam dari atas. Entah kenapa sepi namun damai.

Kedamaian kampung di malam hari yang mampu menggetarkan jiwanya.

"Cantiknya." Gumam Alura mengulum senyum sambil menyelipkan rambutnya yang terbang disentuh angin malam.

Alura jadi mengerjap sebelum menggigit ikat rambut, menyatukan rambut dengan kedua tangan dan mengikatnya sebelum menoleh dan tersentak berlebihan tatkala Van tengah menatapnya sedari tadi.

"Kenapa?" Tanya Alura dengan nada bergetar sambil menutup setengah wajahnya yang memerah padam.

"Lo bisa lompat gak?" Tanya Van mengedikan dagu ke bawah, tepat ke halaman samping rumah Alura yang berumput pendek.

Alura meneguk ludah menyadari tingginya sebelum menggeleng.

"Gapapa, paling kaki patah." Ujar Van santai membuat Alura melotot.

"Jangan, dong! Emang lo gak bisa nangkep gue di bawah?" Tanya Alura membuat Van mengedikan bahu.

"Males banget," ujarnya tengil. "Lo kelihatan berat."

"Kan gak tahu kalau belum dicoba, kalau lompat sendiri nanti kakinya beneran patah gimana?"

"Paling masuk Rumah Sakit." Seloroh Van enteng membuat Alura menahan umpatan.

"Lo kan tahu gue gak bisa lama di Rumah Sakit." Ujar Alura akhirnya membuat Van mengerjap, benar juga. Van baru ingat.

Van jadi beranjak dan melompat ke bawah dengan gampang membuat Alura menganga.

"Kok lo gak takut sih?"

Van jadi berdecih sambil mengedikan bahu, tukang panjat dinding sekolah sepertinya mana ada takut-takut.

"Tungguin lo disitu." Titah Van sebelum menoleh ke sekitar dan menemukan tangga tidak jauh darinya.

Alura menunggu sampai Van menyandarkan tangganya ke dahan pohon sebelum mengulum senyum.

"Makasih, loh. Meskipun lebih enak kalau lo nangkep gue, sih." Ujar Alura sambil perlahan menuruni tangga.

"Gak enak di gue anjir." Tukas Van.

"Jangan ngintip!"

"Lo ngomong lagi, gue tendang ini tangga!"

Alura menghembuskan napas lega tatkala kakinya sudah menginjak halaman rumahnya sebelum tersenyum pada Van.

Van jadi menoleh ke sekitarnya yang gelap sebelum menemukan jendela dengan gorden tidak tertutup. Van dapat melihat sekilas isi kamarnya yang gelap karena cahaya bulan. Itu pasti kamar Alura yang disinggung tadi.

"Jendela lo gak pake tralis?" Tanya Van membuat Alura menggeleng.

"Rawan. Lo sendiri lagi." Gumam Van tidak habis pikir.

Perkampungan ini tidak mungkin seketat pengamanan perumahannya, apalagi penjahat akan mudah menerobos lewat pohon barusan.

"Lo gak takut sendirian?" Tanya Van lagi membuat Alura menggeleng enteng.

"Gue bukan penakut. Sebenernya asal jangan nonton film horor aja, sih. Makannya gue gak pernah nonton film setan lagi sejak jaman SMP makannya gak penakut." Ujar Alura membuat Van memajukan bibir bawahnya, mengejek.

Jika Kamu Mati BesokWhere stories live. Discover now