16. SUREPRISE

17 16 1
                                    

Mereka semua pun turun, begitu mengintip jika besan sudah tiba, Mama langsung menyusul anaknya di kamar atas, Cit sigap menyalakan lilin lalu membakar lilin aroma terapi untuk menciptakan suasana yang tenang seperti di salon spa.

"De nyalain kompor panasin lauknya!" Mama berteriak membuat Cit segera berlari ke dapur dan menyalakan kompor dengan tangan gemetar.

"De singkirin kopi Papa di meja!" perintah Papa yang seketika panik membuat Cit jadi bingung harus mendahulukan yang mana dan berakhir dengan mondar-mandir kebingungan.

Tokk.. tokk.. tokk!

Papa membuka pintunya, Radindra langsung memeluknya erat, hilang semua kegugupan Mochtar. Ia pun menyambut sahabat karibnya itu sambil berbincang-bincang mengingat masa lalu mereka yang badung.

Kedua Mama besan yang baru pertama kali berjumpa setelah belasan tahun tak bertemu pun bercipika-cipiki begitu akrab mengingat masa kecil putera-puteri mereka yang dahulu sering bermain bersama. Ternyata kegugupan itu timbul karena banyaknya pikiran negatif yang kita simpan, padahal kejadiannya bahkan lebih mengasyikkan dan tidak ingin cepat-cepat selesai.

"Eh ini Auwa ya."

Dewi segera memeluk gadis bergaun putih tulang lengan pendek yang dicurinya dari lemari sang Kaka yang tak bisa melawan, karena Mama bilang baju itu sudah kekecilan di badan Zara yang kian berisi.

Can masuk ke dalam rumah dan bertemu tatap dengan Cit yang nyaris kehabisan nafas karena pelukan Dewi dan rasa kagetnya jika Can akan menjadi saudara iparnya. Segalanya menjadi pelan, gerakan Papa dan Radin yang lebih memilih duduk di sofa ruang keluarga daripada langsung ke meja makan yang telah menjadi pusat perhatian khusus keluarga.

Papa membuka laci meja dan mengeluarkan seperangkat alat sigar. Mama yang mematikan kompor dan memindahkan lauk hangat ke dalam piring, Matt yang mengangkat kepalanya dan terkesima dengan Zara yang menuruni tangga dengan gaun burgundy yang memamerkan keindahan bahunya.

"Kamu tu dulu pipinya gembul," Dewi mencubit gemas kedua pipi Cit."Pantatnya montok." Dewi menepuk bokong Cit yang seketika membuatnya malu di depan Can yang menahan tawa.

Bumi yang luas dihuni seratus sembilan puluh empat negara, tiga puluh empat kota di Indonesia dan empat ratus lebih kota dan kabupaten kenapa ia harus menjadi saudara dengan pria bermuka dua dan menyebutnya cewe jelek. Cit bergumam di dalam hatinya.

Setelah persiapan yang mendebarkan, makan malam pun berlangsung santai, Mama begitu semangat menyuguhkan berbagai hidangan lezat yang ia siapkan. Matt berusaha mendekati Zara yang masih menutup diri dan hanya berakting di depan semua orang. Meskipun berakting Matt tidak peduli, yang terpenting Zara tampaknya tak sekalipun berusaha membatalkan rencana pernikahan mereka.

"Namanya prestasi anak-anak kan harus kita dukung apapun kegiatannya selagi positif, Mel."

"Iya mbak, eh jadi Radin ini ketua organisasi gitu ya di sekolahnya, organisasi apa Nak?"

"Pecinta alam Tante."

"Oh yang naik-naik gunung ya?"

"Bukan Tante, iya kita pernah si bikin agenda naik gunung ... "

"Oh gunung apa?" jawab Mama Melati semakin antusias.

"Gunung Agung Tan."

"Oh yang gunung tertinggi di Bali, tingginya tiga ribuan MDPL kan?" Papa Mochtar menimpali.

Can mengangguk sambil mengunyah makanan di dalam mulutnya. Cit lebih banyak terdiam dan sesekali tersenyum jika namanya disebut ke dalam pembicaraan.

PETERCANWhere stories live. Discover now