13.MATT DAN ZAR

50 49 5
                                    

Zara menyusuri sepanjang lorong toko-toko eksklusif yang menjual kain-kain berkualitas. Ia merogoh totebagnya meneliti catatan belanjanya lalu masuk ke salah satu toko dan menyentuh beberapa tile kristal magenta, yang cocok untuk gaun pesanan salah seorang sahabatnya yang berhasil menjadi penyanyi salah satu ajang pencarian bakat.

"Udah ketemu?"

Zara menoleh pada Matt yang bosan menunggunya di mobil. Matt adalah anak seorang pejabat negara yang sukses mengelola beberapa bisnis keluarga. Keluarga Zara sangat senang ketika orang tua Matt mengajaknya untuk menjadi besan, dengan menikahkan salah satu dari masing-masing anak kebanggaan keluarga.

"Kan aku bilang tunggu di mobil."

Zara menghela nafas lalu berjalan ke arah lain, Matt begitu sabar mengikuti Zara yang selalu berusaha menghindarinya. Ia tahu Zara tak akan semudah itu menerima perjodohan ini. Awalnya ketika kedua orang tuanya menelepon dan memaksanya pulang dari Amerika, Matt juga berusaha mencari-cari alasan untuk menghindari perjodohan, tapi siapa sangka. Gadis yang dijodohkan padanya adalah seorang Ancika Zara Gabriela, gadis cantik jelita yang pernah membuatnya jatuh cinta sejak gadis itu masih SMP.

"Kamu sampai kapan mau bersikap begini?"

Zara kembali ke tile kristal magenta dan mengangkat jari telunjuknya pada salah satu pegawai yang segera menghampirinya dengan cekatan.
"Kalian punya magenta yang lebih gelap dari ini?"

"Ada Mbak tapi saat ini kosong. Lima bulan lagi baru datang."

"Oh ya sudah kalau gitu yang ini saja lima meter ya."

Sementara Zara sibuk dengan buku catatan dan kain-kainnya bersama seorang pegawai toko yang membantunya memotong kain dan membawa ke kasir, Matt duduk di sofa menyecap secangkir teh chamomile yang disajikan oleh sang pemilik toko, yang mengajaknya berbincang-bincang tentang bisnis.

Sesekali Matt melirik gadis berambut ikal panjang yang dicat gradasi milk tea cokelat itu. Gadis muda yang ambisius dengan hidupnya, wajah tegasnya seolah memberi isyarat pada siapapun, bahwa tak ada yang tak mampu ia lakukan sendiri, tak ada satu pun badai yang mampu menggoyahkannya apabila ia sudah menentukan suatu hal.

Gadis itu tumbuh sempurna dengan pendirian yang kuat, Matt merasa kesabarannya selama ini dalam menanti wanita idaman yang sepadan berbuah manis. Bagai seorang nelayan yang sabar, ia lebih memilih untuk melawan amukan ombak demi mendapatkan ikan laut yang hidup melawan arus daripada bersantai membudidayakan ikan air tawar, seperti gadis-gadis Amerika yang menggilainya dan yang tak perlu banyak tenaga dan upaya untuk ditaklukan.

Sebab untuk menjadi seorang isteri Matthews Kelana Radindra, seorang pria ambisius yang isi kepalanya dipenuhi dengan ide dan bisnis, ia memerlukan seorang isteri cerdas dan tangguh agar mampu menjadi partner yang nyaman diajak diskusi berbagai hal.

Zara bagai setangkai mawar di hati Matt. Ia hanya menikmatinya dan membiarkannya tumbuh hingga puas mencapai keindahan yang paripurna. Ketika saatnya tiba, ia tak ingin memetiknya, tapi ia akan memindahkannya ke taman luas, dimana ia bisa berkembang biak melahirkan beberapa anak tangkai lagi yang tak kalah indahnya.

Ko Liem membuka instagram restoran seafood milik Matt yang membuat air liurnya meleleh. "Enggak kuat ni kalo lihat galeri seafood siang-siang begini hahaha, oysternya kelihatan seger-seger banget."

"Iya betul, seafoodnya masih hidup semua jadi dijamin fresh. Chef yang masak juga saya bawa langsung dari Jimbaran Bali. Jadi kalau soal bumbu dan sambal, dijamin bikin lidah bergetar Ko."

Nyonya Liem menepuk bahu Matt.
"Haiya kalau gitu nanti saya ajak keluarga saya makan-makan di tempat you punya resto a."

Matt mengangguk. Ketika mereka tengah asyik berbincang dan tertawa Zara menghampiri meja kasir lalu mengeluarkan dompetnya. Nyonya Liem menggeleng dan mendorong dompet Zara. Salah seorang pegawai toko segera membawa belanjaan Zara.
"Sudah dibayar suamimu semua."

"Suami?" Zara membesarkan matanya dan menoleh pada Matt yang tersenyum sambil menaikkan sebelah alisnya.

"You butuh apa lagi ha, jangan sungkan, mau cari kain macam mana lagi?"

"Udah cukup kok Ko."

"Oke terimakasih murah rezeki, cepat dapat anak ya."

Zara mengerjapkan matanya lalu meninggalkan toko menuju ke mobil. Sesampainya di dalam mobil ia menoleh pada Matt yang masih berkutat dengan ponselnya.

"Kok belum jalan?"

Matt mengetik dengan cepat tanpa sedikit pun memberikan perhatian pada Zara, membuat Zara merasa terabaikan.
"Hallo Matt."

"Matt."

"Matt kok belum ja ..."

Matt mengusap pipi Zara dengan sayang tanpa menoleh padanya.
"Iya sabar Sayang."

Zara seketika terdiam, sentuhan Matt membuat darahnya berdesir dan merinding. Zara memejamkan matanya, jemari Matt mengusap pipinya. Matt menoleh dan tersenyum. Matt mendekatkan wajahnya di depan wajah Zara, Zara membuka matanya lalu spontan menampar Matt.

Plak!

"Apa si!"

Renyah sekali tamparan Zara membuat Matt mengusap pipinya sambil meringis. Zara menutup bibirnya dengan punggung tangan, membuat Matt terkekeh dan semakin gemas.

"Emang enggak boleh?"

"Boleh apa?!" Zara memundurkan tubuhnya ke pintu mobil ketika Matt kembali memajukan matanya.

"Kan kamu calon isteri aku?" Ujar Matt dengan tatapan tajam dan senyuman genit.

"Apa si Matthews!" Zara mendorong Matt dengan kedua tangannya, tapi Matt menahan kedua pergelangan tangan Zara hanya dengan sebelah tangan.

"Aww lepasin."

"Isteriku, tunggu ya nanti kalo udah halal, kamu yang pasti minta."

"Ha minta apa?" Ujar Zara panik sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"Kiss." Matt memonyongkan bibirnya membuat Zara menutup mulut Matt dengan telapak tangan, tapi Matt malah menciumi telapak tangan Zara yang membuatnya merasa geli.

"Mattttt!" rengek Zara membuat Matt pun terkekeh lalu melepaskan cengkramannya.

"Hahaha takut ya?"

Zara mendengus kesal lalu membanting punggungnya ke sandaran jok mobil.
"Bukan takut, tapi geli tahu enggak?"

"Iya memang awalnya geli Ra. Tapi lama-lama enak."

"Ngomong apa sih!" Zara membekap mulut Matt yang sudah seperti tanggul bocor. []

PETERCANWhere stories live. Discover now