PROLOG

171 78 37
                                    

Uhukk.. uhuk Mamaris
mau pantun nich😘

Gadis cantik berambut lebat
Suka bernyanyi di depan kaca
Cakepp!
...
Jika readers ingin bersahabat
Followlah dulu sebelum membaca
🌸

Selamat membaca adin-adinda sekalian kesayangan Mamaris

PROLOG

✨✨✨

🌸

Aku terbangun dari kasur lembut dengan seprai satin berkelir putih di atas ranjang kayu keemasan yang besar. Aku menghirup aroma manis kayu, lemon dan mint yang menyegarkan, kemudian kembali merebahkan diri di atas kasur seempuk awan, dan kutarik selimut hingga ke leher dengan nyaman.

Ceklekk!

Pengait jendela terbuka dan aku yang baru saja memejamkan mata kembali terjaga. Kulirik Nana yang terlelap di sofa ujung ranjang. Nana adalah raksasa lembut berwarna kekuningan pucat dengan corak cokelat yang menggemaskan, namun juga begitu overprotektif menjaga keluargaku.

Aku menoleh pada cermin, seorang gadis cantik berambut pirang tergerai dengan gaun tidur putih berenda dan pita di bagian dada. Ia terlihat begitu pucat dan jantungnya berdetak tak karuan ketika jendela kembali berderak. Seperti ada seseorang yang sedang berusaha mencongkelnya dari luar.

Sekelebat bayangan disertai kilauan cahaya berkelip-kelip dari balik jendela. Aku pun melangkah dengan hati-hati sambil membawa batang lilin bercabang dari kuningan yang sedikit berat.

Kilauan cahaya kembali berkelebat bersama cahaya kota yang berpendar-pendar. Aku mendekatkan wajahku ke kaca, sebuah kilat cahaya keemasan melesat ke langit biru legam bertabur bintang.

Seumur hidupku, aku belum pernah melihat bintang jatuh secara langsung, apalagi mendengar adanya bintang terbang, atau bola api terbang seperti Banaspati, Kemamang, Lampor dari Laut Selatan atau Pulung Gantung dari Gunung Kidul yang bisa mengganggu kejiwaan.

Aku menempelkan wajahku pada kaca jendela hingga nafasku menciptakan embun. Angin bertiup menerbangkan khayalan anak-anak setiap malam, mengantarnya pada setiap hal yang mereka impikan, takutkan, dan semua hal yang mereka bayangkan sebelum tidur.

Aku melihat langit seluas samudera dan milyaran bintang yang memamerkan cahaya genitnya, gumpalan awan di dekat bulan bagai pilar-pilar penyangga dan tangga menuju istana cahaya. Apakah benar-benar ada kerajaan di bulan?

Bukan, bukan alien botak berwajah tirus dengan mata seperti lalat dan suara komputer rusak yang mengisinya, tapi bidadari bergaun putih dan bersayap angsa yang senang menari balet, serta pangeran musik yang pandai bersuling Sunda, sehingga jika ia sedang iseng memainkan sulingnya, penari balet akan langsung mengganti sayap angsa dengan selendang sutera, dan menari jaipong sampai pinggulnya encok.

Aku memperhatikan pilar-pilar dan tangga bercahaya bulan, siapa tahu ada bidadari yang melempar selendangnya ke jendelaku dan mengundangku menari Jaipong, meskipun aku lebih suka tari piring.

Tapi istana Cahaya pasti tak memiliki piring, karena bidadari tidak membutuhkan makan dan minum, oleh karena itu mereka biasa saja di kala Ramadhan, tidak menungging di atas sofa sambil mengurut perut dan memelototkan mata menanti azan di TV, meskipun mereka tetap kurang setuju jika rumah makan ditutup di siang hari.

PETERCANNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ