19. CLOUDY

48 49 8
                                    

CLOUDY
☁️

Mama memijat keningnya usai menutup telepon dari Pak Gandhi, wali kelas puteri bungsunya. Sejak kecil Cit memang kesulitan menghadapi pelajaran di sekolahnya. Mama sudah berusaha mengajari dan memasukkannya ke beberapa tempat les, namun karena Cit tak menampakkan perubahan, Mama pun akhirnya menyerah.

"Kenapa Ma?" Zara yang baru saja masuk ke dalam rumah segera menghampiri Mama yang begitu pucat dan lemas.

"Ka, bantu Mama ke sofa, badan Mama lemes Ka."

Zara segera melempar tasnya sembarang lalu memapah Mama merebahkan diri di atas sofa. Zara memijat kepala Mama yang katanya terasa berputar-putar tujuh keliling.
"Duh Mama kenapa Ma, kita ke dokter aja ya sekarang," Zara meraih ponselnya dan mencoba menghubungi Papa yang ternyata tengah berkebun di halaman belakang.

"Pa, Mama sakit."

"Ka jangan kasih tahu Papa."

Zara mematikan ponselnya, tapi Papa buru-buru mencuci kaki dan tangannya yang berlumpur, lalu melempar topi capingnya sembarangan.
"Kenapa Ma, tadi siapa yang telepon?"

Mama menghela nafas lalu menggeleng, membuat Zara semakin panik dan mencoba membongkar laci dan mengobok-obok tumpukan obat di dalam sana.
"Vertigo Mama kambuh ya, obatnya di sini enggak Ma?"

Itulah seorang ibu yang harus menghafal segala letak benda di dalam rumah. Bahkan ketika ia yang sakit, anaknya masih bertanya di mana letak obatnya. Mama mengusap dadanya dan beristighfar, lalu berusaha duduk.

"Mama enggak apa-apa Ka."

"Enggak apa-apa gimana si Ma, orang Mama keringetan dingin kayak gini, sampe badan Mama gemetar."

"Ka, Ade dimana sekarang?"

"Belum pulang sekolah lah Ma?" Zara melirik jam tangan dan jam dinding bergantian, semuanya tepat mengarah pada jam tiga sore.

"Enggak pernah loh Ka, Ade pulang terlambat."

"Mungkin lagi kerja kelompok Ma ada tugas sama teman-temannya di sekolah. Kenapa si Ma?"

"Ade Ka, Ade."

"Iya Ma iya, ada apa sama Citra Laksita Aurora anak manja kesayangan Papa itu."

"Tadi, tadi wali kelasnya telepon Mama."

"Iya terus?"

"Dia bilang Ade mau dikeluarkan dari sekolah," Mama menangis tersedu-sedu di pundak Zara.

"Hah, kenapa? Bikin ulah apa anak itu?" ujar Zara geram dan panik melihat Mama yang tampak merasa gagal menjadi seorang ibu.

Papa berjongkok di hadapan Mama membuat Mama membungkam mulutnya seketika.
"Kenapa Ade bisa dikeluarkan Ma?"

"Dia berantem sama orang?" Zara menebak dan hanya mendapatkan gelengan kepala dari Mama.

"Terus kenapa Ma?" Papa mengusap air mata Mama lalu memeluk dan menepuk-nepuk punggungnya.

"Kata, kata Pak Gandhi Ade sering tidur di kelas, jadi nilainya enggak bisa diselamatkan lagi. Guru-guru sudah memasukkannya dalam daftar siswa bermasalah, setelah rapat mereka sepakat kalau Cit terancam tidak naik kelas atau dipindahkan ke sekolah lain."

Papa menghela nafas berat dan kecewa, Zara tampak benar-benar geram dan merasa malu karena ulah Cit.
"Mama tenang ya Ma," Zara mengusap pundak Mama.

"Mungkin Ade ada masalah di sekolah Ma, nanti kita tanya kalau dia udah pulang ya." Papa mencoba menenangkan Mama yang menangis seolah kegagalan Cit adalah pertanda jika bumi akan berhenti berputar dan matahari terbit dari barat.

PETERCANOnde as histórias ganham vida. Descobre agora