15.DINNER

47 50 7
                                    

He was my dad, with a rage that always filled his head. He was never afraid of losing his life on the battlefield, but he was nervous about getting his daughter engaged.

🖤




Mama memang lahir di desa dari keluarga sederhana yang hanya tahu tentang berladang dan berternak kambing. Tapi untuk segala urusan rumah tangga Mama tak kalah cerdasnya dengan ibu-ibu berpendidikan di luar sana, seperti ibunya artis Maudy Ayunda. Mama sangat telaten dalam mengurus acara, mulai dari pesta-pesta kecil hingga acara-acara besar keluarga dan yang berhubungan dengan kedinasan Papa.

Oleh karena itu meskipun Mama bukanlah orang yang senang tampil di depan khalayak ramai, diam-diam banyak ibu-ibu yang menggumi bahkan menyimpan iri padanya. Sayangnya Mama yang pemalu sering kali mudah menerima kritikan pedas para ibu-ibu iri hati itu, hingga terkadang ia lebih senang berada di rumah daripada menghadiri beberapa acara yang dihadiri oleh sekumpulan ibu-ibu, yang bahkan kini telah membuat semacam geng pembenci Mama.

Mama hanya datang ke suatu acara apabila ia ditunjuk sebagai panitia atau ada atensi khusus dari isteri komandan satuan agar semua isteri-isteri tentara hadir ke acara penting tersebut.

Meskipun terkadang ia lebih berpihak dan menyayangi Zara dibandingkan Citra, bagi Citra mama tetaplah wanita istimewa. Seperti malam ini, bermodalkan pinterest dan onlineshop, ia membeli lilin, taplak meja, gelas dan piring yang sesuai dengan template makan malam sekelas hotel bintang lima di dalam rumah Kapten Mochtar Kivlan Zein yang sederhana.

Citra menyalakan lilin lalu memfoto meja makan cantik itu beberapa kali untuk ia upload ke akun Instagram yang berisi berbagai macam gambar yang ia abadikan. Ada kucing hitam putih di depan pagar rumah yang ia beri nama petercat, ada deretan majalah di pasar loak, pedagang monyet di pasar hewan dan bahkan capung kawin di sebuah tangkai sungai.

Mama menggeser gelas lalu mengibaskan tangannya, hingga lilin-lilin putih itu lenyap meninggalkan asap yang berhembus ditiup angin dari pintu yang terbuka.
"Kok udah dinyalain lilinnya, entar meleleh jelek."

Cit memonyongkan bibirnya.
"Iya maaf Ma."

Papa meneropong jalanan, Cit menghampiri Papa yang tengah gugup menanti besan.
"Duarrr!" Cit menepuk punggung Papa hingga Papa terlonjak.

"Astaghfirullah! Ade kalo Papa jantungan gimana?!"

Cit dan Mama terkekeh geli melihat tingkah satu-satunya pria tampan gagah perkasa di rumah itu.
"Hahaha Papa."

"Lagian Papa kayak mau perang aja si Pa," Cit merebut teropong di tangan Papa dan mencobanya.

"Ini gugupnya lebih dari mau ketemu musuh tahu!"

"Kalo ketemu musuh pasti lebih ngeri lah Pa, orang nyawa Papa taruhannya," Zara duduk di salah satu bangku dan hendak mencomot makanan, untung Mama sigap menggeplak tangan manisnya yang nyaris menjalar ke atas meja yang sudah paripurna menyambut besan.

Papa menghampiri Zara lalu duduk di seberang Zara dengan tatapan penuh. "Kalau perang.. Papa hanya kehilangan nyawa, tapi ini Papa mau kehilangan puteri Papa," ujarnya dengan tulus membuat mata ketiga wanita itu berkaca-kaca.

"Kalau Papa enggak mau kehilangan Zara, ya jangan paksa Zara nikah cepat lah Pa," ucap Zara pelan dan hati-hati sambil berpura-pura merapikan piring di atas meja.

PETERCANWhere stories live. Discover now