Pertemuan 30

898 33 0
                                    

Burung-burung pun mulai berkicau dan matahari pun mulai menyinari bumi, bahkan cahaya dari matahari itu mulai mengintip melalui celah-celah jendela. Ibu hamil yang masih bergelung selimut pun mulai menggeliat ketika sinar matahari tersebut mulai menusuk wajahnya.

Dengan mengerjap pelan, Liliya mulai bangun dan menyibak selimut yang menutupi tubuh nya. Ibu hamil tersebut mulai beranjak dari kasur dan berjalan untuk keluar dari kamar.

Saat Liliya mencapai ruang makan, dia bisa melihat ibunya sedang menyiapkan sarapan di dapur. Liliya yang hendak membantu pun langsung di cegah oleh Inas dan menyuruh Liliya agar duduk manis saja di meja makan.

Liliya sedikit mencibir dan tak elak dia pun menuruti perintah dari sang ibu, setelah duduk manis di meja makan, Inas memberikan susu hamil untuk Liliya dan gadis itu mulai meneguk susunya. Sambil menunggu Inas selesai menyiapkan sarapan untuk dirinya dan juga putrinya ini, wanita yang sudah berumur itu mulai menceritakan tentang saudara dari Liliya.

"Nak, apakah kamu masih ingat tentang kakak mu?". Tanya Inas, Liliya pun menoleh dan mengangkat satu alis, dengan ekpresi bingung.

"Ugh.. Maaf?".

"Ember, ibu tidak pernah menceritakan ini kepada mu bukan. Tapi itu sudah tidak penting.". Inas berbalik dengan membawa sebuah sup ayam hangat lalu meletakkannya di depan Liliya, aroma dari sup tersebut menggugah gadis tersebut.

"Ibu berharap, kamu tidak pernah bertemu dengan dia." Lagi-lagi, Liliya di buat bingung oleh ibunya, gadis itu hendak bertanya namun dia menyimpannya saja. Lebih baik jangan terlalu jauh untuk bertanya, intinya saja Liliya harus mengikuti nasihat dari ibunya.

Inas dan juga Liliya pun mulai memakan sarapan mereka dan menikmatinya, namun saat sedang menyantap sarapan mereka, bell apartemen pun berbunyi membuat kedua gadis berbeda umur itu menoleh.

"Umm, biar Liliya saja bu". Inas pun mengangguk saja dan membiarkan Liliya yang membuka pintu. Saat sudah mencapai pintu, Liliya sejenak mengintip melalui lubang yang berada di pintu tersebut.

Liliya bisa melihat seorang pria dengan jas hitam, sedang membelakangi pintu dan sepertinya dia sedang menelpon? Liliya tanpa ragu mulai membuka pintunya, setelah pintu terbuka pria tadi pun mulai berbalik.

Tubuh gadis tersbeut pun membeku ketika melihat jika yang datang adalah Vero, sahabat dari Matthias. Jika Vero mengetahui alamatnya berarti Matthias juga mengatahui alamat nya.

Vero mengangkat wajahnya sambil membalikkan tubuhnya menghadap langsung ke arah Liliya, pria tersebut menghela nafas dan dengan berat hati Vero harus menyampaikan kabar yang sedikit berduka.

"Liliya, tolong jangan tutup pintunya." Cegah Vero dengan meletakkan satu tangan di pintu apartemen tersebut, saat pintu itu hendak tertutup.

"Aku ingin menyampaikan sesuatu,". Ucapan Vero pun terhenti yang membuat Liliya mengangkat satu alisnya. Dengan terpaksa gadis itu tidak menutup pintu nya dan membiarkan Vero melanjutkan perkataan yang ingin dia sampai kan.

"Matthias kecelakaan, bisa di sebut ini kecelakaan tunggal. Dia tadi hendak kemari, namun sebuah musibah menimpanya". Ujar Vero yang membuat tubuh Liliya melemas, mata gadis tersebut berkaca-kaca dan bahkan satu tetes air mata pun mulai mengalir di pipinya.

"K-kau berbohong kan?! Katakan pada ku jika ini bohong!". Kata Liliya tak terima, wanita itu pun mulai menangis dan berteriak memanggil ibunya, setelah ibunya sampai dengan wajah panik. Gadis itu mulai memeluk tubuh ibunya dengan erat, dan kemudian Inas pun merasa bingung.

"Sayang, ada apa? Kenapa?". Tanya Inas , wanita sudah berumur itu mulai menoleh ke arah pria yang berjas hitam tersebut. Lalu meminta untuk penjelasan.

Matthias Drevn [End]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora