Pertemuan 9

2.2K 59 0
                                    

07.30

Kaki jenjang Liliya mulai turun ke arah dapur, dia dengan itu menengokkan kepalanya ke arah dapur. Melihat ada beberapa pelayan dan juga koki yang pastinya dari kelas bintang atas, mereka memasak dengan terampil.

Liliya hendak melangkahkan kakinya untuk memasuki dapur tersebut, namun pergerakan dari gadis tersebut terhenti ketika sebuah tangan menghalangi jalannya. Liliya pun langsung mendongakkan kepalanya dan melihat pria bertubuh tegap dengan mata abu-abu pucat nya menatap Liliya dengan tatapan tegas.

"Apa yang kamu inginkan Nyonya? Biar ku ambilkan, jangan memasuki dapur ketika beberapa pelayan sedang memasak". Liliya mengerjapkan matanya beberapa kali kemudian dia menunduk. "Aku hanya ingin melihat saja, apakah itu tidak boleh?".

Pria bermata abu-abu tersebut menurunkan tangannya kembali dan memasukkan nya ke dalam saku celana yang ia pakai.

"Tuan Matthias melarang saya untuk membiarkan anda memasuki dapur, di saat sedang para koki memasak. Tuan Matthias takut jika Nyonya akan terkena cipratan minyak jika melihatnya terlalu dekat".

Setelah itu, pria tersebut menghela nafas. "Katakan kepada saya Nyonya, apa yang Nyonya inginkan?"

Saat Liliya ingin berbicara lebih lanjut, suara bariton Matthias terdengar di belakang, pria tersebut mengkerutkan alisnya lalu melemparkan handuk yang berkeringat ke arah pria bermata abu-abu tersebut, dengan gerakan cepat pria bermata abu-abu tersebut menangkap handuk tersebut.

"Pergilah, kau boleh istirahat sejenak Erren". Erren mengangguk dan kemudian meninggalkan Tuannya di sana.

Matthias kembali menoleh ke arah gadisnya yang berhenti di lantai, dengan jahil Matthias mendaratkan satu ciuman cepat di bibir pink Liliya. Liliya langsung menoleh dan merasa terkejut, gadis tersebut memegangi bibirnya yang baru saja di cium oleh Matthias.

Matthias yang melihat hal tersebut, terkekeh geli dan dia menepuk-nepuk puncuk kepala dari gadis tersebut dengan lembut. "Nah, Nyonya Liliya Queena Dvern. Apa yang kamu lakukan disini hm? apa yang membuat mu berjalan ke arah dapur, apakah kamu merasa bosan?"

Liliya menggeleng, dia dengan lesu menyandarkan kepalanya di pundak tegap Matthias. Dengan itu, pria tersebut menggendong tubuh mungil Liliya dan membawanya menjauh dari dapur. Matthias dengan lembut mendudukkan Liliya di pangkuan nya ketika dia duduk di sofa.

"Hari ini, ada guru les yang akan mengajarkan kamu belajar berbahasa Italia". Ujar Matthias dengan lembut sambil mengelus rambut Liliya, dia sesekali menghirup aroma manis di rambut tersebut.

"Ehh, memang nya siapa? dan kapan dia akan datang? orangnya baik tidak?". Tanya Liliya dengan bertubi-tubi dan dia sedikit memiringkan kepalanya, mata bulatnya bergerak dengan resah.

Matthias terkekeh pelan dan dia menggeleng, tubuh tegap nya sedikit bergeser untuk memposisikan nya dengan nyaman. Tak lama Beberapa pelayan datang ke ruang tamu, dengan sebuah roti panggang dan juga segelas susu putih beserta kopi di sana, pelayan tersebut meletakkan sarapan tersebut di meja ruang tamu dan setelah itu mereka undur diri kembali.

Matthias mengetahui, jika Liliya tidak memiliki nafsu makan yang terlalu tinggi. Pria tersebut sedikit khawatir karena melihat tubuh istrinya yang sedikit kurus, bukan bermaksud untuk menggemukkan Liliya, namun jika Liliya kurang makan itu akan membuat kesehatan nya terancam.

Matthias sedikit membungkuk dan tangannya yang bebas melingkar di pinggang kecil Liliya dengan sentuhan yang posesif. Dia mengambil sepotong roti yang beroleskan dengan selai coklat. Matthias pun memberikan roti tersebut ke arah Liliya.

"Makanlah, setelah ini kamu harus minum obat mu". Ujar Matthias dan senyuman nya pun melebar, ketika melihat Liliya mengambil roti tersebut dan mulai memakannya.

Matthias Drevn [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang